Menuju konten utama

BPJS Watch Klaim RUU Kesehatan Berpotensi Ganggu Dana Amanat JKN

Dana Amanat yaitu iuran seluruh rakyat di dalam JKN akan berpotensi digunakan untuk membiayai program Pemerintah yang seharusnya dibiayai APBN.

BPJS Watch Klaim RUU Kesehatan Berpotensi Ganggu Dana Amanat JKN
Warga menunjukkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa (3/11/2020). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

tirto.id - Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan, terutama pada Pasal 425 ayat 2 RUU Kesehatan, akan membuat BPJS Kesehatan menjadi lembaga subordinat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

“Pada pasal 425 ayat 2 memang disebutkan BPJS merupakan badan hukum publik dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan. Tapi pakar hukum tata negara juga pasti akan melihat ini sebagai subordinat BPJS di bawah Kementrian Kesehatan,” kata Timboel dalam Media Briefing di Jakarta Pusat, Jumat (31/3/2023).

Terlebih, timbulnya wacana pembentukan Komite Kebijakan Sektor Kesehatan (KKSK) yang juga tertuang dalam RUU Kesehatan pasal 426, dinilai akan membuat Menteri Kesehatan mempunyai wewenang besar dalam sisi koordinasi antar lembaga.

Timboel menilai bahwa RUU Kesehatan ini akan menggerus independensi BPJS Kesehatan. Hal ini lantas akan berpengaruh pada program BPJS Kesehatan yang dikhawatirkan dapat diintervensi, terutama dalam hal pembiayaan.

“Dana Amanat yaitu iuran seluruh rakyat di dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan berpotensi digunakan untuk membiayai program Pemerintah yang seharusnya dibiayai APBN,” ujar Timboel.

Dengan digunakannya dana masyarakat dalam JKN ini, Timboel khawatir justru akan membebani BPJS Kesehatan dan akan menimbulkan defisit, sehingga manfaat BPJS Kesehatan dikurangi.

Timboel juga mengklaim bahwa RUU Kesehatan ini kabarnya akan kembali dibahas bersama Balai Legislatif (Baleg) yang saat ini disebutnya tengah dibahas oleh Komisi IX DPR RI. Ia menilai pembahasan RUU Kesehatan di Baleg, hanya akan membuat substansi bahasan menjadi terburu-buru dan tidak mendalam.

“Saya mendukung dan mendorong ini di kerjakannya di Komisi IX karena mereka yang memiliki kemampuan membahas ini,” terang Timboel.

Pembahasan RUU Kesehatan di Baleg dinilai tidak memiliki respons yang berkualitas. Sehingga hanya akan membuat aturan Omnibus Law Kesehatan ini buru-buru digolkan.

“Kualitas pembahasannya akan sangat rendah dan kami tetap mendorong ini dibahas di Komisi IX,” ujar Timboel.

Namun, Timboel berharap RUU Kesehatan dari sisi supply akan membuat infrastruktur kesehatan dan pelayanan kesehatan dalam negeri semakin meningkat.

“Kami mendukung RUU Kesehatan ini dari sisi supply di mana fasilitas kesehatan harus hadir di semua kota dan kabupaten harus ada RSUD, termasuk tenaga kesehatan sebagai sumber daya,” kata Timboel.

Baca juga artikel terkait RUU KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri