Menuju konten utama

Bupati Klaten Diduga Pakai Bantuan Corona demi Kampanye, Kok Bisa?

Muka Bupati Klaten Sri Mulyani tertempel di bansos dari pemerintah pusat. Ia diduga menyalahgunakan wewenang untuk pencitraan.

Bupati Klaten Diduga Pakai Bantuan Corona demi Kampanye, Kok Bisa?
Bupati Klaten Sri Mulyani mengecek kondisi beras lokal di Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (16/1/2019). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

tirto.id - Bupati Klaten Sri Mulyani, berstatus Ketua DPC PDIP setempat, bikin geger jagat Twitter. Beberapa akun mengunggah bantuan sosial untuk warga yang ditempeli wajah dan namanya dengan jelas--seperti tingkah para politikus saban masa kampanye.

Pemilik akun @WagimanDeep212, misalnya, mengunggah foto hand sanitizer bergambar Sri Mulyani yang mengenakan pakaian dinas lengkap, dengan tulisan: "Hand sanitizer. Bantuan Bupati Klaten Ibu Hj. Sri Mulyani. Antiseptik."

Masalahnya, ketika stiker wajah sang bupati dicopot, terlihat stiker lain yang menunjukkan kalau bantuan itu sebenarnya dari Kementerian Sosial.

Akun @wnfrr juga mengungkapkan kalau apa yang dilakukan sang bupati bukan kali ini saja. Sambil mengunggah foto kantong plastik isi sembako bergambar wajah Sri Mulyani, @wnfrr mengatakan "sudah beberapa kali Bupati Klaten memanfaatkan kesempatan untuk mem-branding dirinya sendiri."

Akun @mahasiswaYUJIEM juga mengungkapkan hal serupa. Selain hand sanitizer, wajah bupati juga tampil di bungkus beras hasil kerja sama dengan BATAN, masker, bahkan buku sekolah anak-anak keluaran Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten. "Bupati Klaten seharusnya malu," tulis akun tersebut.

Dalam utas, akun @mahasiswaYUJIEM menduga semua yang diperbuat Sri Mulyani ini berkaitan dengan Pilkada 2020 yang rencananya akan dilaksanakan akhir tahun.

"Atau mungkin Anda menyadari selama ini masyarakat tidak pernah mengenal Anda karena Anda tidak pernah hadir di tengah-tengah mereka? Atau ini salah satu cara agar Anda bisa mempertahankan jabatan Bupati? Karena akhir [tahun] ini ada Pilkada? #BupatiKlatenMemalukan."

Cuitan-cuitan serupa akhirnya melahirkan tagar #BupatiKlatenMemalukan. Tagar itu ramai dicuitkan ribuan kali hingga tengah malam tadi (28/4/2020).

Bupati Tunggangi Pandemi?

Akrobat Bupati Klaten ini, menurut Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jawa Tengah Mayadina, patut diduga penyalahgunaan wewenang secara terang-terangan yang melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tipikor dengan ancaman hukuman minimal satu tahun penjara.

"Jika dalam situasi pandemi bisa lebih dari itu," kata Mayadina saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa (28/4/2020) siang.

Menurutnya situasi saat ini--pandemi COVID-19 yang membuat banyak pihak menyalurkan bantuan--memang sangat rentan disalahgunakan atau ditunggangi kepentingan politik. Oleh karenanya para kepala daerah, siapa pun itu, harus transparan. "Bantuan yang masuk serta distribusinya sebaiknya terdokumentasi dan mudah diakses semua pihak untuk menghindari hal-hal yang tidak etis."

Karena 'bantuan abal-abal' dari Bupati Klaten ini diduga terkait pemilu yang rencananya digelar akhir tahun nanti, Badan Pengawas Pemilu pun ikut memantau. Koordinator Divisi Humas dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Jawa Tengah Muhammad Rofiuddin mengatakan sampai saat ini instansinya masih melakukan pendalaman. "Hasilnya belum," katanya saat dihubungi Selasa siang.

"Jika temuan itu mengandung unsur pelanggaran perundang-undangan lainnya, maka Bawaslu akan meneruskan itu ke instansi yang berwenang. Pasal 30 huruf e: UU 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah menyatakan bahwa salah satu tugas dan wewenang Bawaslu adalah meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi berwenang," katanya.

Terlepas dari kasus ini, ia meminta semua pihak agar tidak melakukan kampanye terselubung "untuk kepentingan pencitraan maupun popularitas dalam Pilkada 2020" di tengah wabah. "Apalagi jika pemberian bantuan tersebut bersumber dari anggaran negara atau dana publik lain," katanya.

Apa yang disebut kampanye terselubung dalam konteks ini adalah menempeli bantuan-bantuan itu dengan gambar atau stiker bergambar profil "atau diselipi pesan-pesan tertentu yang arahnya untuk kepentingan politik."

"Sudah seharusnya, bantuan tersebut diniatkan untuk mengedepankan pelayanan dan membantu masyarakat. Bukan untuk kepentingan pencitraan dan popularitas. Sangat tidak etis jika musibah COVID-19 dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis," Rofiuddin menegaskan.

Reporter Tirto berkali-kali menghubungi Bupati Klaten Sri Mulyani Sunarno via telepon atau pesan singkat Whatsapp. Telepon selalu ditolak dan pesan singkat pun diabaikan walau status yang bersangkutan keadaan 'online'.

Namun mengutip Kompas, ia mengatakan kasus ini terjadi karena "ada kekeliruan di lapangan". Menurutnya, bantuan hand sanitizer dari Kemensos hanya 1.000 botol, sementara yang mereka bagian mencapai puluhan ribu. "Di lapangan mungkin ditempeli semua. Kejadiannya seperti itu," klaimnya.

Baca juga artikel terkait BANSOS atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino