tirto.id - Badan Narkotika Nasional (BNN) masih ditemukan kasus peredaran narkoba dijalankan oleh narapidana yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).
Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional, Irjen Pol Arman Depari menduga lapas menjadi tempat yang aman bagi pelaku menjalankan aksinya.
"Mungkin mereka berpikir kalau mereka tidak lagi diawasi oleh petugas BNN dan kepolisian, meski seharusnya pihak lapas lebih mengawasi. Tapi malah mereka merasa lebih bebas," kata Arman di kantor BNN, Selasa (12/3/2019).
Ia juga menambahkan para pelaku berada dalam zona aman dengan menjalankan bisnis narkoba saat berada di lapas dengan menggunakan telepon seluler untuk berkomunikasi kepada anggota sindikat di luar tahanan. "Ya, kira-kira itu yang terjadi," ujar Arman.
Sindikat narkoba di Indonesia, kata dia, biasa merekrut orang dari satu komunitas. Hal ini terbukti dari kasus-kasus yang telah terungkap.
"Sindikat narkoba lokal biasanya merekrut orang-orang dalam satu suku atau komunitas, bahkan kami menemukan dalam kasus jaringan lapas, mereka melibatkan seluruh anggota keluarga,” lanjut Arman.
Kasus narapidana atau pihak lapas yang terlibat dalam peredaran narkoba terjadi di Lapas Salemba, Jakarta Timur.
BNN Provinsi DKI Jakarta membongkar jaringan tersebut, tiga orang ditangkap, seorang di antaranya adalah sipir yang sudah 15 tahun berdinas di lingkungan penjara.
Ada juga, BNN Provinsi Riau menyita 15 kilogram sabu-sabu serta 16.364 butir pil ekstasi dari tangan lima tersangka, yang seluruhnya dikendalikan dari dalam lapas.
BNN juga pernah menyita 25 kilogram sabu dari seorang tersangka bernama Syaifinur alias Pan, Kamis (24/1/2019). Ia diduga merupakan bagian dari jaringan Ramli, narapidana Lapas Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali