Menuju konten utama

Benarkah Politik Dinasti Duterte di Filipina Mirip Indonesia?

Cara Duterte membangun dinasti politik di Filipina dengan menjadikan anaknya sebagai wakil presiden. 

Benarkah Politik Dinasti Duterte di Filipina Mirip Indonesia?
Presiden Filipina Rodrigo Duterte berbicara selama pertemuan dengan Satuan Tugas Antar-Lembaga untuk Penyakit Menular yang Muncul di istana kepresidenan Malacanang di Manila, Filipina pada Selasa 24 Agustus 2021. King Rodriguez/ Divisi Fotografer Kepresidenan Malacanang via AP

tirto.id - Politik dinasti semakin santer diperbincangkan usai putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka resmi diumumkan menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto pada Minggu malam, 22 Oktober 2023.

Sebelum resmi menjadi Cawapres Prabowo, Gibran memang sudah didorong oleh sejumlah pihak untuk dapat ikut dalam kontestasi Pilpres 2024.

Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB), Afriansyah Noor secara pribadi pernah meminta izin kepada Presiden Jokowi agar Gibran maju sebagai Cawapres Prabowo.

Menurut dia, pasangan Prabowo di Pilpres 2024 haruslah sosok yang bersih rekam jejaknya, dan sosok yang paling ideal di matanya saat ini adalah Gibran.

Presiden Jokowi lalu menanggapi pernyataan Afriansyah dengan menyebut Gibran masih terlalu muda dan baru 3 tahun menjadi Wali Kota Solo. Presiden Jokowi juga khawatir majunya Gibran akan muncul isu politik dinasti dari masyarakat.

Afriansyah kemudian, menjelaskan bahwa politik dinasti sudah lumrah terjadi di Indonesia, sembari menyebutkan contoh dinasti politik yang ada di Tanah Air.

Namun, pada Jumat, 13 Oktober 2023 saat ditanya mengenai anggapan masyarakat terkait politik dinasti yang sedang dia lakukan saat ini, Presiden Jokowi menjawab bahwa dia akan menyerahkan penilaian itu kepada masyarakat saja.

Usai Gibran resmi diusung sebagai Cawapres Prabowo di Pilpres 2024, Presiden Jokowi mengatakan, sebagai orang tua dia hanya mendoakan dan merestui.

"Ya orang tua itu hanya tugasnya mendoakan dan merestui. Keputusan semuanya karena sudah dewasa jadi jangan terlalu mencampuri urusan yang sudah diputuskan oleh anak-anak kita," ucap Jokowi usai menghadiri Apel Hari Santri 2023 di Tugu Pahlawan, Jawa Timur, Minggu (22/10/2023).

Politik dinasti ternyata bukan hanya persoalan yang sedang dihadapi Indonesia, negara tetangga Filipina pun demikian.

Kisah Politik Dinasti di Filipina

Kisah politik dinasti di Filipina jelas terlihat saat ini, pasalnya negara itu sedang dipimpin oleh presiden dan wakil presiden yang merupakan dua anak dari pemimpin terdahulu.

Bongbong Marcos adalah Presiden Filipina yang mulai menjabat sejak 30 Juni 2022. Dia adalah putra dari Presiden Filipina Ferdinand E. Marcos yang digulingkan dari kekusaannya melalui people power pada 1986.

Sejak menjabat pada 30 Desember 1965 hingga 25 Februari 1986, Ferdinand E Marcos dikenal sebagai pemimipin yang diktaktor dan korup.

Sementara itu, kursi wakil presiden sejak 30 Juni 2022 diduduki oleh Sara Duterte-Carpio, yang tidak lain dan tidak bukan adalah putri dari Rodrigo Duterte, presiden Filipina.

Ini bukan kali pertama bagi Sara mengikuti jalur politik ayahnya. Sebelumnya, saat Rodrigo Duterte berhasil menduduki jabatan orang nomor satu di Filipina, Sara menggantikan jabatan terdahulu sang Ayah yaitu sebagai Wali Kota Davao pada periode 2010–2013.

Dinasti politik di Filipina bukanlah hal yang baru. Richard Heydarian, seorang pakar politik Filipina, mengatakan pada NPR bahwa dinasti politik merupakan fitur dominan di negara itu, dengan 70 persen hingga 90 persen jabatan yang dipilih dikuasai oleh keluarga berpengaruh.

Berdasarkan standar tersebut, pasangan Marcos-Duterte semakin membawa politik klan yang kuat ke tingkat yang lebih tinggi lagi, kata profesor ilmu politik Diliman University of the Philippines, Aries Arugay.

Berbicara di sebuah forum online baru-baru ini di Center for Strategic and International Studies, Arugay mengatakan bahwa dinasti generasi kedua berperilaku seperti "kartel".

Ia mengatakan bahwa kalkulus mereka sangat merusak sekaligus sederhana: "Mengapa kita tidak bisa berbagi kekuasaan, membatasi persaingan, dan memastikan bahwa pemenang pemilihan presiden dan pemilihan nasional berikutnya berasal dari kita?"

Selain faktor keluarga, ada pula faktor selebriti. Heydarian mencatat adanya penyempitan demokrasi dalam pasangan dinasti dengan kelas selebritas, yang meliputi mantan bintang film, tokoh televisi, dan tokoh olahraga.

Ia mengatakan bahwa kedua kelompok elit ini memonopoli jabatan nasional, menempatkan jabatan terpilih di luar jangkauan banyak orang Filipina biasa yang menurutnya memiliki kemampuan dan hasrat untuk melayani, tetapi secara efektif dihalangi untuk berpartisipasi penuh.

Hal ini menjadi "ejekan" bagi demokrasi, kata Heydarian, namun juga merupakan tren yang mungkin sulit untuk diubah.

"Bagaimanapun juga, dalam politik Anda membutuhkan tingkat pesan tertentu, mesin komunikasi dan karisma," katanya. Terutama di era media sosial, "Ini bukan untuk orang-orang yang membosankan."

Ciri-Ciri Politik Dinasti Menurut Pengamat Politik

Lektor Kepala Program Studi Ilmu Pemerintah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Titin Purwaningsih, menulis presentasi berjudul “Politik Dinasti di Indonesia: Sejarah dan Dampaknya Bagi Demokrasi”.

Titin bilang, politik dinasti adalah upaya melanggengkan kekuasaan dengan mendudukkan keluarganya dalam jabatan politik.

Terdapat minimal empat anggota keluarga yang menduduki jabatan politik, dan terjadi lebih dari dua generasi.

Pengamat politik Ray Rangkuti dari lembaga think tank Lingkar Madani yang berbasis di Jakarta mengatakan bahwa ada beberapa ciri-ciri politik dinasti.

Salah satunya adalah apakah seorang politisi berkuasa ketika ada anggota keluarganya yang sedang menjabat.

Pertama, orang tersebut mulai berkuasa ketika orang tua atau saudaranya masih menjabat. Kedua, orang tersebut tidak memulai kariernya sebagai politisi dan tidak memiliki latar belakang politik.

"Dan yang terakhir, mereka memiliki hubungan darah," katanya dikutip Channel News Asia (CNA).

Baca juga artikel terkait POLITIK DINASTI atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Politik
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto