tirto.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah berkoordinasi untuk melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Plh Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo mengatakan teknis pelaksanaa bagaimana melakukan operasi penanggulangan bencana kekeringan tersebut diputuskan dengan membangun dua posko.
"Jadi di sini koordinatornya BNPB, kemudian BMKG yang memprediksi daerah-daerah yang akan ada potensi awan bisa disemai atau dibuat hujan buatan di sebelah mana, kemudian BPPT yang akan melakukan operasinya, kemudian TNI yang menyediakan pesawatnya," ujarnya saat di Kantor BNPB, Pramuka, Jakarta Timur, Senin (22/7/2019).
Dirinya menerangkan, daerah yang terkena dampak kekeringan seperti di Provinsi Banten, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ia menuturkan, kedua posko tersebut terletak di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta untuk beroperasi di seluruh Jawa. Kemudian, satu posko lagi terletak di Kupang untuk operasi di daerah NTT dan NTB,
"Mungkin kalau Bali juga mengalami, juga akan operasi di Bali. Jadi ada dua pesawat yang disiagakan. Kemudian untuk logistiknya ada pesawat Hercules yang disiapkan TNI untuk misalnya butuh personel atau bahan semai awan dari Jakarta untuk dikirim ke Kupang" tuturnya.
Kemudian Agus pun menerangkan, sejumlah data-data terkait kekeringan yang dari Kementerian Pertanian. Pada data itu, terlihat bahwa luas lahan posko akibat bencana kekeringan selama 10 tahun periode 2009-2019.
"Jadi di situ mulai dari tahun 2009 ada 33.000 hektare yang posko, naik turun pada tahun 2013, dan naik lagi pada tahun 2015. Karena pada tahun 2015 ada elnino, ada kebakaran hutan yang banyak juga dan kekeringan di mana-mana sehingga banyak yang posko. Kemudian mulai turun lagi dan ini pada tahun 2019 yang masuk ke BNPB kita lihat ada 20.269 hektare yang potensi di posko," tuturnya.
Lebih lanjut, jika dilihat dari jumlah provinsi, Agus menuturkan antara 2018 dan 2019, bahwa daerah yang terdampak pada tahun 2018 sebanyak 17 provinsi. Kemudian pada tahun 2019 ada 7 provinsi dan bisa bertambah lagi.
"Kemudian jumlah kabupaten kota yang terdampak ada 111 pada 2018 dan pada tahun 2019 ada 75, ini masih bulan Juli. Kemudian, jumlah kecamatan 888 dan jumlah tahun ini 480," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Alexander Haryanto