tirto.id - Badan Siber Sandi Negara (BSSN) berdalih ketiadaan UU Keamanan dan Ketahan Siber di Indonesia membuat rentan ancaman siber. Hal ini disampaikan Wakil Kepala BSSN, Putu Jayan Danu Putra, dalam acara bertajuk “Digital Security Initiative by ICSF and Dutch Embassy in Indonesia” di JW Marriott, Mega Kuningan Jakarta, Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2024).
Putu mengatakan saat ini BSSN telah berupaya membuat sejumlah turunan aturan sebagai pedoman tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 tahun 2023 tentang Strategi Keamanan Nasional dan Manajemen Krisis Siber serta Perpres Nomor 82 tahun 2022 tentang Perlindungan Informasi Infrastruktur Vital. Namun, kata dia, saat ini Indonesia masih kekurangan aturan hukum komprehensif dan spesifik yang mengatur keamanan siber pada level UU.
“Ketidakhadiran khususnya UU Keamanan Siber tentunya membuat kita rentan terhadap ancaman siber. Sehingga dibutuhkan UU Keamanan Siber yang mencakup semua aspek tata kelola keamanan siber,” kata Putu dalam sambutannya.
Ia mengatakan UU itu dibutuhkan tidak hanya meningkatkan keamanan nasional, tapi juga membangun kepercayaan publik terhadap insfratruktur digital. Saat ini, kata dia, BSSN telah mendorong penyusunan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber sebagai bagian dari rencana kerja prioritas pemerintah dalam RPJMN 2025-2029.
“Keamanan siber adalah tanggung jawab bersama, tidak mungkin kita mencapai keamanan siber yang optimal tanpa adanya sinergi dan kolaborasi semua pemangku kepentingan,” ucap Putu.
Putu juga mengajak semua pihak untuk mendukung dan mendorong RUU Keamanan dan Ketahanan Siber untuk disahkan guna menciptakan ekosistem digital yang aman, inovatif, dan berdaya saing tinggi.
“Kami percaya bahwa investasi dalam pendidikan dan pelatihan adalah kunci untuk membangun ketahanan siber yang kuat," tutup Putu.
Saat ini, serangan siber tengah marak di Indonesia. Kasus terbaru adalah serangan ransomware terhadap Pusat Data Nasional (PDN) milik pemerintah. Serangan tersebut diduga akibat kelompok LockBit lewat aplikasi LockBit 3.0. Mereka meminta uang tebusan 8 miliar dolar AS atau sekitar Rp131 triliun.
Menkominfo Budi Arie Setiadi memastikan pemerintah tidak akan membayar uang tebusan untuk mengaktifkan kembali PDN setelah diserang ransomware LockBit 3.0. “Tidak akan [bayar],” tegas Budi Arie saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin kemarin.
Selain itu, Mabes TNI juga tengah mendalami dugaan peretasan dan pencurian data yang dilakukan oleh MoonzHaxor sebagaimana keterangan yang disampaikan akun @FalconFeedsio.
“Terkait account Twiter Falconfeed yang me-release bahwa data Bais TNI diretas, sampai saat ini masih dalam pengecekan yang mendalam oleh tim siber TNI,” kata Kapuspen Mabes TNI, Mayjen TNI Nugraha Gumilar kepada reporter Tirto, Selasa (25/6/2024).
Dugaan peretasan dan penjualan data hasil peretasan BAIS disampaikan oleh akun @FalconFeedsio. Dalam unggahan tersebut, akun menyatakan bahwa data BAIS dijebol dan dijual di forum media sosial BreachForums.
Pihak FalconFeedsio juga menyampaikan bahwa upaya peretasan serupa dilakukan pada 2021, di mana jaringan internal Badan Intelijen Negara pernah diretas kelompok Cina.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz