Menuju konten utama

Billy Sindoro Keberatan dengan Tuntutan Jaksa dalam Kasus Meikarta

Terdakwa dan tim penasihat hukum Meikarta Billy Sindoro keberatan dengan isi tuntutan JPU KPK dalam kasus korupsi pengurusan izin Meikarta.

Billy Sindoro Keberatan dengan Tuntutan Jaksa dalam Kasus Meikarta
Empat Terdakwa kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta (kanan ke kiri) Billy Sindoro, Henry Jasmen, Fitra Djaja Purnama dan Taryudi bergantian membacakan nota pembelaan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Rabu (27/2/2019) malam. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/pd.

tirto.id - Terdakwa dan tim penasihat hukum kasus korupsi Meikarta Billy Sindoro keberatan dengan isi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi pengurusan izin Meikarta.

Dalam persidangan kasus korupsi Meikarta, Billy menyampaikan nota pembelaan secara pribadi melalui penasihat hukumnya di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu, (27/2/2019).

Billy meyakini, fakta persidangan tidak sesuai dengan isi dakwaan jaksa dan mengaku kaget sampai alami depresi berat karena dituntut 5 tahun penjara oleh Jaksa KPK. Menurutnya, tuntutan itu di luar dugaan dan di luar nalarnya.

"Tuntutan tersebut tidak adil, terlalu berat dan tidak berdasar. Saya mohon majelis hakim mencermati fakta persidangan secara utuh dan memberikan putusan yang adil dan tidak membuat saya serta keluarga menderita atas perbuatan yang tidak pernah saya lakukan," ujar Billy di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Rabu (27/2/2019).

Billy membantah adanya upaya pemberian uang kepada para Pejabat Pemkab Bekasi melalui Fitradjaja Purnama dan Hendry Jasmen. Ia pun menyebut tidak aktif sebagai bagian dan eksekutif Meikarta.

"Saya tidak pernah memimpin pertemuan maupun pengurusan izin karena hal itu bukan kualifikasi dan passion saya. Selain itu saya bukan eksekutif di Meikarta. Saya adalah advisor untuk Siloam Hospitals," kata Billy.

Billy mengklaim, proses persidangan tidak bisa membuktikan keterlibatan timnya dalam pengurusan izin Meikarta. Karenanya, Billy memohon hakim mencermati pertemuannya dengan Fitradjaja Purnama dan Hendry Jasmen maupun Edi Dwi Soesianto hanya sekedar obrolan biasa, bukan membahas perizinan Meikarta.

"Pertemuan kami hanya membicarakan CSR Siloam Hospitals," ucapnya.

Billy berharap, majelis hakim mengkaji keterangan 53 saksi yang dihadirkan jaksa KPK. Menurutnya, fakta sidang hanya membuktikan Fitradjaja Purnama, Hendry Jasmen dan Taryudi yang melakukan perbuatan sesuai dakwaan akibat adanya pemerasan.

"Dakwaan pemberian uang Rp16,2 Miliar dan 270 ribu dolar Singapura pun dalam persidangan terungkap saya tidak memiliki kaitan. Saya tak memberikan uang maupun janji. Para saksi juga menyatakan tak pernah komunikasi dengan saya sehingga sangat jelas dan tegas saya tidak memiliki kaitan dengan semua uang dan janji itu," jelas dia.

Billy meminta hakim bisa membebaskannya dari segala dakwaan, karena ia akan fokus dalam kegiatan kerohanian sebagai tempat pengabdiannya saat ini.

"Saya akan sedih dan tertekan membayangkan ribuan orang yang sangat mengharapkan pelayanan saya. Saya sudah bertekad sisa umur saya untuk membantu program pemerintah khususnya bidang pengentasan kemiskinan dan kebodohan," imbuh Billy Sindoro.‎

Pengacara Billy, Ervin Lubis menyatakan, tuntutan 5 tahun penjara kepada Billy tidak masuk akal.

"Tuntutan lima tahun sungguh di luar dugaan dan di luar nalar kami‎. Tuntutan tersebut tidak adil, terlalu berat dan tidak berdasar," kata Ervin dalam keterangannya, Rabu (27/2/2019).

Ervin menjelaskan, tim penasihat hukum tidak sepakat dengan dakwaan maupun tuntutan hakim, karena fakta tidak sesuai dakwaan yang ada.

Dia mengacu pada keterangan Billy bahwa tidak ada pemberian uang kepada para Pejabat Pemkab Bekasi melalui Fitradjaja Purnama dan Hendry Jasmen dan tidak terlibat mengatur perizinan proyek Meikarta. Pihaknya pun tidak sepakat dengan dakwaan jaksa penuntut umum.

"Dakwaan tersebut hanya didasarkan dugaan dan asumsi karena kliennya tidak melakukan perbuatan sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan," pungkas Ervin.

Baca juga artikel terkait KASUS MEIKARTA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno