tirto.id - Wakil Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Hurriyah mengatakan, munculnya politik identitas di Pilpres 2019 semakin memanas dengan kehadiran buzzer kubu Jokowi dan Prabowo di media sosial.
Meski kedua kubu sama-sama membantah memakai isu politik identitas, Hurriyah mengatakan, kedua kubu justru berperan dalam menciptakan politik identitas. Apalagi ditambah dengan kehadiran buzzer yang saling serang sehingga membuat isu identitas semakin ramai.
"Fenomena industri konsultan politik, influencer, buzzer, dalam kampanye digital paslon. Selain berperan penting dalam menentukan produksi isu dan amplifikasi konten kampanye di platform digital, peran mereka juga turut memperburuk polarisasi politik dan polarisasi isu-isu identitas," kata Hurriah di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (2/3/2019).
Menurut Hurriah, isu ini hampir sama antara pusat (Jakarta) dan daerah. Kedua kubu sama-sama memakai sentimen agama mayoritas agar mendapat keuntungan. Hurriah menuturkan, penggunaan politik identitas ini juga karena masa kampanye yang sangat panjang.
"Dalam persepsi kedua tim ini membuat mereka harus berpikir keras menyusun strategi memainkan psikologi massa pemilih. Dan yang paling mudah adalah politik identitas," tegasnya lagi.
Hurriah menegaskan buzzer memang sangat terlihat dalam peran menyebarkan isu itu. Jangankan politik identitas, penyebaran hoaks dan ujaran kebencian pun juga melalui kerja buzzer.
"Ini seperti lingkaran setan," katanya. "Tapi ketika mereka mau memenangkan opini publik, memang agak sulit jika tidak mau menggunakan buzzer ini."
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto