Menuju konten utama

Beragam Masalah Proyek Smelter Kebanggaan Menko Luhut

Proyek besar Menko Luhut salah satunya adalah pembangunan smelter. Tapi proyek ini kerap bermasalah, dari mulai lingkungan sampai isu tenaga kerja.

Beragam Masalah Proyek Smelter Kebanggaan Menko Luhut
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (kanan) berbincang dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat menghadiri Sidang Kabinet Paripurna di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.

tirto.id - Kawasan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), menaungi pabrik smelter di Halmahera Tengah, Maluku Utara, dilanda banjir setinggi 50 cm usai turun hujan selama tiga jam saja, sekitar pukul 3 sampai 6 sore.

Manajer Komunikasi PT IWIP Bilal mengatakan banjir berasal dari sungai Ake Sake yang meluap, dan itu adalah hal biasa. “Dalam sejarah sungai Ake Sake itu akan banjir kalau hujan deras selama empat jam,” ucapnya, Rabu (26/8/2020), mengutip Halmahera Post.

Namun Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara Munaidi Kilkoda mengatakan sebaliknya. Banjir diyakini karena rusaknya lingkungan sekitar. Beralih fungsinya lahan dan hutan untuk kepentingan pabrik menyebabkan minimnya daerah resapan. Area hutan bakau di area itu katanya juga kehilangan fungsinya, pun dengan beberapa anak sungai.

Kondisi diperburuk dengan sistem drainase yang tidak memadai.

“Kawasan itu sebelum dibuka IWIP tidak banjir, karena dulu kawasan itu adalah hutan dan perkebunan warga. Sekarang sudah menjadi kawasan industri,” ucap Munaidi saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (27/8/2020).

Munaidi mengatakan situasi ini jauh dari klaim pemerintah yang menyatakan kehadiran industri akan berdampak baik bagi hajat hidup masyarakat. Yang terjadi justru para petani dan nelayan merugi. Oleh karena itu, katanya, “harus ada ganti kerugian, juga tanggung jawab melakukan pemulihan.”

Penjelasan Munaidi ini juga bertolak belakang dengan klaim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Kamis (30/8/2018). Waktu itu Luhut sempat membanggakan pabrik ini lantaran dibangun dengan memenuhi kaidah ramah lingkungan.

Deputi VI Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto hanya mengatakan pemerintah pusat tengah mencari tahu penyebabnya ketika diminta komentar soal pernyataan Munaidi. “Lagi dicek. Lagi diinvestigasi,” katanya dalam pesan singkat, Rabu (26/8/2020). Pemprov Maluku katanya juga sedang menggelar investigasi.

Kendati demikian, aspek lingkungan menurutnya memang tetap perlu diperhatikan agar banjir tidak terulang. “IWIP diharapkan melakukan kajian desain lingkungan,” ucap Seto.

Bukan Hanya Lingkungan

Persoalan lingkungan bukan satu-satunya penghambat mimpi smelter Indonesia, proyek yang telah diakselerasi luhut kala menjabat menko pada 2016 lalu.

Tahun itu Luhut memperpanjang relaksasi ekspor konsentrat antara tiga sampai lima tahun. Selama masa itu, perusahaan diminta memenuhi kewajiban hilirisasi mineral dengan membangun smelter (pabrik pengolahan dan pemurnian bijih tambang).

Dalam sebuah diskusi virtual pada Juni lalu, Luhut bilang jika proyek pembangunan smelter yang ada di Kabupaten Konawe dan Morowali rampung, “tahun ini kita bisa dapat devisa ekspor 9 miliar dolar AS dari stainless steel dan carbon steel dari empat industri yang ada di daerah sana.”

Proyek ini sempat bikin gaduh pada Mei lalu karena mendatangkan ratusan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Cina. Buruh lokal menolak kedatangan mereka.

Staf khusus Menteri ESDM Irwandy Arif mengatakan sebelum pandemi COVID-19 sudah banyak pembangunan terganggu akibat masalah pendanaan sampai kendala energi. Setelah COVID-19 melanda, pembangunan smelter semakin terganggu dan molor lebih jauh. Irwandy mengatakan jika COVID-19 masih ada sampai akhir 2020 saja, maka banyak pembangunan smelter akan tertunda ke 2023.

“COVID-19 baru berakhir di 2020, mundur ke 2023. Kalau COVID-19 berlanjut 2021, lebih lama lagi penundaannya,” ucap Irwandy saat dihubungi, Kamis (27/8/2020).

Salah satu contohnya adalah smelter Feronikel Antam di Halmahera Tengah yang terpaksa molor sampai Juni 2020 karena keterlambatan kontraktor anak usaha PLN. Pembangunan smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) juga tertunda meski sudah didivestasi pada 2018 lantaran belum memperoleh pendanaan di 2019.

Kamis (27/8/2020) kemarin, PTFI meminta pembangunan smelter ditunda satu tahun atau menjadi 2024. PTFI bilang mereka terkendala vendor dan kontraktor yang terhalang pembatasan di negaranya masing-masing akibat COVID-19. Belakangan, Gresik Jawa Timur yang jadi lokasi smelter, masuk zona merah COVID-19.

Di luar kasus itu, Irwandy memaparkan jumlah smelter yang dibangun saat ini juga sudah menyusut. Dari 100 menjadi 57 per tahun lalu, dan kini tinggal 48. Dari 48 itu, hanya 17 yang selesai 100 persen per 2019 sehingga ada sisa 31 proyek yang harus dikejar. Ia tak menjawab bagaimana jika itu tak tercapai. Ia hanya memastikan prosesnya akan cukup menantang, sebab sebelum pandemi saja penambahan smelter baru hanya 3 per tahun.

“Kami masih monitor satu-satu kapan jadinya. Katakanlah tahun depan bisa cuma 1 atau 2, tapi tergantung kemajuan,” ucap Irwandy.

Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan pemerintah akan memastikan pembangunan smelter terus berjalan sehingga target 2023 dapat tercapai. Bahkan, katanya, ada tim khusus untuk perkara ini.

“Sudah ada tim khusus kementerian yang mengawal pembangunan smelter, termasuk PTFI,” ucap Ridwan dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI, Kamis (27/8/2020).

Baca juga artikel terkait SMELTER atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino