tirto.id - Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengklaim, sejumlah kader PPP, baik dari kubu Djan Faridz maupun Muhammad Romahurmuzy atau Romi ramai-ramai pindah ke partainya.
Yusril menuturkan, keinginan politikus PPP bergabung dengan PBB karena merasa ada kesamaan visi misi serta garis perjuangan. “Mereka sendiri menamakannya sebagai kelompok PPP Khittah yang terdiri dari dua kubu, baik kubunya Djan Faridz maupun kubunya Pak Romi,” kata dia, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/4/2018).
Menurut Yusril, perpindahan tersebut karena para kader PPP tidak setuju dengan garis perjuangan partainya mendukung Jokowi sebagai capres di Pilpres 2019. “Dulu itu tidak setuju dengan dukung Ahok, kalau sekarang ini tidak setuju karena barangkali dukung Jokowi,” kata Yusril.
Hal senada juga disampaikan Ketua Bidang Pemenangan Presiden DPP PBB, Sukmo Harsono. Menurut dia, saat ini sejumlah kader PPP dari kedua kubu yang berseberangan telah mendaftar sebagai calon legislatif dari partainya.
"Benar alasannya karena tidak setuju dengan Jokowi. Jadi mereka ingin menyuarakan aspirasinya melalui PBB," kata Sukmo kepada Tirto, Kamis (19/4/2018).
Mayoritas dari kader tersebut, kata Sukmo, berasal dari daerah Jawa. Salah satunya adalah politikus PPP, Ahmad Yani dan Abraham Lunggana alias Haji Lulung.
“Masih ada juga tokoh-tokoh lainnya,” kata Sukmo.
Namun, Sukmo enggan menyebutkan nama-nama tokoh PPP lainnya yang bergabung dengan PBB. Ia berdalih, nama-nama tersebut akan diumumkan setelah deklarasi resmi perpindahan dilakukan berbarengan dengan Mukernas PBB, pada 4-5 Mei mendatang.
"Nanti mereka akan terkejut kalau tahu nama-nama itu. Yang jelas kalau cuma mengisi slot caleg di DKI cukup lah. Bisa dibayangkan, kan, itu jumlahnya,” kata Sukmo.
Sukmo mengklaim, perpindahan tokoh-tokoh PPP itu dapat menambah elektabilitas partainya dalam mencapai ambang batas parlemen sebesar 4,5 persen di Pileg 2019. Sebab, menurut dia, mereka tidak sekadar membawa diri sendiri, melainkan sekaligus massa pendukungnya.
“Pak Ahmad Yani saja suaranya sudah banyak itu, meskipun belum sampai lolos Pileg 2014,” kata Sukmo.
PPP Kubu Djan dan Romi Satu Suara
Akan tetapi, klaim PBB tersebut dibantah oleh PPP kubu Djan Faridz dan Romi. Ketua DPP PPP kubu Djan Faridz, Triana Dewi Seroja menyatakan, sampai saat ini belum ada kader mereka yang menyatakan diri pindah ke PBB.
"Tidak ada. Pak Lulung, kan, juga sudah menyatakan tidak pindah ke PBB. Enggak tahu kalau kubu Mas Romi ya,” kata Triana kepada Tirto.
Pada Kamis (18/4/2018), Tirto telah mengkonfirmasi soal rumor ini kepada Lulung. Saat itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta itu menjawab tegas “saya masih cinta dengan PPP. Susah memindahkan hati ini.”
Triana menyatakan, tidak mungkin kader PPP kubu Djan Faridz pindah ke PBB lantaran alasan tidak mendukung Jokowi. Alasannya, kata dia, banyak kader partainya yang tidak mendukung mantan Wali Kota Solo tersebut, tapi tetap setia di partai.
"Partai kami selalu mengakomodasi suara politik kader. Kami juga menolak mendukung Pak Jokowi kan. Berbeda pendapat itu wajar di partai kami,” kata Triana.
Saat disinggung perihal arahan Djan kepada kadernya untuk pindah ke PBB, Triana menyatakan bahwa pernyataan itu hanya sebatas menghormati hak politik kader. Bukan sebuah keputusan resmi partai. "Mana mungkin kami menghalangi hak politik kader," kata Triana.
Istri Humphrey Djemat ini justru mengkritik sikap Ahmad Yani. Menurut dia, sebagai senior PPP yang bersangkutan tidak seharusnya menjadi "kutu loncat" partai. “Harusnya justru berusaha mendamaikan konflik internal," kata Triana.
Ketua DPP PPP kubu Romy, Reni Marlinawati juga membantah kader partainya pindah ke PBB lantaran berbeda sikap atas dukungan ke Jokowi. Ia menyatakan, perpindahan Ahmad Yani sebagai bentuk pragmatisme belaka untuk mengejar kursi parlemen di Pileg 2019.
"Dia, kan, 2014 lalu tidak terpilih. Mungkin dia melihat peluang itu di PBB. Sama seperti kawan-kawan lainnya," kata Reni kepada Tirto.
Menurut Reni, saat ini PPP kubu Romi tetap solid mendukung Jokowi sebagaimana hasil keputusan Mukernas 2017 lalu. Bahkan, ia mengklaim kader-kader partainya sudah mulai bergerak mensosialisasikan Jokowi sebagai capres.
"Seperti arahan Pak Romi, kami bergerak menangkal isu-isu miring ke Pak Jokowi," kata Reni.
Mantan Ketua DPW PPP Jawa Barat ini menyatakan, kepindahan Ahmad Yani dan kader PPP lainnya ke PBB juga tidak akan memengaruhi suara partainya dan Jokowi di Pemilu 2019. Sebab, menurutnya, jumlah kader yang keluar lebih sedikit ketimbang kader baru yang masuk.
"Saat ini kami justru lebih banyak menerima tokoh-tokoh baru di daerah yang bergabung sebagai caleg PPP," kata Reni.
Namun, bantahan PPP kubu Romi dan Djan bertolak belakang dengan pengakuan Ahmad Yani. Mantan anggota Komisi III DPR RI ini justru membenarkan pernyataan Yusril dan Sukmo bahwa dirinya meninggalkan PPP karena tidak setuju dengan kebijakan partai mendukung Jokowi.
"Ini tidak sesuai dengan perjuangan partai. Harusnya tidak bisa terburu-buru dukung Jokowi," kata Yani kepada Tirto.
Yani juga menyatakan, keputusannya keluar dari PPP karena kecewa dengan kebijakan partai lainnya, seperti terlalu mendukung pemerintahan Jokowi, dukungan kepada Basuki Tjahaja Purnama di Pilgub DKI Jakarta, dan dukungan terhadap Perppu Ormas.
"Sudah tidak benar ini PPP Romi. Harusnya PPP bisa jadi penyeimbang pemerintahan Jokowi, bukan terlalu mendukung," kata Yani.
Yani menambahkan, selain dirinya terdapat puluhan lain pengurus teras PPP yang pindah ke PBB, meskipun menurutnya kebanyakan dari kubu Djan Faridz. Untuk di kubu Romi, dia menyebut nama Anggota Majelis Tinggi PPP, Anwar Sanusi dan Wakil Ketua Umum PPP, Tamam Achda.
"Kami bukan kutu loncat. Hanya pindah kamar. Karena PPP dan PBB itu dasar perjuangannya sama-sama Islam, tapi Romi sudah melenceng," kata Yani.
Tak Berpengaruh ke ElektabilitasJokowi
Direktur Populi Centre, Usep S. Ahyar menyatakan, bedol kader di tubuh PPP tidak akan memengaruhi suara Jokowi di 2019 secara signifikan. Karena, menurut dia, perolehan suara di pilpres tidak selalu berbanding lurus dengan suara partai.
"Apakah kader PBB kemudian semuanya tidak mendukung Jokowi? Tidak. Pastinya ada yang dukung Jokowi juga," kata Usep kepada Tirto.
Usep menyatakan, di Indonesia belum ada partai yang bisa membawa suara kadernya 100 persen untuk mendukung capres mereka, melainkan hanya berkisar di angka 90 persen untuk angka tertinggi.
"Itu juga partai-partai inti saja seperti PDIP yang memang mengusung Jokowi. Kalau partai pendukung lainnya sangat mungkin lebih rendah," kata Usep.
Lagi pula, kata Usep, perpindahan kader dari satu partai ke partai lainnya adalah hal lumrah di Indonesia dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan suara partai yang ditinggalkan. Ia mencontohkan Golkar yang ditinggal tokoh-tokohnya, seperti Wiranto dan Prabowo untuk membuat partai baru, tapi suara partai beringin tetap dapat mencapai posisi kedua di Pilpres 2014.
"Yang terpenting sebenarnya dalam pilpres adalah tokohnya. Mesin partai akan lebih mudah menggerakkan massa kalau sosok yang diangkat tepat," kata Usep.
Dalam hal ini, Usep menilai, yang bisa mempengaruhi elektabilitas Jokowi adalah isu-isu miring atau kesalahan pribadi yang pada akhirnya memancing kegeraman publik. "Kalau dia mungkin keseleo lidah seperti Ahok, itu sangat mungkin berpengaruh ke suaranya," kata Usep.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz