tirto.id - Ada dua kasus penyalahgunaan senjata api (senpi) pada Jumat, 14 Juni dan Sabtu, 15 Juni. Yang pertama, aksi koboi sopir BMW bernama Andy Wibowo (53) di Jakarta Pusat; Kedua, perampokan di Tangerang, hari yang sama sekitar pukul 09.00.
Penggunaan senjata api seperti ini sudah terjadi beberapa kali, dan ini menunjukkan pengawasan dari pihak berwenang masih lemah.
Andy si koboi jalanan mengeluarkan senpi kepada pengendara mobil lain. Saat itu dia melawan arah. Yang dia ancam adalah pengendara tertib yang berjalan sesuai jalur. Tidak butuh waktu lama setelah kejadian, polisi menangkapnya ketika sedang berada di depan Hotel Red Top di Pecenongan, Jakarta Pusat.
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Harry Kurniawan, mengatakan Andy telah memegang senjata tersebut lima tahun terakhir. "Ada surat-suratnya juga. Ya surat-suratnya kalau menurut dia asli, ya. Nanti kami pastikan keaslianya," kata Harry saat dikonfirmasi wartawan, Ahad (16/6/2019).
Senpi yang dimiliki Andy disebut diproduksi Walther, asal Jerman. Pistol tersebut memiliki kaliber 32, berwarna perak, dan bernomor pabrik 3023 AAA.
Sementara itu, dua perampok toko emas Permata yang terletak di Kampung Cariu, Desa Talagasari, Kecamatan Balaraja, Tangerang, Banten, berhasil membawa lari enam kilogram emas senilai Rp1,6 miliar.
Kapolres Tangerang Kombes Sabilul Alif mengatakan dua pelaku mengenakan masker dan topi saat beraksi. Keduanya juga menenteng senjata tajam seperti katana dan pistol--meski belum diketahui itu asli atau palsu.
Detik-detik perampokan terekam lewat CCTV dan beredar luas di media sosial.
Polisi membentuk tiga tim khusus untuk melakukan pengejaran. Identitas pelaku telah dikantongi. "Kami yakin para pelaku dapat segera kami tangkap," kata Sabilul via keterangan tertulis, Ahad (16/6/2019).
Lemah
Peneliti dari Institut for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang Kepolisian, Bambang Rukminto mengatakan dua kasus itu adalah penegasan bahwa pengawasan senpi, terutama di kalangan sipil, masih sangat lemah.
"Pengguna dengan mentalitas yang tak stabil bisa menggunakannya sembarangan," katanya kepada reporter Tirto, Senin (17/6/2019).
Oleh karena itu, kasus serupa mungkin terulang di kemudian hari.
Seorang sipil sebetulnya diperbolehkan punya senjata api berdasarkan Surat Keputusan Kapolri nomor 82/II/2004. Namun, syaratnya tidak mudah. Mereka mesti lolos psikotes, memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), lolos uji kesehatan, berusia 25 tahun atau lebih, dan punya kemampuan dasar menembak yang dibuktikan dengan sertifikat keluaran institusi terkait, dalam hal ini Perbakin.
Jumlah dan jenisnya pun dibatasi. Sipil hanya boleh memegang revolver kaliber 22 atau 32.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan dasar aturan ini adalah polisi tidak bisa 24 jam menjaga keamanan. "Yang banyak potensi ancaman karena pekerjaannya, itu yang diutamakan. Karena polisi tidak bisa jaga mereka 24 jam," kata Tito.
Tidak main-main, penyalahgunaan senpi bisa diganjar hukuman mati atau penjara seumur hidup, seperti tertuang dalam UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Masalahnya, seperti temuan Ombudsman Januari lalu, ada potensi maladministrasi dalam proses perizinan ini. Salah satu temannya adalah tidak dilakukan tes tembak, tes kesehatan, dan tes psikologis saat meminta izin perpanjangan. "Perpanjangan izin senjata api perlu dilakukan kembali tes kesehatan, tes psikologi, dan tes menembak," kata Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala.
Sementara Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane, sempat mengatakan banyak pula yang semula memegang izin lalu tidak memperpanjangnya.
Ini belum termasuk peredaran senjata api yang memang dari awalnya ilegal.
"Dari mana asalnya? Pabrikan atau rakitan? Kalau yang berasal dari pabrikan, harusnya terdata. Sedang rakitan, memang di luar kontrol, tetapi masih bisa terdeteksi," terang Bambang.
Atas dasar itulah Bambang menilai polisi harus mengevaluasi pengawasan senpi secara menyeluruh, yang, sayangnya, masih sulit. Untuk mengawas senpi ilegal, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono pernah mengatakan salah satu kendalanya adalah karena wilayah yang mesti diawasi terlalu luas.
"Berapa panjang garis pantai? Ya enggak mungkin garis pantai kita jaga semua. Kami belum bisa menjaga garis pantai karena panjang," katanya, menjelaskan bagaimana sulitnya mengawasi senpi ilegal yang datang dari luar negeri.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino