tirto.id - Perum Bulog melaporkan realisasi penyaluran beras Stabilisasi Pasokan Harga Pasar (SPHP) baru mencapai 6,24 persen dari pagu Januari 2025 atau sekitar 9.367 ton dari total pagu 150.000 ton per Januari 2025.
Kepala Divisi Hubungan Kelembagaan Perum Bulog, Epi Sulandari, menyatakan, realisasi penyaluran beras SPHP baru mencapai 9.367 ton di seluruh Indonesia sampai dengan 11 Januari 2025. Padahal, sebelumnya dikabarkan bahwa rencana penyaluran SPHP pada Januari 2025 adalah 150.000 ton.
“Posisi per 11 Januari baru tersalurkan 6,24 persen dari pagu Januari 2025 dan ini kalau kita melihat tren setiap harinya akan demikian meningkat permintaan SPHP. Sehingga kita bisa memberikan pasokan ke pasar untuk dapat menurunkan atau menjaga stabilitas harga di tingkat eceran,” ungkap Epi dalam dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2025 di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (13/01/2025).
Dengan begitu, Epi mengatakan, Bulog dapat memberikan pasokan ke pasar untuk dapat menurunkan atau menjaga stabilitas harga di tingkat eceran.
Epi pun menyadari bahwa terdapat beberapa daerah yang masih mengalami kenaikan harga yang melampaui harga eceran tertinggi (HET). Namun, melonjaknya harga beras SPHP yang melebihi HET ini salah satunya disebabkan oleh mahalnya biaya pendistribusian.
“Untuk daerah-daerah dengan harga beras yang cukup tinggi di atas HET, yang pertama, itu memang daerah-daerah yang biasanya memiliki kesulitan infrastruktur, dan ongkos untuk mencapai kesana lebih cukup besar,” ucap Epi.
Oleh karena itu, Epi mengatakan pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Dinas Pangan setempat untuk menyalurkan beras SPHP ke beberapa titik yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.
Secara rinci, Epi membeberkan realisasi penyaluran beras SPHP pada 2024. Adapun proporsi realisasi SPHP beras terbesar berasal dari pengecer 65,7 persen, diikuti distributor 29,5 persen, satgas 3,2 persen, pemda 1,2 persen dan sinergi BUMN 0,4 persen.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menemukan adanya penurunan harga gabah yang tidak selaras dengan penurunan harga beras di beberapa daerah. Plt. Sekjen Kemendagri, Tomsi Tohir, mengatakan adanya ketidaksinambungan antara harga gabah dari petani yang mengalami penurunan, sedangkan harga beras naik di atas HET.
“Harga gabah rata-rata turun, tetapi harga beras naik. Seharusnya, ketika harga gabah turun, harga beras juga ikut turun. Ini yang perlu kita cermati bersama,” ujar Tomsi dalam kesempatan yang sama.
Mengacu pada data BPS, Tomsi menyebut harga beras medium di lapangan mencapai Rp14.173 per kilo gram (kg). Angka tersebut katanya jauh melampaui HET yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp13.033 per kg. Tomsi beranggapan, harga yang jauh melampaui HET perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
“Ini yang harus kita pahami, bahwa kita membuat harga eceran tertinggi sebagai patokan. Kalau barang tersebut masih di harga eceran tertinggi (apalagi) kalau sudah di atas HET, tentunya kita harus berupaya untuk barang-barang tersebut tidak melebihi harga eceran tertinggi,” ungkap Tomsi.
Tomsi pun meminta Bulog bergerak cepat untuk fokus menangani kenaikan harga beras di beberapa daerah dengan harga tinggi, seperti Kabupaten Anambas yang mencapai Rp18.500 per kg dan Intan Jaya di Papua dengan harga hingga Rp54.000 per kg.
“Kami harap Bulog bisa mendorong program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) lebih besar di daerah-daerah tersebut agar harga beras bisa turun,” pinta Tomsi.
Tomsi pun menekankan pentingnya peran Bulog dalam menjaga stabilitas harga serta membantu para petani. “Di mana harga gabah jatuh, Bulog harus hadir untuk membantu petani. Di mana harga beras naik, Bulog harus hadir untuk menurunkan harga. Kita harus membela petani sekaligus menjaga kepentingan konsumen,” kata Tomsi.
Tomsi juga memerintahkan Bulog untuk terus melaporkan data terkini dan memantau kondisi secara real time di pasaran. “Kami sangat berterima kasih atas upaya Bulog, namun kita harus pastikan solusi yang diberikan sesuai dengan permasalahan yang ada di lapangan,” ujar Tomsi.
Dalam kesempatan yang sama, Epi pun menanggapi pernyataan Tomsi dengan menyatakan bahwa Perum Bulog telah menjalankan upaya-upaya dalam penyerapan gabah dan beras di berbagai daerah yang mengalami penurunan harga.
“Kami bersama dinas pertanian dan pangan setempat langsung turun ke lokasi untuk menyerap gabah sesuai penugasan dari pemerintah,”jelas Epi.
Epi menambahkan, Bulog telah menyerap 294 ton gabah dan beras dari beberapa wilayah hingga Januari 2025. Namun, dia mengakui adanya tantangan ketika kualitas gabah tidak memenuhi standar sehingga diperlukannya proses standarisasi sebelum akhirnya dapat masuk ke gudang Bulog.
“Jika standar kualitasnya tidak pada standar kualitas, kita akan melakukan rafaksi, dan sampai Januari 2025 ini pengadaan kita baru mencapai 294 ton, ini kita laksanakan di beberapa wilayah, termasuk juga di wilayah yang harga gabahnya jatuh,” kata Epi.
Kemudian, Epi menyebut Bulog membidik penyerapan setara 3 juta ton beras pada tahun 2025 ini. Bulog berfokus melakukan penyerapan hingga 80 persen saat puncak panen Maret hingga April. Untuk memenuhi target tersebut, Epi menyebut Bulog terus melakukan koordinasi dengan dinas terkait untuk memantau lokasi panen sehingga dapat memastikan penyerapan berjalan dengan lancar.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher