tirto.id - Pengusaha properti asal Surabaya, Budi Said, didakwa merugikan negara sebesar Rp1,1 triliun dalam kasus korupsi transaksi jual beli emas di butik emas logam mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam Tbk.
"Kerugian keuangan negara sebesar kekurangan fisik emas antam di BELM Surabaya 01 sebanyak 152,80 kg atau senilai Rp92.257.257.820,00," kata jaksa penuntut umum pada Kejaksaan negeri Jakarta Timur, Nurachman Adikusumo, di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Selasa (27/8/2024).
"Kerugian keuangan negara sebesar 1.136 kg emas atau setara dengan Rp1.073.786.839.584," tambah jaksa.
Dalam kasus ini, jaksa menyatakan Budi telah melakukan kerja sama dengan Eksi Anggraeni selaku broker; Kepala BELM Surabaya 1, Endang Kumoro; dan back office BELM Surabaya 1 Misdianto, dalam sidang perdana Budi Said, hari ini.
Selanjutnya, General Trading Manufacturing and Service Senior Officer PT Antam Pulo Gadung yang diperbantukan ke BELM Surabaya sejak 2018, Ahmad Purwanto; dan eks General Manager PT Antam sekaligus terdakwa Abdul Hadi Avicena.
Seluruh pihak tersebut melakukan kongkalikong dalam transaksi pembelian emas dengan harga di bawah harga jual resmi Antam kepada Budi Said.
Jaksa mendakwa Budi melalui Eksi menerima 100 kg emas Antam dari Endang, Ahmad, dan Misdianto pada BELM surabaya 01 melalui pengiriman UBPPLM PT Antam di Pulo Gadung dengan hanya membayar sebesar Rp25 miliar.
Kemudian, jaksa mengatakan, seharusnya sesuai dengan faktur dan harga resmi dari PT Antam uang tersebut hanya bisa membeli emas sebanyak 41,865 kg .
"Sehingga terdakwa Budi Said telah mendapatkan selisih lebih emas Antam seberat 58,135 kg yang tidak ada pembayarannya oleh terdakwa," ujar jaksa.
Lebih lanjut, Abdul selaku General Manager PT Antam disebut berdasarkan perencanaan dalam perkara ini, seperti kebutuhan stok dan pengajuan permintaan pengiriman produk emas oleh manager retail BELM Surabaya 01.
Abdul juga diduga mengabaikan jumlah ketersediaan dan pengalokasian stok butik pada BELM surabaya 01 yang atas permintaan terdakwa Budi Said melalui Eksi.
Budi diduga melakukan pembelian diluar prosedur Antam, yang seharusnya melalui reseller untuk mendapatkan diskon pembelian emas dengan sejumlah kategori tergantung jumlah yang dibeli.
Setelah ada kesepakatan pembelian harga resmi, Budi diduga secara sepihak menyatakan terdapat kekurangan pemberian emas dari PT Antam dengan cara memperhitungkan keseluruhan pembayaran emas.
Klaim Budi tersebut mencapai Rp3,5 triliun untuk emas 7.071 kg. Namun, yang diterima oleh Budi hanya emas 5.935 kg. Oleh sebab itu, Budi mengeklaim kekurangan menerima emas 1,1 ton dengan harga Rp505 juta per kilogram.
"Sehingga terdapat kekurangan serah emas kepada terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kg, padahal berdasarkan faktur resmi yang diterbitkan oleh PT Antam atas pembelian emas yang dilakukan oleh terdakwa Budi Said maupun penerimaan pembayaran atas nama terdakwa Budi Said pada rekening PT Antam, sesungguhnya tidak terdapat kekurangan serah emas kepada terdakwa Budi Said," imbuh jaksa.
Atas hal tersebut, jaksa mendakwa Budi telah mengakibatkan kerugian negara Rp92,2 miliar berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif oleh BPKP. Selain itu, Budi juga didakwa merugikan negara 1,07 triliun dalam kasus ini.
Budi juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) melalui sejumlah modus. Misalnya melalui cara menyamarkan uang korupsi hasil selisih pembelian emas Antam untuk dijual ke sejumlah pihak hingga disamarkan untuk penyertaan modal.
Budi juga menyamarkan transaksi penjualan emas Antam dengan melakukan penempatan penyertaan modal pada CV Bahari Sntosa Alam. Budi juga menyamarkan transaksi penjualan emas itu yang seolah-olah terjadi transaksi jual beli emas antara dirinya dan Sri Agung Nugroho.
Atas perbuatannya, Budi Said didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 juncto Pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Irfan Teguh Pribadi