Menuju konten utama

Bawaslu DKI Panggil 2 Warga Terkait Kasus Nenek Hindun

Bawaslu DKI menghimbau kepada masing-masing paslon dan tim pemenangan agar tidak menimbulkan kegaduhan politik di Pilkada DKI. Belum dapat dipastikan apakah kasus penolakan menyalatkan jenazah nenek Hindun ini akan dibawa ke ranah hukum.

Bawaslu DKI Panggil 2 Warga Terkait Kasus Nenek Hindun
Ilustrasi. Bakal calon Gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono (ketujuh kiri) menjalankan salat jenazah seorang warga setelah ibadah salat Jumat di Masjid Luar Batang, Jakarta, Jumat (21/10). Dalam kesempatan itu Agus juga menyerap aspirasi dari warga Kampung Luar Batang yang mayoritas meminta kampungnya tidak digusur. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi DKI Jakarta sudah memeriksa dua orang warga dalam aksi penolakan menyolatkan jenazah nenek Hindun binti Raisman (78). Dua orang tersebut diketahui bernama Yoyo Sudaryo dan Makmum Ahyar. Dua orang ini diduga mengetahui perkara dibalik penolakan warga Jalan Karet Karya II menyalatkan nenek Hindun.

"Ya kami baru memanggil dua orang yang patut diduga untuk mengarahkan warga mendukung paslon tertentu. Tapi untuk kasus seperti ini kami masih mendalaminya. Dan pihak kami masih menunggu laporan terbaru dari pihak Panwas [Panitia Pengawas] Jakarta Selatan," jelas Ketua Bawaslu Mimah Susanti melalui sambungan telpon, Selasa, (14/3/2017).

Menurut Mimah, Panwas Jaksel akan menanyakan kronologis mengapa insiden seperti ini bisa terjadi dan sejumlah pertanyaan. Meskipun mengaku tidak tahu pasti konten pertanyaan yang telah ditanyakan, menurutnya pertanyaan tersebut tidak jauh dari insiden penolakan salat jenazah pendukung salah satu paslon Pilkada tersebut.

"Untuk pertanyaan yang ditanyakan saya tidak bisa bilang detailnya. Tapi pasti terkait penolakan salat jenazah, yang menurut kami kuat dugaan politisnya," jelas Mimah Susanti.

Bawaslu DKI juga menghimbau kepada masing-masing pasangan calon (paslon) maupun tim pemenangan agar tidak menimbulkan kegaduhan politik di Pilkada DKI. Salah satunya, hembusan kampanye negatif atau black campaign yang dianggap menjadi bola liar. Sebab, menurut Mimah, bila kampanye gelap tersebut telah sampai kepada masyarakat, akibatnya akan fatal seperti yang dialami oleh nenek Hindun.

Kampanye gelap tersebut, Bawaslu DKI sendiri berharap, bisa diredam oleh tim pemenangan salah satu paslon. Mengingat, geliat kampanye gelap dengan menolak menyalatkan jenazah menjadi ancaman warga DKI Jakarta untuk memilih calon yang berbeda yang tidak direkomendasikan oleh masyarakat di sekitar rumahnya.

"Saya harap tidak ada yang salah dengan beda pandangan politik. Namanya mendukung atau menentukan pilihan kan tentu boleh saja. Tapi ya jangan sampai memaksakan kehendak dengan orang lain. Kalaupun sampai seperti ini ya fatal sekali," jelas Mimah Susanti.

Akan tetapi, pihak Bawslu DKI tidak bisa memastikan apakah kasus ini akan diajukan ke ranah hukum. Hal tersebut karena hingga saat ini pihak Panwas Jaksel masih mendalami kampanye politik berbau agama itu.

"Belum tahu karena masih didalami. Jadi belum bisa komentar banyak apakah ini pelanggaran hukum atau bagaimana. Karena kami sendiri masih menunggu keterangan keluarga juga yang masih berduka," paparnya.

Lain halnya dengan anggapan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai melalui pesan teks yang menganggap tidak disalatkannya nenek Hindun adalah pelanggaran hak asasi manusia.

"Saya pikir tidak tepat adanya perilaku masyarakat seperti itu. Karena menurut saya perilaku diskriminatif itu merupakan pelanggaran ham. Menurut saya, setiap orang berhak menentukan nasibnya sendiri termasuk pilihan pimpinannya. Namun, jika berbeda jangan didiskriminasikan, harus diperlakukan dengan manusiawi," jelas Natalius Pigai via aplikasi pesan instan.

Oleh karena itu, Pigai melihat bahwa kasus ini sudah masuk ke ranah hukum mengingat ada kerugian imateriel dalam kasus tersebut. Apalagi, kasus ini juga menimbulkan kesulitan bagi keluarga mendiang nenek Hindun warga Jalan Karet Karya II, RT 09/05 Setiabudi, Jakarta Selatan untuk menguburkan keluarganya secara layak.

"Bagi kami bila sudah masuk ranah hukum. Karena telah menyulitkan seseorang dan adanya unsur kerugian bukan uang atau imateriel. Jadi bisa diajukan ke ruang yuridis," jelas Natalius Pigai.

Awal kasus ini merebak di permukaan atas pemberitaan viral media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Di media sosial tersebut menceritakan kematian nenek 78 tahun ditolak oleh warga sekitar rumahnya Jalan Karet Raya II untuk disalatkan. Alasan warga tersebut enggan menyalatkan, lantaran nenek Hindun memilih Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saiful Hidayat dalam Pilkada 2017 lalu. Sebab, dari kampanye negatif tersebut menyimpulkan bahwa pemilih Basuki-Djarot adalah kaum munafik yang tidak pantas disalatkan jika ia meninggal.

Baca juga artikel terkait SHALAT JENAZAH atau tulisan lainnya dari Dimeitry Marilyn

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Yuliana Ratnasari