Menuju konten utama

BPK Laporkan Temuan Dalam Pemeriksaan LKPP 2015

BPK laporkan enam temuan masalah dalam pemeriksaan LKPP Tahun 2015 kepada presiden Jokowi. Temuan tersebut terkait mengubah kebijakan akuntansi keuangannya, menetapkan harga jual eceran minyak solar bersubsidi lebih tinggi, piutang bukan pajak, serta dokumen keuangan yang tidak akurat. Menanggapi temuan itu, Presiden Joko "Jokowi" Widodo meminta rekomendasi dan temuan BPK segera ditindaklanjuti.

BPK Laporkan Temuan Dalam Pemeriksaan LKPP 2015
Ketua BPK Harry Azhar Azis. Antara Foto/Moch Asim.

tirto.id - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz melaporkan enam temuan masalah dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2015 kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara Jakarta, Senin (6/6/2016).

"Permasalahan tersebut merupakan gabungan ketidaksesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, kelemahan sistem pengendalian intern, dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Harry.

Temuan pertama yakni saat pemerintah pusat menyajikan Investasi Permanen Penyertaan Modal Negara (PMN) per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.800,93 triliun, yang di antaranya sebesar Rp848,38 triliun merupakan PMN kepada PT PLN.

PLN mengubah kebijakan akuntansinya dari yang sebelumnya pada 2012-2014 menerapkan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 menjadi tidak lagi menerapkan sistem itu, padahal OJK mewajibkan PLN menerapkannya sebagai standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.

"Sebagai akibatnya BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka yang ada," kata Harry.

Temuan kedua yakni pemerintah menetapkan harga jual eceran minyak solar bersubsidi lebih tinggi dari harga dasar, sehingga membebani konsumen dan menambah keuntungan badan usaha melebihi dari yang seharusnya Rp3,19 triliun.

Temuan ketiga yakni menyangkut piutang bukan pajak sebesar Rp1,82 triliun dari uang pengganti perkara tindak pidana korupsi pada Kejaksaan RI dan sebesar Rp33,94 miliar dan 206,87 dolar AS dari iuran tetap, royalti, dan penjualan hasil tambang (PHT) pada Kementerian ESDM tidak didukung dokumen sumber yang memadai serta sebesar Rp101,34 miliar tidak sesuai hasil konfirmasi kepada wajib bayar.

Selanjutnya, temuan keempat yakni persediaan pada Kementerian Pertahanan sebesar Rp2,49 triliun belum sepenuhnya didukung penata usaha, pencatatan, konsolidasi, dan rekonsiliasi barang milik negara, yang memadai serta persediaan untuk diserahkan ke masyarakat pada Kementerian Pertanian sebesar Rp2,33 triliun belum dapat dijelaskan status penyerahannya.

BPK juga menemukan masalah pencatatan dan penyajian catatan dan fisik saldo anggaran lebih yang tidak akurat sehingga kewajaran transaksi dan saldo terkait hal itu sebesar Rp6,60 triliun tidak dapat diyakini.

Temuan terakhir yakni koreksi-koreksi pemerintah yang mengurangi nilai ekuitas Rp96,53 triliun dan transaksi antar entitas sebesar Rp53,34 triliun tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai.

"Terhadap enam permasalahan tersebut, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah perbaikan agar ke depan permasalahan yang mempengaruhi kewajaran laporan keuangan menjadi semakin berkurang dan tidak menjadi temuan berulang," kata Harry.

Menanggapi temuan itu, Presiden Jokowi meminta rekomendasi dan temuan BPK ditindaklanjuti secepatnya.

"Mengenai rekomendasi-rekomendasi yang ada, saya harapkan rekomendasi-rekomendasi tersebut bisa jadi ditindaklanjuti secepatnya karena masih ada sisa rekomendasi yang belum ditindaklanjuti," kata Jokowi saat menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2015.

Presiden mengajak seluruh kementerian/lembaga dan nonkementerian untuk memperbaiki dan berbenah membangun tata kelola keuangan yang transparan dan mempertanggungjawabkan uang rakyat dengan sebaik-baiknya.

"Kita tahu semuanya bahwa penggunaan APBN harus sepenuhnya digunakan untuk kepentingan rakyat, untuk kepentingan masyarakat, dan kita harus bisa memastikan rakyat benar-benar bisa mendapatkan manfaat dari penggunaan APBN tersebut," katanya.

Jokowi menegaskan dalam menyikapi laporan BPK ini, pada intinya bukan predikat yang diraih, melainkan hasil pemeriksaan harus diterima sebagai momentum untuk perbaikan dan pembenahan.

"Hasil pemeriksaan BPK menjadi PR kita untuk meningkatkan akuntabilitas keuangan negara. Kita harus bekerja lebih keras lagi karena esensi dari transparansi dan akuntabilitas adalah bertanggung jawab moral pada konstitusional dan terhadap rakyat," kata Jokowi.

Baca juga artikel terkait EKONOMI

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Penulis: Yantina Debora
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara