Menuju konten utama
Tanggapan Putusan PN Jakpus

Bawaslu Jelaskan Istilah Penundaan Pemilu Tak Diatur UU 7/2017

Bawaslu mengatakan penundaan pemilu tidak mungkin dilakukan hanya dengan adanya amar putusan pengadilan negeri.

Bawaslu Jelaskan Istilah Penundaan Pemilu Tak Diatur UU 7/2017
Ilustrasi Pemilu 2024. tirto.id/Fuad

tirto.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI ikut bersuara menyoroti putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) untuk mengulang tahapan Pemilu 2024 dari awal.

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu RI, Puadi mengatakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak mengenal penundaan pemilu.

"UU Pemilu kita tidak mengenal penundaan pemilu, yang ada dalam UU pemilu hanya pemilu susulan dan pemilu lanjutan," kata Puadi dalam keterangannya, Jumat (3/3/2023).

Berdasarkan laporan Partai Prima, kata Puadi, Bawaslu telah memutus dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan KPU. Selain itu, kata dia, putusan Bawaslu telah dilaksanakan oleh KPU dengan melakukan verifikasi susulan.

"Namun, dalam pelaksanaan verifikasi susulan tersebut ternyata Partai Prima dinyatakan tidak lolos oleh KPU dan berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu, pelaksanaan verifikasi susulan tersebut sudah dilakukan sesuai dengan kehendak PKPU 4/2022," ucap Puadi.

Perihal putusan PN Jakpus, kata dia, pihaknya secara kelembagaan sedang melakukan kajian terkait implikasinya terhadap Bawaslu.

"Yang pasti saya pribadi berpandangan putusan PN Jakpus yang lagi ramai diperbincangkan publik saat ini patut dihargai. Namun, tetap dengan catatan," kata Puadi.

Puadi mengatakan penundaan pemilu tidak mungkin dilakukan hanya dengan adanya amar putusan pengadilan negeri. Apalagi, lanjut dia, putusan perdata yang tidak memiliki sifat erga omnes, yang artinya putusan yang sifatnya juga harus ditaati oleh siapa pun.

"Sebab, Pasal 22E Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945 telah menggariskan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dilakukan setiap lima tahun sekali," ucap Puadi.

Puadi mengatakan hal itu juga diatur dalam Pasal 167 Ayat (1) UU Pemilu. "Artinya, mengingat pemilu merupakan agenda fundamental negara, maka jika ingin menunda pemilu maka dibutuhkan perubahan UUD," pungkas Puadi.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan yang dilayangkan Partai Prima guna menunda Pemilu 2024. Gugatan Partai Prima terkait penundaan pemilu teregister pada Nomor: 757/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst dengan tergugat KPU. Dalam putusannya, majelis hakim mengabulkam gugatan Partai Prima.

Majelis Hakim PN Jakpus memerintahkan KPU untuk melaksanakan amar putusan tersebut. Putusan ini dibacakan majelis pada Kamis (2/3/2023).

Majelis hakim juga menolak eksepsi tergugat tentang gugatan penggugat. Selain itu, menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat, yakni Partai Prima.

Hakim juga menghukum KPU untuk membayar ganti rugi materiel sebesar Rp500 juta rupiah kepada Partai Prima.

"Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari," bunyi putusan hakim.

Bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut adalah T. Oyong. Sementara, hakim anggota ialah H. Bakri dan Dominggus Silaban.

Baca juga artikel terkait PENUNDAAN PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Maya Saputri