tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat sejumlah persoalan yang mesti diselesaikan oleh calon Panglima TNI mendatang. Catatan KontraS terjadi selama komando kepemimpinan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto periode 2017-2021.
"Catatan evaluatif ini menggunakan perspektif hak asasi manusia yang kami analisis berdasarkan aturan hukum nasional dan internasional dengan penggunaan data terbuka, baik melalui pemantauan media maupun pengaduan kasus yang masuk ke KontraS," ujar Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam laporan, Kamis (16/9/2021).
KontraS menilai selama kepemimpinan Hadi, TNI berupaya menduduki jabatan sipil. Terdapat 10 perwira TNI aktif menjabat komisaris di BUMN dan staf khusus menteri. Hal itu bertentangan dengan prinsip profesionalisme TNI.
Begitu juga keterlibatan TNI dalam penanganan pandemi Covid-19. KontraS menilai seharusnya tidak terjadi. Sebab semestinya pemerintah menyerahkan upaya mitigasi dan penanganan pandemi kepada otoritas kesehatan.
"Selain itu, keterlibatan militer selama ini juga terbukti tidak berhasil dalam menurunkan angka penyebaran COVID-19 secara signifikan," ujarnya.
KontraS juga mengecam keterlibatan TNI dalam penanganan aksi unjuk rasa, seperti yang terjadi saat May Day, insiden 21-22 Mei 2019, dan aksi protes mahasiswa 23-24 September 2019.
Serta memburuknya hubungan TNI dan Polri. Hal itu ditandai dengan konflik yang banyak terjadi. KontraS mencatat 19 konflik TNI-Polri meliputi penganiayaan, penembakan, bentrokan, perusakan fasilitas, dan intimidasi.
Begitu juga dengan sikap TNI dalam konflik agraria di Indonesia. KontraS mencatat bentuk okupasi lahan oleh TNI dalam masa kepemimpinan Hadi. Sebuah tindakan militerisme dalam ranah sosial, yang menurut KontraS, seharusnya tak pernah terjadi.
"Kerentanan TNI untuk menggunakan cara-cara intimidatif dan arogan terhadap warga yang bersengketa dengannya merupakan catatan yang harus dievaluasi oleh Panglima TNI ke depannya," tutur Fatia.
Kemudian persoalan yang kerap berulang ialah, kekerasan di Papua. Semasa era Hadi, KontraS mencatat 58 peristiwa kekerasan terjadi, menyebabkan 135 korban luka dan 69 korban tewas. Pendekatan-pendekatan militeristik di Papua terbukti tanpa hasil dan tak bisa menyelesaikan konflik.
"Sejumlah catatan di atas menggambarkan bahwa Panglima TNI selanjutnya memilki pekerjaan berat dalam memimpin institusi beberapa tahun ke depan. Pergantian Panglima tak boleh hanya menjadi agenda yang sifatnya formalistik belaka, melainkan harus menjadi momentum perbaikan tubuh TNI," ujarnya.
Perbincangan suksesi kursi Panglima TNI jelang Marsekal TNI Hadi Tjahjanto pensiun pada 8 November 2021 semakin menghangat. Istana sebut surat presiden (Surpres) soal penunjukan panglima belum dikirim meski sejumlah politikus di DPR telah bicara soal suksesi, bahkan menyebut salah satu kepala staf pasti jadi panglima.
"Sampai saat ini, memang surat presiden terkait penyelenggaraan fit and proper test memang belum ke DPR. Jadi bersabar saja, pasti segera dikirim," kata Staf Khusus Menteri Sekretariat Negara Bidang Komunikasi dan Media Faldo Maldini dalam keterangan tertulis, Senin (13/9/2021).
Faldo mengatakan Jokowi akan memilih berdasarkan beragam aspek: kompetensi serta mampu menyelesaikan banyak persoalan seperti pandemi COVID, pengembangan SDM dan karier internal TNI, pengembangan alutsista hingga interoperabilitas 3 matra.
"Yang jelas, tidak mungkin posisi panglima kosong ketika Marsekal Hadi Tjahjanto memasuki masa pensiun," kata dia. Kini, setidaknya ada 3 orang yang menjadi kandidat suksesi Hadi, yakni KSAD Jenderal Andika Perkasa, KSAL Laksmana Yudo Margono dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo. Dari ketiga kepala staf tersebut, dua yang digadang-gadang bersaing, yakni Andika dan Yudo.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto