Menuju konten utama

Betapa Rawannya ASN Memanfaatkan Jabatan untuk Pilkada 2020

ASN yang maju di pilkada tidak cukup mengundurkan diri saat dicalonkan. Sebab sebelum itu sangat mungkin mereka menggunakan statusnya untuk kepentingan pribadi.

Betapa Rawannya ASN Memanfaatkan Jabatan untuk Pilkada 2020
Peserta sosialisasi penggunaan Sistem Informasi Pencalonan (Silon) menunjukkan Sistem Informasi Pencalonan (Silon) di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (11/12/2019). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/foc.

tirto.id - Sekretaris Daerah Tangerang Selatan, Muhammad, berencana maju dalam Pilkada Tangerang Selatan 2020. Ia lalu mengundurkan diri sebagai jabatan aparatur sipil negara (ASN) enam bulan sebelum hari pencoblosan, 9 Desember.

Muhammad akan didampingi oleh Saraswati Djojohadikusumo, keponakan Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

ASN memang harus mengundurkan diri secara tertulis sejak ditetapkan sebagai calon dalam pemilihan umum berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, juga Pasal 4 ayat (1) u Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2020.

Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Demokrasi dan Pemilu (Perludem) Titi Anggraini, syarat mengundurkan diri itu tidak cukup. Dalam kasus di atas, Titi menduga si calon sudah melakukan komunikasi politik dengan partai pengusung ketika masih menjadi ASN--sikap yang dinilai keliru.

"Seorang ASN yang masih aktif, apalagi menjabat posisi struktural penting namun sudah melakukan komunikasi politik dengan partai-partai untuk kepentingan pencalonannya di pilkada, jelas merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip netralitas berdasar UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN," kata Titi kepada wartawan Tirto, Selasa (28/7/2020) pagi.

Muhammad diusung lewat surat rekomendasi pada 20 Juli lalu, dan dia baru mengatakan akan mundur pada 27 Juli 2020. Titi menduga minimal selama tujuh hari terakhir ia berkomunikasi intensif dengan partai politik. Ini belum termasuk komunikasi yang dilakukan sebelum namanya resmi diusung. Menurutnya aktivitas politik Muhammad sebagai ASN sudah sangat kasat mata.

Titi lantas mendesak Bawaslu RI, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memberi sanksi kepada semua ASN yang berlaku seperti Muhammad. Sebab, jika dibiarkan, "maka kualitas demokrasi kita menjadi terancam dan kredibilitas Pilkada 2020 jadi pertaruhannya."

"Pilkada di masa pandemi ini biayanya cukup mahal, mestinya tidak dipertaruhkan dengan perilaku tidak jujur dan adil dari para calon. Jangan sampai ditampilkan ironi perilaku ASN yang aktif bermanuver politik tapi sama sekali tidak ada sanksi," Titi menegaskan.

Titi lantas mengatakan revisi PKPU yang mengharuskan ASN mundur saja tidak cukup. Ia menilai UU Pemilu juga harus diubah.

Ia mengusulkan ASN, polisi, dan TNI, harus mundur dari jabatannya minimal satu tahun sebelum pencalonan. Ini kudu dilakukan untuk memastikan pilkada berjalan setara, juga untuk "menghindari patgulipat dan ketidaknetralan ASN saat proses komunikasi politik untuk mencari dukungan pencalonan ke partai-partai. Pasti proses itu berlangsung cukup lama sebelum pendaftaran calon dibuka."

"Ini juga untuk menghindari proses pencalonan yang injury time atau serba mendadak dan bisa jadi kental aroma politik transaksional," tambahnya.

Cuti Saja Tidak Cukup

Peneliti Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Ikhsan Maulana menyoroti tema berbeda tapi masih bersinggungan: kewajiban cuti bagi petahana, yang diatur dalam Pasal 70 ayat 3 UU 10/2016 tentang Pilkada.

Menurutnya, si kepala daerah harus mengundurkan diri karena jika hanya cuti saja tetap ada ruang penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Selain itu, katanya kepada wartawan Tirto, Selasa pagi, "ini untuk memberikan kesetaraan kepada siapa pun calon yang akan berkontestasi."

Petahana akan selalu diunggulkan ketimbang pesaingnya. Ini sudah jadi rahasia umum. Dalam konteks Pilpres 2019, misalnya, sebuah riset menyimpulkan Jokowi sebagai petahana mendapatkan lebih banyak pemberitaan ketimbang Prabowo. Pemberitaan positif tentangnya juga lebih banyak.

Penantang Muhammad, Benyamin Davnie, adalah petahana. Ia sudah dua periode menjadi wakilnya Airin Rachmi Diany. Ia sudah mengurus izin cuti saat masa kampanye. Rencananya, ia cuti 70 hari.

Benyamin dipinang oleh Partai Golkar sejak Maret lalu. Ia akan didampingi oleh politikus muda bernama Pilar Saga Ichsan.

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, mengaku sepakat dengan usulan revisi beberapa UU yang mengatur ketentuan ASN harus mundur, terutama satu tahun sebelum pencalonan seperti usul Titi.

"Kami pertimbangkan serius. Saya setuju. Konflik kepentingan sangat mungkin terjadi," kata Mardani saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa pagi. Mardani menilai revisi RUU Pemilu, RUU Pilkada dan RUU ASN mesti satu paket.

Ia mengatakan akan memaksimalkan kinerja Komisi II DPR RI agar menghadirkan kompetisi yang seimbang.

"Revisi UU perlu untuk mencegah adanya peluang penyalahgunaan wewenang, termasuk gagasan ASN diperlakukan seperti TNI/Polri--yang tidak punya hak pilih. Agar dapat fokus bekerja profesional," katanya.

Terakhir, ia juga meminta para kontestan "mengedepankan etika," sementara bagi masyarakat dapat mengawasi bersama. "Karena kekuatan pengawasan yang utama ada pada masyarakat," katanya menegaskan.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2020 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino