Menuju konten utama

BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di 5,75 Persen, Ini Alasannya

Bank Indonesia memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di 5,75 persen.

BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di 5,75 Persen, Ini Alasannya
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo berjalan saat akan menyampaikan keterangan pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (19/1/2023). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/YU

tirto.id - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di 5,75 persen. Selain itu, bank sentral juga menahan suku bunga deposit facility tetap yaitu 5,0 persen persen dan suku bunga lending facility di 6,5 persen.

“Berdasarkan hasil asesmen dan prospek ekonomi kedepan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 21 dan 22 Juni 2023 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,75 persen," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers Pengumuman Hasil RDG Juni 2023, di Kantornya, Jakarta, (22/6/2023).

Perry menjelaskan, keputusan mempertahankan suku bunga ini tetap konsisten untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan. Bank Sentral meyakini suku bunga yang ada saat ini 5,75 persen tersebut memadai untuk mengarahkan inflasi inti tetap berada pada kisaran 3 plus minus 1 persen pada di sisa tahun 2023-2024.

"Dan inflasi indeks harga konsumen IHK dapat kembali di ke dalam sasaran 3 plus minus satu 1 persen pada kuartal III-2023," jelasnya.

Sebelumnya, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) sebelumnya memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan kembali menahan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) siang ini. Hal ini mempertimbangkan kondisi inflasi yang masih cukup baik.

"Kami melihat bahwa BI harus tetap mempertahankan suku bunga kebijakannya di 5,75 persen untuk saat ini guna menjaga stabilitas harga dan nilai tukar sambil melanjutkan langkah-langkah makroprudensial agar tetap akomodatif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," ujar Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky dalam risetnya, Kamis (22/6/2023).

Dia menuturkan, angka inflasi diperkirakan akan semakin menurun dan berada dalam kisaran target BI, dengan inflasi inti yang masih terkendali. Meski menyempit, neraca perdagangan Indonesia tetap mencatatkan surplus.

Selain itu, kondisi ekonomi domestik juga masih kuat dengan permintaan yang meningkat, menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan. Dari sisi eksternal, jeda kenaikan suku bunga kebijakan oleh the Fed saat ini membawa angin segar bagi Indonesia untuk menikmati arus modal masuk.

Permintaan obligasi Indonesia masih menjanjikan karena perbedaan imbal hasil antara obligasi pemerintah Indonesia dan US Treasury masih menarik. Episode aliran modal masuk yang terus berlangsung mendorong Rupiah menguat ke kisaran Rp14.800 - Rp14.900.

Selain itu, tingkat cadangan devisa saat ini juga masih cukup untuk mendukung ketahanan eksternal. Terlepas dari itu, BI harus tetap mencermati langkah the Fed dalam pertemuan FOMC di bulan depan. Begitu Fed menaikkan suku bunga acuannya, hal itu dapat mempengaruhi perbedaan imbal hasil dan memicu arus modal keluar.

Baca juga artikel terkait SUKU BUNGA ACUAN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin