tirto.id - Saksi Bimanesh Sutardjo mengakui menyiapkan proses perawatan terdakwa korupsi e-KTP Setya Novanto atas permintaan pengacara Novanto, Fredrich Yunadi.
Bimanesh pun sempat menyinggung status hukum Novanto sebelum berencana merawat Novanto. Fredrich sempat berdalih perawatan medis terhadap Novanto menunggu izin KPK dan mantan Ketua Umum Partai Golkar itu sudah bebas dari perkara korupsi.
Dalam persidangan Fredrich, Kamis (19/4/2018), Bimanesh mengaku sudah mengenal Fredrich sejak 2004. Pada 15 November 2011, Fredrich menghubunginya untuk mengonfirmasi tempat praktik Bimanesh. Sehari berselang, mantan penasihat hukum Setya Novanto itu kembali menghubungi Bimanesh dan mengeluhkan penyakit Novanto.
"Jadi Pak Setya Novanto itu minta dirawat karena mengeluh pusing dan sempoyongan sejak pulang dari RS sebelumnya dia dirawat di [RS] Premier Jatinegara. Terus apakah saya bersedia gak? Ya saya bilang ya silakan," kata Bimanesh dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Setelah menerima permohonan Fredrich, Bimanesh mengaku sempat menanyakan status hukum Novanto. Ia mengetahui kabar Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Kala itu, Fredrich menjawab, mantan Ketua DPR itu sudah bebas.
"Saya tanyakan bagaimana statusnya dan dikatakan sudah bebas karena sudah praperadilan. Jadi ya saya pikir yang disampaikan ya saya terima sebagai pasien biasa," jawab Bimanesh.
Sebagai informasi, Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek e-KTP pada 17 Juli 2017. Ia pun mengajukan praperadilan pada 4 September 2017. Pada 29 September 2017, hakim memutuskan penetapan tersangka Novanto tidak sah dan mantan Ketua DPR itu bebas dari status tersangka. Namun, KPK kembali mengumumkan Novanto tersangka pada Jumat (10/11/2017).
Setelah berbicara status hukum, Bimanesh pun menanyakan tempat Novanto akan dirawat. Fredrich memilih RS Medika Permata Hijau. Bimanesh pun langsung menyerahkan nomor telepon rumah sakit dan meminta Fredrich menghubungi rumah sakit.
Bimanesh pun meminta kepada Fredrich untuk membawa resume penanganan medik sebagai pertimbangan penanganan medis. Fredrich pun menyanggupi permintaan Bimanesh.
"Nanti saya carikan," kata Bimanesh menirukan Fredrich.
Usai ditelepon Fredrich, Bimanesh pun meminta tolong perawatnya untuk menanyakan otoritas rumah sakit. Ia yang kebetulan berada di rumah sakit menghubungi dokter Alia selaku Plt Manajer Medik RS Medika Permata Hijau. Bimanesh pun memberitahukan kepada dr Alia bahwa Setya Novanto akan dirawat rumah sakit dan pihak Novanto akan menghubungi untuk proses perawatan.
Usai praktik sekitar pukul 12.00 WIB, Bimanesh pun pulang ke kediamannya. Tidak sampai 10 menit, pihak rumah sakit mengonfirmasi kepada Bimanesh waktu perawatan Novanto. Ia pun menanyakan kepada Fredrich Yunadi.
"Saya hubungi lagi terdakwa [Fredrich]. Dikatakan ini lagi menunggu izin dari KPK. Pesan itu saya sampaikan ke dokter alia melalui wa-nya bahwa kata pengacaranya masih menunggu dari KPK," kata Bimanesh.
Hakim Zuhri pun mengonfirmasi isi pembicaraan antara Bimanesh dengan dr Alia. Ia pun membacakan BAP yang memuat pembicaraan antara Alia dengan dokter spesialis ginjal dan hipertensi itu.
"Ada dalam BAP sekira jam 12.02. Bunyinya dari dr Alia 'assalamualaikum dokter. Lia tunggu kabarnya apakah jadi atau tidak biar bisa disiapkan sebaik mungkin. Makasih; begitu ya?" tanya hakim Zuhri.
"Betul," jawab Bimanesh.
"Jawab saudara 'ya mbak tunggu saja dulu pengacara akan telepon saya kalau dia dapat izin dari KPK. Saya kabari segera," tanya hakim.
"Betul, Yang Mulia," jawab Bimanesh.
Hakim pun bertanya alasan Fredrich menyebut izin KPK kepada Bimanesh. Bimanesh mengaku tidak mengetahui maksud Fredrich menyebut istilah izin KPK.
"Saya nggak tahu maksudnya izin dari KPK itu hubungan dengan status hukum Setya Novanto. Saya hanya menyampaikan saja bahwa kita punya waktu menunggu apakah nanti diizinkan atau tidak dari KPK. Tapi apakah kaitannya dengan status hukumnya saya gak tahu," kata Bimanesh.
"Saya hanya menyampaikan saja [kepada dokter Alia]," lanjut Bimanesh.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri