Menuju konten utama

Bromance: Mesra tanpa Asmara

Kemunculan bromance menggeser pakem pertemanan antara sesama laki-laki.

Bromance: Mesra tanpa Asmara
Ilustrasi bromance. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Troy Ramey baru saja menyelesaikan tembang “Wild World” yang dipopulerkan Cat Stevens dalam audisi The Voice US musim 12 yang diikutinya saat pelatih Adam Levine dan Blake Shelton memberikan standing applause kepadanya.

Seperti biasa, secara bergiliran para pelatih mengomentari suara Troy dan mempromosikan diri agar laki-laki tersebut mau masuk ke dalam tim mereka. Saat tiba waktu Blake mengomentari Troy, si peserta audisi berkata kepadanya, “Ibu saya tidak berhenti membicarakan lesung pipit Anda.”

“Bisakah saya bertemu Ibu Anda?” balas Blake.

Belum sempat Troy menjawab, Adam menceletuk, “Dan Blake Shelton terjun ke titik terburuk yang baru.” Apa pun yang dikatakan Blake pada saat audisi menjadi bahan lelucon buat vokalis Maroon 5 ini.

Sejak musim pertama hingga ketiga belas The Voice US, Blake dan Adam hampir tidak pernah tidak menunjukkan polah tingkah menggoda satu sama lain. Kendati demikian, di sela-sela acara, mereka juga acap kali memperlihatkan kemesraan sebagai sahabat lewat verbal dan gestur. Hubungan Adam-Blake yang terlihat dalam kompetisi menyanyi tersebut bisa dibilang salah satu daya tarik bagi penonton sampai-sampai akronim “Shevine” [Shelton dan Levine] dibuat para penggemar untuk menggambarkan kedekatan mereka.

Bromance.

Kata ini kerap kali disebut saat membahas dua laki-laki heteroseksual yang berhubungan sangat akrab, tanpa ada ketertarikan seksual maupun emosional layaknya pacar. Berkat representasi pertemanan para selebritas laki-laki di media massa, istilah bromance kini menjadi populer di berbagai kalangan, khususnya anak-anak muda.

Baca juga:Persahabatan-Persahabatan yang Mengubah Dunia Seni

Dalam buku Reading the Bromance: Homosocial Relationships in Film and Television, Michael DeAngelis mencatat, kata bromance disebut pertama kali oleh editor majalah Skateboard, David Carnie, pada tahun 1990-an. Namun, kata ini baru sering muncul setelah film The 40-Year-Old Virgin yang disutradarai Judd Apatow dirilis pada 2005. Argumen DeAngelis seputar popularitas bromance senada dengan pernyataan Dr. Michael Kimmel, sosiolog dari State University of New York.

Selain menilai fenomena bromance disokong oleh persahabatan selebritas laki-laki yang ditampilkan media massa, Kimmel berpendapat, kecenderungan laki-laki masa kini untuk menunda pernikahan juga berkontribusi pada definisi ulang pertemanan mereka. Waktu luang para laki-laki lajang kerap dihabiskan dengan sahabat karib sejenisnya, inilah yang lantas meningkatkan intensitas pertemuan dan keintiman mereka.

Sejak lama, ada anggapan bahwa pola pertemanan sesama laki-laki berbeda dengan sesama perempuan. Mereka dikatakan lebih tidak emosional, lebih sedikit berkontak fisik atau menunjukkan intimasi. Selain itu, umumnya pertemanan laki-laki diawali dari adanya kesamaan aktivitas atau minat.

Dalam praktiknya, tidak semua anggapan itu benar. Ada saja laki-laki yang tidak ragu menunjukkan intimasi dengan sahabatnya, memiliki ikatan pertemanan yang begitu kuat, bahkan bisa melebihi eratnya ikatan dengan kekasih.

Paparan media terkait bromance mematahkan stereotip-stereotip pertemanan laki-laki. DeAngelis mencontohkan, saat Lance Armstrong dan Matthew McConaughey digosipkan gay lantaran kedekatan mereka, media mengusung istilah bromance untuk menepis anggapan miring tersebut.

Lewat perspektif yang berbeda, mereka berusaha untuk menunjukkan bahwa ada hubungan sesama laki-laki yang tidak terkait urusan seksual, bahwa tidak ada yang salah dengan intimasi yang terbangun di antara kedua selebritas laki-laki ini.

Contoh lain dari kesuksesan media mempopulerkan bromance adalah ketika Adam tampak beberapa kali mengecup Blake, publik tidak langsung menghakimi mereka homoseksual. Keberadaan pasangan masing-masing juga memperkuat penerimaan publik terhadap bentuk interaksi pertemanan mereka.

Ada kalanya pula Adam dan Blake tampak emosional saat membicarakan satu sama lain, tapi apakah publik lantas mengecap mereka kurang maskulin? Tidak juga. Pakem-pakem konvensional bergeser, ekspresi perhatian yang ditujukan laki-laki kepada sahabat sejenisnya pun lebih diwajarkan.

Karena ada anggapan bahwa pertemanan laki-laki tidak emosional seperti perempuan, mereka pun sering diterka tidak banyak menceritakan hal-hal personal kepada sesamanya. Padahal kenyataannya, laki-laki pun merasa nyaman mengobrolkan urusan pribadi kepada sahabat sejenis. Putra (28), misalnya, mengatakan dirinya memiliki bromance dengan Paul dan kepada sahabatnya itulah ia menceritakan lebih dari 90 persen kehidupan pribadinya.

“Enaknya cerita ke bromance ya bisa soal apa aja, lebih random daripada cerita ke pacar,” ujar Putra.

Pandangan Putra ini selaras dengan temuan studi tentang bromance yang dimuat dalam jurnal Menand Masculinities (2017). 28 dari 30 laki-laki yang menjadi partisipan studi menyatakan mereka lebih senang mendiskusikan persoalan personal dengan teman dekat sesama laki-laki daripada dengan pacar.

Temuan lain studi tersebut ialah keberadaan bromance membantu laki-laki menemukan solusi atas konflik-konflik yang tengah mereka hadapi. Lebih menarik lagi, bromance juga dikatakan lebih memberikan kepuasan dibandingkan relasi romantis.

Baca juga: Studi: Satu dari Empat Pasangan Tidur Pisah Ranjang karena Stres

“Perbedaan mencolok antara relasi romantis dan bromance adalah lebih sedikitnya penghakiman dan batasan dalam diskusi atau mengekspresikan emosi antar-teman laki-laki. Para laki-laki yang menjadi partisipan studi merasa bisa menceritakan rahasia dan sisi tergelap mereka kepada bromance karena tidak ada perasaan akan dihakimi, diolok-olok, atau dianggap berbeda,” papar Adam White dari University of Bedfordshire, co-author studi tersebut, kepada Live Science.

Saat menjalani hubungan dengan pacar, laki-laki merasakan tekanan untuk memenuhi standar-standar tertentu sehingga mereka menutupi sebagian sisi diri dan emosi mereka.

“Selain itu, gue bisa klik sama Paul karena dia bisa jadi teman hang out, curhat, sekaligus rekan kerja. Jarang yang bisa begitu. Teman hang out ya ada aja, tapi belum tentu cocok waktu diajak kerja bareng,” imbuh Putra. Ia juga mengatakan lebih sering menghabiskan waktu bersama bromance dibanding pacar.

Semakin banyak kecocokan atau kesamaan minat yang ditemukan dalam pertemanan, semakin intens hubungan laki-laki dengan sahabat sejenisnya itu. Tidak hanya Putra yang mengalami hal tersebut. Yosef (32) pun mengatakan bahwa ia memiliki bromance dengan orang yang sama-sama sentimental seperti dirinya. Karena itulah, ketika sedang membutuhkan teman curhat, Yosef tidak merasa segan atau tidak nyaman bercerita kepada laki-laki yang telah bersahabat dengannya selama 11 tahun itu.

Tidak selalu Yosef berhubungan dengan bromance-nya sekadar untuk berbincang. Bisa saja mereka bertemu dengan kondisi masing-masing menghadap ke laptop, tanpa bicara, tetapi hal tersebut tidak mengurangi kualitas pertemuan dan intimasi mereka. Tak perlu ada jadwal reguler pula untuk bertemu bagi Yosef dan bromance-nya. Jika tidak sedang ingin bertemu, komunikasi mereka cukup dijaga lewat pesan singkat dengan saling membagikan link konten humor.

Baca juga: Tukang Berkelakar Jayus Bisa Jadi Punya Masalah Serius

infografik bromance

Apakah ada batasan dalam relasi bromance?

Menurut Putra dan Yosef tidak ada. Hampir seluruh detail diri mereka tidak ditutupi di depan sahabat laki-laki. Kalaupun ada, lebih dikatakan sebagai suatu “kode laki-laki” atau yang lazim disebut bro-code. Bila menurut Yosef bro-code yang diterapkannya lebih sering terkait pemberian ruang untuk diri sendiri, Putra menilai bro-code paling utama berhubungan dengan urusan perempuan.

Meskipun mengamini mendahulukan sahabat dibanding pacar, Putra tetap mempertimbangkan level urgensi kebutuhan kedua orang tersebut akan kehadirannya. “Misalnya [teman] bromance gue sama pacar sedang sama-sama ada masalah. Gue lihat dulu mana yang lebih bisa ‘menunggu’, baru gue samperin belakangan,” jelas Putra.

Memiliki teman dekat seperti bromance yang dapat menerima diri serta membantu keluar dari masalah-masalah adalah keberuntungan yang dimiliki seseorang. Sokongan yang didapat dari bromance pada akhirnya menciptakan efek positif bagi psikis laki-laki, sebagaimana dinyatakan pula dalam studi White.

Baca juga artikel terkait PSIKOLOGI atau tulisan lainnya dari Patresia Kirnandita

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Patresia Kirnandita
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Maulida Sri Handayani