Menuju konten utama

BPS Klaim Tidak Ada Penurunan Daya Beli Masyarakat

Menurut dia, Suhariyanto daya beli masyarakat Indonesia di triwulan II 2017 masih tinggi.

BPS Klaim Tidak Ada Penurunan Daya Beli Masyarakat
Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim bahwa tidak ada penurunan daya beli masyarakat Indonesia, meski masyarakat menengah ke atas lebih cenderung menahan pengeluarannya dalam periode April-Juni 2017.

“Sehingga itu tidak berarti daya konsumsinya turun. Karena kalau dilihat dari transaksi debitnya masih cukup tinggi, meskipun ada perlambatan,” kata Kepala BPS Suhariyanto, di Jakarta, Senin (7/8) siang.

Menurut dia, daya beli masyarakat Indonesia di triwulan II 2017 masih tinggi. Klaim tersebut, menurut dia, dapat dilihat dari laju pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 yang mencapai 4,95 persen

Dengan capaian tersebut, laju pertumbuhan pun terbilang masih meningkat secara quarter-to-quarter meskipun tidak besar kenaikannya. BPS melaporkan bahwa pada triwulan I 2017 laju pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah sebesar 4,94 persen.

“Rumah tangga Indonesia bergerak dari bawah ke atas dengan behavior yang berbeda-beda. Lewat berbagai macam indikator dari BPS, kita perlu memperhatikan masyarakat, yang 40 persennya adalah lapisan menengah ke bawah,” ucap Suhariyanto

Menurut Suhariyanto, di kalangan masyarakat menengah ke bawah memang ada penurunan upah riil pada buruh bangunan dan juga buruh tani. Sedangkan di sektor industri yang jumlah tenaga kerjanya banyak, dikatakan terjadi perlambatan pertumbuhan.

“Saya pikir itu faktor psikologis, karena melihat apa yang terjadi sekarang dan yang terjadi ke depannya. Dengan memperhatikan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terkena dampaknya,” tambah Suhariyanto.

Masih dalam kesempatan yang sama, Suhariyanto menjelaskan bahwa seluruh komponen pengeluaran rumah tangga masih tumbuh positif.

“Kalau dipilah, ada dua komponen besar, yakni food dan non-food. Untuk food, ada makanan dan minuman selain restoran yang sebesar 5,24 persen dan juga restoran dan hotel yang malah lebih tinggi, yakni 5,87 persen,” ungkap Suhariyanto.

Sementara itu, Suhariyanto mengatakan pertumbuhan non-food sendiri tumbuh secara melambat di triwulan II 2017 terhadap triwulan sebelumnya, yakni dari 4,14 persen menjadi 4,12 persen.

Baca juga:

Sejak beberapa waktu terakhir, perekonomian Indonesia memang disebut-sebut tengah menghadapi pelemahan daya beli. Padahal selain ekspor, konsumsi merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Ditemui seusai acara jumpa pers, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Sri Soelistyowati mengatakan masyarakat kelas menengah atas lebih cenderung menahan pengeluarannya dan mengalokasikannya untuk investasi.

“Kita mengasumsikan, konsumsi masih kuat. Kalau konsumsi sampai drop, PDB-nya akan seperti apa ya? Karena kan kontribusi PDB sampai 50 persen, sehingga bisa saja PDB jadi minus. Sementara yang nggak kita duga, di triwulan-triwulan sebelumnya investasi nggak pernah sampai di 5,35 persen (seperti sekarang),” ungkap Sri.

Lebih lanjut, pertumbuhan investasi itu dikatakan Sri terkait dengan perbaikan infrastruktur yang tengah gencar dilakukan pemerintah.

Secara year-on-year, pertumbuhan PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) pada triwulan II 2017 memang meningkat pesat dibandingkan periode sama di tahun lalu yang hanya sebesar 4,18 persen.

Baca juga artikel terkait DAYA BELI MELEMAH atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto