tirto.id - Setelah menjadi pendamping hukum bagi salah satu warga asal Boyolali, Jawa Tengah bernama Dakun untuk melaporkan Prabowo Subianto, Muannas Al Aidid diserang di media sosial. Perundungan itu salah satunya dilayangkan akun Twitter @Jokoedy6 yang diduga milik Djoko Edhi Abdurrahman.
Djoko mencuitkan foto Dakun dan Muannas dipasang bersebelahan dengan foto pimpinan Ketua Central Committee Partai Komunis Indonesia (PKI), Dipa Nusantara (DN) Aidit, pada Senin (5/11/2018). Dalam foto itu terdapat tulisan, "Ilya Aidit anak DN Aidit yang melaporkan Pak Prabowo."
Di bawah kedua foto itu, terdapat tulisan konspiratif: "Selama ini Pak Prabowo adalah orang yang paling tidak suka dengan komunis. Jadi sampai sini paham kan..??"
Cuit akun Twitter @Jokoedy6 sebelumnya, "Yg menarik perhatian, yg laporkan Prabowo ke polisi adalah anak tokoh PKI, DN Aidit, Ilya Aidit. Ketemu musuh bebuyutan!"
Isu tersebut dimunculkan usai Muannas Al Aidid melaporkan Prabowo ke Polda Metro Jaya. Laporan ini terkait ucapan "tampang Boyolali" dalam pidato Prabowo di Jawa Tengah beberapa waktu yang lalu. Prabowo diduga mendistribusikan informasi elektronik yang bermuatan kebencian.
Al Aidid Marga Keturunan Nabi
Muannas menampik tuduhan akun @Jokoedy6 itu. Menurut Muannas tuduhan tak punya dasar yang jelas dan sampai sekarang, tidak ada bukti Dakun ataupun dirinya adalah keturunan dari DN Aidit.
Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini menyebut nama Aidid yang dipakainya dipelintir sejumlah orang tak bertanggung jawab seolah-olah namanya adalah Aidit. Al Aidid, kata Muannas, adalah nama Habaib atau nama yang kerap dipakai keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Berdasarkan data yang dihimpun Tirto dari Rabithah Alawiyah, nama Al Aidid tercatat sebagai nama Gabillah Saadah Alba’awaiy di dunia.
"Hubungan dari mana itu nama Habaib sama PKI? Itu kan narasi-narasi mereka [orang yang berseberangan dengan Muannas]. PKI terus. Tuduhan mereka cuma bisa gitu," kata Muannas kepada reporter Tirto, kemarin (6/11/2018).
Isu "Aidid keturunan PKI" sebenarnya sudah dimainkan sejak dia menjadi pendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, pada 2017. Jonru Ginting yang berbeda pandangan dengan Muannas Al Aidid mempelesetkan namanya Al Aidid menjadi Aidit di status Facebook-nya.
Kabar bohong itu kemudian menyebar dan banyak meme bermunculan yang membingkai Al Aidid bagian PKI. Hasilnya, Jonru dilaporkan ke kepolisian atas tuduhan pencemaran nama baik.
"Mungkin ada kekhawatiran Pak Prabowo mereka pikir bakal kayak Ahok [dijerat pidana]. Dulu kasus Ahok, kan, hampir sama, dia mencalonkan terus melaporkan, terus ada gerakan massa. Kemudian kalau isu ini [pelaporan Prabowo ke Polda Metro Jaya] dibiarkan bergulir, ini bisa membahayakan Prabowo," kata Muannas mengklaim.
Masalah PKI ini, kata Muannas, tak muncul sebelum dia memutuskan jadi pendukung Ahok dan Jokowi. Pada 2008, Muannas Al Aidid ikut membela Rizieq Shihab dalam kasus penyerangan jemaah Ahmadiyah di Monumen Nasional atau lebih dikenal dengan Insiden Monas. Dengan pembelaan Muannas, Rizieq divonis penjara 1 tahun 6 bulan.
Sebelumnya pada 1999, Muannas juga bergabung dalam Tim Pengacara Muslim bentukan Achmad Michdan. TPM terkenal karena sering membantu advokasi terduga teroris seperti pelaku Bom Bali I dan II, pelaku bom Kedutaan Besar Australia, pelaku bom Cimanggis, dan juga Abu Bakar Ba’asyir.
"Dulu enggak ada [tudingan PKI] karena mereka tahu saya keturunan Habaib. Sekarang mereka hoaks, aja, dan fitnah karena enggak cocok dukungan. Ampun, dah," kata Muannas.
Elite Partai Harus Edukasi Simpatisannya
Muannas Al Aidid tak mau melaporkan akun @Jokoedy6. Menurutnya pelaporan itu hanya buang-buang tenaga.
Langkah Muannas diapresiasi Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax (MIAH) Septiaji Eko Nugroho. Septiaji berkata langkah itu tepat karena pelaporan pidana adalah cara terakhir untuk menyelesaikan masalah.
"Kalau ada konflik sosial untuk saling sebar hoaks, itu solusi adalah untuk mediasi," ujar Eko kepada reporter Tirto.
"Karena kalau pidana, pertama penjara akan penuh, dan kedua dendam. Dendam itu enggak akan pernah usai dan akan terus berlanjut," imbuhnya.
Solusi ini ditawarkan Eko lantaran ia menilai klarifikasi atas hoaks tidak akan punya hasil efektif. Eko mengibaratkan kejadian ini seperti echo chamber effect, yakni saat seseorang hanya mempercayai apa yang disajikan orang yang sudah mereka percaya sebelumnya, terlepas kabar itu hoaks atau tidak.
"Kuncinya adalah kerelaan dari para elit politik untuk meninggalkan ego mereka dalam berkontestasi politik untuk tidak menghalalkan segala cara," jelasnya.
Saat ini, Mabes Polri tengah sibuk memberantas hoaks yang bertebaran di masyarakat, salah satunya yang diberantas terkait tudingan pada Al Aidid. Namun Kepala Biro Penerangan Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo menilai hoaks yang berupa pencemaran nama baik, sebaiknya diadukan karena polisi belum tentu bisa langsung bertindak.
"Nanti tim siber akan menganalisis dengan para ahli untuk mengkonstruksikan peristiwa pidananya," tegas Dedi kepada reporter Tirto.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dieqy Hasbi Widhana