tirto.id - Direktur Utama PT Hanson Internasional (TBK), Benny Tjokrosaputro ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Jiwasraya oleh Kejaksaan Agung.
Usai diperiksa lebih dari delapan jam hari ini, Selasa (14/1/2020), Benny keluar dari gedung Bundar Kejagung dengan rompi berwarna merah muda bertuliskan "Tersangka".
Benny Tjokro keluar dari tempat pemeriksaan sektor pukul 17.00 WIB langsung digiring ke dalam mobil Kejagung berpelat B-1492-WQ dan meninggalkan gedung Kejagung.
Kuasa hukum Benny Tjokro, Muchtar Arifin mengaku kecewa dengan penahanan kliennya sebagai tersangka.
Ia juga mengatakan, sejauh ini urusan Hanson dengan Jiwasraya hanya terkait pembelian surat utang jangka menengah (MTN) tahun 2015. Menurut dia, utang tersebut pun sudah dilunasi Hanson pada tahun 2016.
"Nalar saya enggak masuk dengan kasus ini," ujarnya di gedung Tipidsus Kejagung.
Selain Benny, hari ini Kejagung memeriksa mantan direktur keuangan Jiwasraya Harry Prasetyo dan Presiden Komisaris Trada Alam Mineral Heru Hidayat.
Kejaksaan Agung menyelidiki Jiwasraya untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana.
Adanya dugaan penyalahgunaan investasi yang melibatkan grup-grup tertentu (13 perusahaan) yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Hal ini diduga terkait transaksi-transaksi tersebut, Jiwasraya sampai dengan bulan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 Triliun.
Potensi kerugian tersebut timbul karena adanya tindakan yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yakni terkait dengan pengelolaan dana yang berhasil dihimpun melalui program asuransi JS Saving Plan.
Asuransi JS Saving Plan telah mengalami gagal bayar terhadap Klaim yang telah jatuh tempo sudah terprediksi oleh BPK-RI sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan dan biaya operasional.
Jiwasraya dianggap merugikan negara karena berinvestasi pada aset aset-aset dengan high risk (resiko tinggi) untuk mengejar high return (keuntungan tinggi) yakni penempatan saham sebanyak 22,4% senilai Rp5,7 Triliun dari Aset Finansial.
Dari jumlah tersebut, 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik (LQ 45) dan sebanyak 95 persennya merupakan dana yang ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
Kedua adalah Penempatan Reksadana sebanyak 59,1 persen senilai Rp14,9 Triliun dari Aset Finansial.
Dari jumlah tersebut, 2 persennya yang dikelola oleh manajer investasi Indonesia dengan kinerja baik (Top Tier Management) dan 98 persennya dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Zakki Amali