Menuju konten utama

Beda Sikap Gerindra Soal Revisi UU KPK: Awalnya Setuju Lalu Menolak

Partai Gerindra menyatakan menolak revisi Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Beda Sikap Gerindra Soal Revisi UU KPK: Awalnya Setuju Lalu Menolak
Simpatisan menulis KPK Shut Down di kantor KPK, Jakarta, Jumat (13/9/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Partai Gerindra menyatakan mempertimbangkan untuk menolak revisi Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco mengatakan, alasan pihaknya baru menolak Revisi UU KPK lantaran setelah melihat lampiran daripada Surat Presiden (Surpres) yang diterima oleh DPR RI.

Kemudian, pihaknya juga telah melihat pembahasan rapat kerja dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) bersama DPR RI pada Kamis (12/9/2019). Menurutnya, Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang diberikan oleh pemerintah cenderung melemahkan KPK.

"Hasil rapat kerja semalam dan DIM yang diberikan dan disampaikan oleh pemerintah justru ada kecenderungan untuk kemudian bukan memperkuat KPK tapi kemudian malah melemahkan," ujarnya di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019).

Salah satu contohnya, kata dia, revisi UU KPK yang tertuang di dalam Pasal 37a tentang Pembentukan Dewan Pengawas KPK. Ia mengatakan pada DIM yang diserahkan oleh pemerintah, pembentukan kelima anggota Dewan Pengawasan seluruhnya ditunjuk oleh Presiden.

"Seandainya dalam pembahasan nanti, misalnya dalam Pasal 37a itu kami mengusulkan bahwa Dewan Pengawas itu mewakili unsur dua legislatif, dua eksekutif, dan satu yudikatif misalnya," ucapnya.

Ia menilai, kemungkinan revisi UU KPK tidak akan digunakan oleh pemerintah untuk mengintervensi KPK dalam jangka waktu dekat ini. Tetapi, kata dia, karena UU tersebut berlakunya jangka panjang, sehingga sangat rentan digunakan oleh pemerintah untuk melemahkan lembaga antirasuah itu.

Selain pasal 37a, pihaknya saat ini tengah mengkaji lagi beberapa pasal lainnya yang dinilai melemahkan KPK. Jika memang ada beberapa pasal lainnya yang dinilai melemahkan KPK, pihaknya akan menolak hal tersebut.

"Apabila kemudian pasal yang kami anggap melemahkan KPK tetap dipaksakan, maka kami akan menolak itu," pungkasnya.

Anggota Komisi III DPR RI itu menerangkan, langkah konkret untuk menolak Revisi UU KPK yaitu dengan cara berkoordinasi dengan kader Partai Gerindra dan juga fraksi lainnya yang berada di Badan Legislatif (Baleg). Lalu juga akan berkoordinasi dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

"Ini guna menjawab konstituen dan pemilih yang menanyakan bagaimana sikap Partai Gerindra terhadap revisi UU KPK," ucapnya.

Sikap Gerindra yang disampaikan Sufmi Dasco ini berbeda dengan sikap Gerindra sebelumnya, melalui Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon akhirnya menyepakati beberapa substansi dalam revisi UU KPK.

Menurutnya, revisi UU KPK masih sebatas usulan. Fadli menuturkan, masih akan ada dinamika politik. Beberapa usulan yang sekarang disepakati, kata Fadli, masih masuk akal.

Bahkan dalam Rapat Paripurna yang hanya dihadiri 70-an anggota dewan pada Kamis (5/9/2019) lalu, partai pendukung Jokowi setuju merevisi Undang-Undang 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly menjelaskan ada tiga poin dalam rancangan revisi UU KPK yang menjadi perhatian pemerintah. Ketiganya adalah soal pengangkatan Dewan Pengawas, keberadaan penyelidik dan penyidik independen KPK, dan penyebutan KPK sebagai lembaga negara.

"Pemerintah berpandangan bahwa pengangkatan Ketua dan Anggota Dewan Pengawas merupakan kewenangan Presiden. Hal ini untuk meminimalisir waktu dalam proses penentuan dalam pengangkatannya," kata Yasonna di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (12/9/2019) malam.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan tiga usulan perubahan UU Nomor 30/2002 tentang KPK.

Salah satunya terkait keberadaan Dewan Pengawas yang memang perlu ada karena semua lembaga negara seperti presiden, MA, DPR bekerja dalam prinsip check and balance saling mengawasi untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan kewenangan.

Presiden menilai di internal KPK perlu ada Dewan Pengawas tapi anggotanya diambil dari tokoh masyarakat, akademisi atau pegiat antikorupsi bukan politisi, bukan birokrat atau aparat penegak hukum aktif.

Anggota Dewan Pengawas dijaring Panitia Seleksi dan pengangkatannya dilakukan oleh presiden.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri