Menuju konten utama

BRIN: Solusi Kelaparan di Papua Tak Cukup Hanya Kirim Bantuan

Peneliti Utama BRIN Cahyo Pamungkas menilai kunci penanganan kelaparan di Papua adalah antisipasi dan pengembangan riset pangan lokal.

BRIN: Solusi Kelaparan di Papua Tak Cukup Hanya Kirim Bantuan
Penyaluran bantuan untuk kelaparan akibat gagal panen disebabkan kekeringan/cuaca ekstrem/suhu dingin/ kelaparan/kekeringan di papua tengah. foto/Dok. Kemensos

tirto.id - Peneliti Utama pada Pusat Riset Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Cahyo Pamungkas menilai intervensi pemerintah dalam penanganan bencana kelaparan di wilayah Papua belum menyasar ke akar persoalan.

Menurut Cahyo, pola penanganan dengan mengirimkan bantuan tidak akan menyelesaikan permasalahan pangan di wilayah Papua.

“Kuncinya adalah antisipasi dan pengembangan riset pangan lokal. Jika bantuan misal sekarang terpenuhi, apakah menjamin di kemudian hari terpenuhi? Saat ini di wilayah Puncak, nanti di Yahukimo, di Bukit Bintang dan tempat lain gimana?,” kata Cahyo kepada reporter Tirto melalui sambungan telepon, Selasa (1/8/2023).

Cahyo mencatat kejadian kelaparan yang memakan korban jiwa di Papua berulang kali terjadi. Hal ini seharusnya menjadi sinyal pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk memfokuskan perhatian kepada aspek kesejahteraan masyarakat Papua.

“Kalau kita lihat bencana alam karena cuaca ini kan sudah sering terjdi. Namun kenapa masalah ini tidak menjadi prioritas dan perhatian. Maka kan terjadi masalah tata kelola sebenarnya,” tegas Cahyo.

Dia menilai pemerintah masih terlalu fokus pada urusan politik di Papua. Penanganan konflik dan kelompok bersenjata menjadi sorotan utama pemerintah sehingga membuat permasalahan kesejahteraan terabaikan.

“Pemerintah lebih banyak merespons masalah KKB atau konflik bersenjata,” sambung Cahyo.

Selain itu, Cahyo menilai upaya pemerintah dengan melakukan penanaman tanaman penguat atau food estate di sejumlah wilayah Papua justru mendorong ketahanan pangan lokal terpinggirkan.

Cahyo menjelaskan masyarakat Papua sudah bertahan hidup sejak lama dengan pangan lokal seperti sagu dan buah merah. Seharusnya pemerintah bisa memberikan fasilitas dukungan untuk pengembangan pangan lokal seperti penguatan riset.

“Kurang dikembangkan tidak diriset, kalau tidak antisipasi sepeprti penelitian pangan lokal kalau ada suhu dingin misalnya gimana,” jelas Cahyo.

Cahyo tak menampik bahwa faktor cuaca ekstrem dan keamanan menjadi penghambat ketersediaan pangan di Papua. Namun, dengan pola yang berulang, Cahyo menilai seharusnya pemerintah bisa mengantisipasi hal tersebut.

“Kuncinya ada di antisipasi itu yang lebih efektif,” ujar Cahyo.

Sebanyak enam orang meninggal dunia akibat bencana kekeringan dan suhu dingin ekstrem yang menyebabkan kelaparan melanda Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah.

Bencana kekeringan yang diiringi dengan cuaca dingin ekstrem tersebut menyebabkan gagal panen tanaman pokok seperti jagung. Kementerian Sosial (Kemensos) mencatat sekitar 7.500 orang terdampak kelaparan di Papua Tengah.

Baca juga artikel terkait KELAPARAN DI PAPUA TENGAH atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan