tirto.id - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menilai tempat pemungutan suara (TPS) yang lokasinya berdekatan dengan rumah calon presiden, calon wakil presiden, ataupun posko pemenangan pasangan calon tertentu rawan. Namun, hal itu tidak dilarang oleh aturan perundang-undangan.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menjelaskan, kerawanan itu di antaranya terkait potensi kampanye yang mungkin terjadi di TPS-TPS. Kerawanan lain adalah kemungkinan adanya mobilisasi massa saat pemungutan suara.
“Suasana di TPS seharusnya tidak boleh terganggu oleh ajakan dan yang lain-lain, karena baik saat masa tenang ataupun hari pemungutan suara tidak boleh ada kampanye saat itu. Kemudian juga, ada kemungkinan terjadi mobilisasi massa. Itu potensi terjadi. Dengan demikian, karena terlalu dekat (posko) tim pemenangan dan lain-lain, ini yang dapat mengganggu jalannya proses pemungutan suara, apalagi kalau sudah masuk di lingkungan TPS,” kata Bagja dikutip Antara, Jakarta, Senin (12/2/2024).
Walaupun demikian, Bagja menegaskan situasi itu tidak melanggar ketentuan perundangan-undangan. Artinya, TPS yang lokasinya berdekatan dengan rumah capres, cawapres, ataupun posko pemenangan tidak dilarang.
“Tetapi dianjurkan agar lebih baik jauh dari (posko) tim pemenangan,” kata Bagja.
Hasil pemetaan Bawaslu pada 3–8 Februari 2024 menunjukkan ada 21.947 TPS yang lokasinya berdekatan dengan rumah calon presiden, calon wakil presiden, dan posko-posko pemenangan partai politik ataupun pasangan calon. Walaupun demikian, angka itu belum termasuk TPS-TPS yang berada di daerah otonomi baru (DOB) Papua dan Provinsi Maluku Utara.
Bawaslu dari hasil pemantauan, laporan, dan analisis saat pemungutan suara pada pemilu sebelumnya memetakan tujuh indikator kerawanan yang paling banyak terjadi di TPS, 14 kerawanan yang banyak terjadi di TPS, dan satu kerawanan yang tidak cukup banyak terjadi tetapi perlu diwaspadai.
Tujuh kerawanan yang paling banyak terjadi, yaitu terkait daftar pemilih tetap (DPT) yang tak lagi memenuhi syarat, terkait pemilih tambahan (DPTb), adanya KPPS yang bertugas di luar tempat dia memilih, TPS dekat rumah pasangan calon ataupun posko pemenangan, adanya potensi daftar pemilih khusus (DPK), dan TPS di wilayah rawan bencana.
Kemudian, 14 indikator kerawanan yang juga banyak terjadi di TPS menurut Bawaslu antara lain terkait kendala jaringan listrik dan Internet, TPS yang sulit dijangkau, TPS yang punya riwayat politik uang, dan TPS yang pernah terjadi kasus-kasus kekerasan misalnya intimidasi.
Bawaslu pun mempersiapkan sejumlah strategi untuk mengantisipasi kerawanan tersebut. Lima strategi Bawaslu itu mencakup patroli di TPS-TPS yang dinilai rawan, konsolidasi dan koordinasi dengan lembaga terkait, sosialisasi dan pendidikan politik untuk masyarakat, kolaborasi dengan pemantau pemilu, dan membuat posko pengaduan yang dapat diakses masyarakat.
Tidak hanya itu, Bawaslu juga mengeluarkan tiga rekomendasi untuk KPU menginstruksikan PPS dan KPPS-nya agar mengantisipasi kerawanan yang dipetakan Bawaslu, berkoordinasi dengan seluruh lembaga terkait, dan memastikan distribusi logistik pemilu berjalan tepat waktu.