Menuju konten utama

Bupati Labuhanbatu Terima Suap Rp1,7 Miliar terkait Proyek Jalan

Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga mengintervensi proyek peningkatan jalan senilai Rp19,9 miliar.

Bupati Labuhanbatu Terima Suap Rp1,7 Miliar terkait Proyek Jalan
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (12/1/2024). (Tirto.id/Muhammad Naufal)

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengungkapkan aliran dana korupsi sebesar Rp1,7 miliar ke Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga guna mengondisikan proyek yang didanai APBD.

Menurut Ghufron, kasus korupsi berupa pemberian hadiah atau janji proyek pengadaan dan jasa bermula saat Erik sebagai bupati menetapkan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Labuhanbatu sebesar Rp1,4 triliun.

"Dengan anggaran tersebut, EAR [Erik] selaku Bupati Labuhanbatu kemudian melakukan intervensi dan ikut secara aktif berbagai proyek pengadaan yang ada di berbagai SKPD [Satuan Kerja Perangkat Daerah] di Pemkab [Pemerintah Kabupaten] Labuhanbatu," urai Ghufron di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/1/2024).

Ghufron menyebutkan, Erik fokus mengintervensi program Dinas Kesehatan Labuhanbatu dan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Labuhanbatu.

Salah satu program yang diintervensi adalah proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Rakyat Sei Berombang di Labuhanbatu dan proyek lanjutan peningkatan Jalan Sei Tampang-Sidomakmur di Labuhanbatu. Nilai pekerjaan kedua proyek itu Rp19,9 miliar.

Erik lantas menunjuk anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga sebagai orang kepercayaan untuk mengatur proyek serta menunjuk langsung siapa saja pihak kontraktor yang akan dimenangkan.

"Besaran uang dalam bentuk fee yang dipersyaratkan bagi para kontraktor yang akan

dimenangkan yaitu 5 persen-15 persen dari besaran anggaran proyek," kata Ghufron.

Ghufron melanjutkan, Rudi lalu memilih Effendy Syahputra selaku pihak swasta dan Fazar Syahputra selaku pihak swasta sebagai kontraktor dua proyek Dinas PUPR Labuhanbatu tersebut.

Pada Desember 2023, Erik melalui Rudi meminta Effendy dan Fazar agar membayarkan sejumlah uang karena telah dijadikan kontraktor proyek lanjutan peningkatan jalan itu.

Effendy dan Fazar diminta mentransfer uang itu pada Januari 2023. Keduanya juga diminta untuk memberikan langsung uang tersebut pada bulan yang sama.

"Sebagai bukti permulaan, besaran uang yang diterima EAR melalui RSR sejumlah

sekitar Rp551,5 juta sebagai satu kesatuan dari Rp1,7 Miliar," tutur Ghufron.

Setelah itu, KPK menerima laporan masyarakat terkait adanya dugaan kasus korupsi di Labuhanbatu. KPK kemudian menangkap Erik, Rudi, Effendy dan Fazar pada 11 Januari 2024.

Kata Ghufron, KPK akan menelusuri apakah ada pihak lain yang diduga turut memberikan uang kepada Erik melalui Rudi.

KPK juga akan melakukan pendalaman terkait adanya dugaan korupsi lain dalam perkara korupsi berupa pemberian hadiah atau janji proyek pengadaan dan jasa itu.

"Masih terkait karena kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik melakukan

penahahan untuk tersangka EAR, RAR, FS dan ES masing-masing untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 12 Januari-31 Januari 2024 di Rutan KPK," urai Ghufron.

Effendy dan Fazar disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Sementara itu, Erik dan Rudi disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Baca juga artikel terkait OTT KPK BUPATI LABUHANBATU atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Hukum
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Bayu Septianto