tirto.id - Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda telah mengimbau pemerintah agar memperhatikan penutupan Museum Nusantara di Delft, Belanda sejak 2013. Museum yang telah berusia lebih dari 100 tahun itu mendokumentasikan benda-benda bersejarah dari Hindia Belanda, yang dikumpulkan bahkan sejak sebelum nusantara dinamai Indonesia.
Tidak hanya PPI yang mengkhawatirkan nasib sekitar 30.000 koleksi artefak yang ada di Museum Nusantara itu. Beberapa filolog asal Belanda juga bimbang dengan keadaan tersebut.
"Sejak Museum Nusantara di Delft ditutup karena kehabisan dana, tidak ada kejelasan mengenai nasib manuskrip-manuskrip kuno yang ada di sana," tulis Dick van der Meij, profesor bidang pernaskahan nusantara Universitas Leiden lewat Indonesian Manuscripts from the Islands of Java, Madura, Bali and Lombok (2017: 131).
Alasan penutupan Museum Nusantara ini disebabkan Pemerintah Kota Delft memutuskan untuk tidak lagi mensubsidi museum itu. Pemerintah sana mengaku tidak memiliki pembiayaan yang cukup untuk memasok 100.000 euro tiap tahunnya. Sedangkan uang dari penjualan tiket tidak cukup untuk biaya perawatan artefak-artefak yang dikoleksi museum.
Dilansir dari Southeast Asian Archaeology, pada 2015 Museum Nusantara menawarkan kepada pemerintah Indonesia pengembalian 14.000 artefak dari museum yang telah ditutup itu. Penawaran kemudian diterima oleh Kacung Marijan, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat itu.
Sejak penawaran itu, terjadi negosiasi alot dan pemilihan artefak apa saja yang sesuai untuk jadi koleksi dan penambahan nilai di Museum Nasional, Jakarta.
Bagaimana tidak, dari sekitar 30.000 koleksi Museum Nusantara, hanya 14.000 saja yang ditawarkan kepada pihak Indonesia. Dan akhirnya, hanya 1.500 yang mencapai kesepakatan.
Kesepakatan final sejak kunjungan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte ke Jakarta pada 23 November 2016 untuk negosiasi bilateral dan misi dagang antara kedua negara.
Di pertemuan itu, Mark Rutte mengatakan akan mengembalikan ribuan artefak kuno yang disimpan di Museum Nusantara.
"Saya hadiahkan sebilah keris dari koleksi kami di Delft. Sebanyak 1.500 sisanya akan menyusul ke Indonesia. Keris ini jadi yang pertama," ujar Mark seperti dikutip dari NL Times.
Dilansir dari Antara News, pengangkutan banda-benda bersejarah ini dimulai sejak sejak 16 November 2019 dari pelabuhan Rotterdam, Belanda dan tiba di Tanjung Priok, Jakarta pada 24 Desember 2019. Ribuan koleksi artefak ini diboyong ke Museum Nasional, Jakarta.
Artefak-artefak itu dibawa menggunakan dua kontainer ukuran 40 kaki dengan pengaturan suhu ruangan 15 derajat Celsius. Pengangkutan dilakukan oleh BGR Logistics (Persero), salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di jasa pengiriman barang.
Pada konferensi pers di Museum Nasional, Kamis, 2 Januari 2020, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyatakan repatriasi ini merupakan yang terbesar dan bersejarah.
"Ini pertama kalinya, kami berharap ke depan semakin terbuka jalan repatriasi lainnya," ujar Hilmar sebagaimana dikutip Antara News.
Kepala Museum Nasional, Siswanto menyatakan bahwa 1.500 artefak tersebut akan jadi koleksi museum dan merupakan bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Rencananya, artefak-artefak kuno tersebut akan dipamerkan di Museum Nasional pada Juni 2020.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yantina Debora