tirto.id - Kepala Pusat Data Informasi dan Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari menyatakan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di musim kemarau tidak disebabkan oleh cuaca panas ekstrem maupun fenomena El Nino. Aam, sapaan akrabnya, justru menyatakan 99,99 persen karhurla akibat ulah manusia.
“Pemicu penyebab pasti manusia, karena musim kemarau ini tidak ada petir,” ujar Aam dalam konferensi pers, Senin (11/9/2023).
Cuaca panas, kata Aam, memang bisa menjadi katalis yang menyebabkan karhurla cepat meluas. Namun, bukan menjadi penyebabnya timbul api.
“Jadi bukan karena cuaca panas terjadi karhutla, jadi cuaca panas yang membuat karhutla meluas,” terang Aam.
Aam menyebutkan beberapa aktivitas yang dapat memicu karhutla seperti pembakaran sampah yang tidak dikontrol, pembersihan lahan, ataupun kelalaian seperti membuang puntung rokok, menggunakan pemantik api untuk berfoto hingga meninggalkan bekas api saat memasak di gunung.
BNPB melaporkan, dua pekan terakhir tercatat karhurla sebagai bencana alam paling dominan di Indonesia.
Beberapa wilayah yang mengalami eskalasi kejadian karhutla di antaranya Jawa, Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan. Adapun kekeringan menjadi faktor karhurla di pulau Jawa meluas.
“Terdapat 13 kejadian kekeringan di Jawa barat, 19 di Jawa Tengah dan ada 18 di Jawa Timur,” ucap Aam.
Selama ini, ujarnya, pemerintah memberikan atensi lebih ke daerah gambut potensi karhurla seperti Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah.
Padahal, pulau Jawa juga perlu diperhatikan karena tengah mengalami kekeringan.
“Yang kita pelajari di sini, Provinsi Jawa juga perlu membentuk satgas pengendalian karhutla,” jelas Aam.
Berdasarkan pengalaman kejadian, karhutla di pulau Jawa tergolong cukup tinggi. “Kawasan mereka banyak kawasan padang rumput dan lingkungan tanaman yang cukup rawan terhadap karhutla,” ungkap Aam.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz