tirto.id - Seorang politikus senior berinisial AA, 65 tahun, eks anggota DPRD Nusa Tenggara Barat, menjadi tersangka atas dugaan kasus pemerkosaan. Korbannya adalah putri kandungnya sendiri berusia 17 tahun.
Peristiwa kekerasan seksual terjadi pada 18 Januari 2021. Ibu korban, yang telah bercerai dengan pelaku, tengah terbaring sakit akibat infeksi virus COVID-19. Saat itu pelaku meminta izin kepada mantan istrinya untuk bertemu dengan korban. Dalam pertemuan, pelaku dan korban berbincang tentang persiapan masuk ke perguruan tinggi. Korban diberi uang Rp1 juta untuk biaya les mandiri. Pertemuan berlanjut menjadi tragedi bagi korban. Pelaku mencabuli anaknya sendiri.
Pelaku tidak mengakui perbuatannya. "Tidak itu, tidak. Masak sama anak kandung sendiri," kata pelaku di kantor Polresta Mataram, Kamis (21/1/2021), melansir Antara.
"Saya ini sudah lama tidak ketemu dengan anak saya. Karena saya juga sudah lama bercerai sama ibunya," ujar dia.
Polisi tidak percaya dengan penyangkalan pelaku. Setelah memeriksa korban, hasil visum membuktikan terjadi kekerasan seksual.
Kepala Kepolisian Kota Mataram, Kombes Heri Wahyudi menyebut AA dijerat Pasal 82 Ayat 2 Perppu 1/2016 juncto Pasal 76E UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman 15 tahun penjara. Penyidik memperberat ancaman pidana 1/3 dari pidana pokok karena korban adalah anak kandung.
"Sesuai dengan sangkaan pidananya, yang bersangkutan terancam hukuman paling berat 15 tahun penjara ditambah sepertiga dari ancaman pidana pokoknya," kata Heri Wahyudi, melansir Antara.
Karier Politik Pelaku
AA dikenal menjadi anggota legislatif di DPRD NTB sejak 1995 hingga 2019 dari Partai Amanat Nasional.
Karier politiknya berubah haluan setelah Kongres PAN 2020. Perkubuan meruncing antara Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dengan Amien Rais, salah satu pendiri PAN yang mengusung calon ketum sendiri. AA bergabung dengan Amien. Ujungnya, AA diberhentikan.
Setelah terpental, AA disebut bakal memimpin partai baru besutan Amien Rais di wilayah NTB.
Ketua DPW PAN Nusa Tenggara Barat, Muazzim Akbar, mengatakan sudah memecat AA sebelum kasus perkosaan muncul karena dinilai merusak citra dan nama baik PAN.
“Jadi, kalau dikaitkan dengan PAN, AA sudah tidak ada lagi ada hubungannya,” kata Muazzim kepada reporter Tirto, Kamis (21/1/2020).
Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN, Soni Sumarsono, menguatkan pernyataan pengurus PAN NTB bahwa AA sudah dipecat sejak lama. “Jangan dikaitkan dengan PAN lagi karena bukan kader PAN. Sudah lama dipecat,” kata Soni kepada Tirto, kemarin.
Korban Harus Didampingi
Kepolisian dan lembaga terkait di NTB didesak mendampingi korban kekerasan seksual.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah meminta pemulihan korban diutamakan setelah polisi menahan tersangka.
"Yang utama memastikan korban aman terlebih dahulu. Mengingat ibunya sedang isolasi karena COVID-19. Salah satunya dengan penahanan tersangka," kata Aminah, Kamis (21/1/2021). Bentuk pemulihannya dari sisi psikologi dan bantuan hukum menghadapi proses pemeriksaan, tambahnya.
Komnas Perempuan akan terus memantau kasus kekerasan seksual ini agar korban memperoleh keadilan dan pemenuhan hak pemulihan.
“Kami mendesak jaksa menuntut seberat mungkin demi memberikan efek jera," kata Aminah.
Menanggapi desakan tersebut, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Mataram bersiap mendampingi korban.
Kepala Dinas Kota Mataram, Dewi Mardiana Arian, mengatakan pendampingan akan berjalan setelah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Anak Kota Mataram, yang saat ini menangani kasus tersebut. Instansinya akan berkoordinasi dengan pihak sekolah tempat korban belajar.
"Selain itu, perlu pendampingan dari psikolog untuk memotivasi dan menguatkan anak agar bisa kembali ke kehidupan normal meskipun berat. Jangan sampai anak ini down," ungkap Dewi, mengutip Antara.
======
REVISI: Laporan ini diedit ulang pada Kamis, 1 April 2021, pukul 21:20, berdasarkan permintaan Dewan Pers yang menilai "penyebutan identitas tersangka pelaku kejahatan seksual" dalam artikel ini "secara tidak langsung mengarah kepada identitas korban." Dewan Pers menilai artikel ini "tidak sesuai" dengan Butir ke-8 Peraturan Dewan Pers nomor 1/PeraturanDP/II/2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak. Rekomendasinya, artikel dikoreksi, "menyamarkan identitas tersangka pelaku kejahatan dan hal-hal yang bisa mengarahkan kepada identitas korban."
Rekomendasi itu menanggapi pengaduan dari Ahmad Hidayat, warga Lombok Tengah, pada 23 Januari 2023 atas artikel ini ke Dewan Pers. Pengadu "merasa keberatan" atas artikel ini "yang dianggap tidak memperhatikan kepentingan korban kejahatan." Dewan Pers mengirimkan surat tanggapan ke email redaksi Tirto pada 31 Maret 2021. Surat itu ditandatangani Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers, Arif Zulkifli. Redaksi Tirto telah mematuhi saran-saran Dewan Pers dengan menyamarkan identitas pelaku dalam isi berita, mengubah judul dan mengganti foto artikel.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Zakki Amali