tirto.id - Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bekerja sama dengan Polri dan Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo) mengungkap pelanggaran tindak pidana penjualan obat ilegal yang dilakukan secara online.
Seperti dikutip dari situs web BPOM RI, penindakan ini dilakukan setelah para penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup dan diduga telah terjadi tindak pidana obat ilegal.
“Penindakan dilakukan pada Rabu [31/10/2018] lalu. Sekitar pukul 17.00 WIB, PPNS BPOM RI menggerebek dua gudang ilegal dan satu rumah di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang diduga menjadi tempat penyimpanan dan distribusi obat ilegal,” ungkap Kepala BPOM Penny K Lukito.
Ia melanjutkan, dari tiga tempat tersebut ditemukan 291 item (552.177 pieces) obat ilegal, diantaranya obat disfungsi ereksi seperti Viagra, Cialis, Levitra, dan Max Man.
Selain itu, ditemukan juga suplemen pelangsing, obat tradisional penambah stamina pria dan krim kosmetika ilegal serta alat perangsang seks dengan nilai keekonomian diperkirakan mencapai Rp17,4 miliar.
Obat disfungsi ereksi termasuk kelompok obat ilegal terbesar yang menjadi temuan BPOM RI dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Obat itu sering disalahgunakan sebagai obat kuat. BPOM menyatakan tak pernah memberikan persetujuan izin edar dengan indikasi sebagai obat kuat.
Penggunaan obat disfungsi ereksi tanpa pengawasan tenaga kesehatan memiliki risiko terhadap kesehatan, antara lain gangguan jantung, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal dan gangguan perdarahan.
Penny mengungkapkan, modus yang dilakukan adalah menjual atau mendistribusikan obat ilegal secara online dengan menggunakan jasa pengiriman.
Diperkirakan nilai transaksi dari penjualan ilegal per hari antara Rp3 juta hingga Rp1,5 miliar. Perkiraan ini didapat dari 97 buku tabungan dan kuitansi bukti transaksi yang ditemukan penyidik.
“Menurut keterangan tersangka, yang diduga merupakan salah satu anggota jaringan pengedar obat kuat ilegal secara online, ia telah beroperasi selama satu tahun. Namun PPNS BPOM RI menemukan bukti dokumen bahwa kegiatan pelanggaran telah dilakukan selama tiga-empat tahun,” jelasnya.
Kegiatan ini diduga merupakan pelanggaran tindak pidana kejahatan obat dan makanan dengan melakukan peredaran obat palsu dan tanpa izin edar dalam jumlah besar ke seluruh wilayah Indonesia.
Tersangka diduga melanggar UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 Pasal 197 serta UU Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 Pasal 62 ayat (1) dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp1,5 miliar.
Tersangka saat ini telah ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polda Metro Jaya karena diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dan adanya kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.
Selanjutnya tersangka menjalani proses penyidikan oleh PPNS BPOM RI termasuk untuk pengembangan kasus pengungkapan jaringan pengedar obat kuat ilegal lainnya. Dalam pengembangan, tidak menutup kemungkinan ditemukan tersangka baru.
“Penindakan ini merupakan salah satu aksi nyata BPOM RI dalam menghadapi tantangan era revolusi industri 4.0 dimana transaksi perdagangan produk obat dan makanan saat ini telah dilakukan secara online melalui internet,” ujar Penny.
Penny menegaskan akan terus memastikan setiap pelanggaran kejahatan obat dan makanan di Indonesia ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Editor: Dipna Videlia Putsanra