tirto.id - Salat fardu merupakan ibadah wajib bagi umat Islam mukalaf yang tidak memiliki uzur syar'i. Ibadah ini dilaksanakan lima kali sehari, yakni pada waktu isya, subuh, zuhur, asar, dan magrib.
Ibadah ini wajib ditunaikan oleh muslim mukalaf, kategori muslim yang telah memenuhi syarat umur dan berakal sehat. Salat fardu bisa dilaksanakan secara munfarid atau berjemaah.
Namun, Allah Swt. akan memberikan keringanan kepada umatnya terkait salat fardu, jika ia memiliki uzur syar'i. Yang dimaksud uzur syar'i adalah keadaan di luar kemampuan manusia sehingga membuatnya harus meninggalkan suatu ibadah wajib.
Selain salat fardu, Islam juga menganjurkan umatnya menunaikan salat sunah rawatib. Salat sunah ini terbagi atas salat qobliyah dan bakdiyah.
Terlepas dari itu, salat fardu memiliki batas waktu pelaksanaan yang telah ditentukan. Hal yang sama juga berlaku untuk waktu Salat Isya.
Waktu Salat Isya dan salat fardu lainnya telah diatur dalam hukum Islam. Allah berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 103 mengenai kewajiban mendirikan salat fardu pada waktunya.
“Apabila kamu telah menyelesaikan salat, berzikirlah kepada Allah [mengingat dan menyebut-Nya], baik ketika kamu berdiri, duduk, maupun berbaring. Apabila kamu telah merasa aman, laksanakanlah salat itu [dengan sempurna]. Sesungguhnya salat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin,” (QS. An-Nisa [4]: 103).
Kapan Waktu Pelaksanaan Salat Isya?
Waktu Salat Isya adalah setelah berakhirnya waktu Salat Magrib, ditandai dengan hilangnya awan merah di langit.
Ketentuan waktu Salat Isya ini termuat dalam hadis riwayat Imam Ahmad, Nasai, dan Tirmidzi. Berikut potongan hadis tentang waktu Salat Isya:
“…Kemudian waktu Isya menjelang dan Jibril berkata, 'Bangun dan lakukan salat.' Maka beliau [Nabi Muhammad] saw. melakukan Salat Isya ketika syafaq [mega/awan merah] menghilang...” (HR. Ahmad, Nasai, dan Tirmidzi).
Al-Imam Asy Syaukani, dalam kitab Nailul Authar, menjelaskan bahwa hadis dikategorikan sebagai hadis sahih oleh Al-Bukhari.
Namun, sebagian ulama ada yang berbeda pendapat terkait warna awan yang dimaksud, antara merah atau putih.
Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani menyatakan, yang dimaksud asy syafaqa dalam hal ini adalah asy syafaqa al ahmar 'awan merah'. Pernyataan Imam Nawawi didukung oleh Syaikh Sayyid Sabiq dalam Fiqh As Sunnah. Dalam kitab Rahimah Al Ummah dijelaskan, ulama Mazhab Maliki dan Syafi’i juga menyetujui tafsir itu.
Mazhab yang mengartikan asy syafaqa sebagai awan putih adalah Mazhab Hanafi dan Hanbali. Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Ad Dimasyqi, mewakili pendapat Mazhab Hanafi dan Hambali, mengatakan bahwa waktu isya dimulai tatkala cahaya putih hilang setelah sirnanya mega merah.
Sementara itu, batas Salat Isya cenderung lebih lama dibanding salat fardu lainnya. Lantas, batas waktu Salat Isya sampai jam berapa?
Batas Waktu Salat Isya Sampai Jam Berapa?
Batas waktu Salat Isya sampai jam 23.00, tepatnya pada akhir sepertiga malam, menurut Mazhab Syafi’i, Abu Hanifah, dan Maliki.
Sementara itu, sebagian ulama Mazhab Maliki juga ada yang menyatakan bahwa pertengahan malam merupakan batas Salat Isya. Pendapat kedua didukung Syaikh Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh As Sunnah.
Pendapat pertama dan kedua merujuk pada hadis dari Imam Muslim sebagai berikut:
"Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah saw. menunda Salat Isya hingga lewat tengah malam, kemudian beliau keluar dan melakukan shalat. Lantas beliau bersabda,"Sesungguhnya itu adalah waktunya, seandainya aku tidak memberatkan umatku," (HR. Muslim).
Pendapat ketiga tentang batas waktu Salat Isya diambil dari Dawud Az Zahiri. Dijelaskan bahwa batas Salat Isya adalah satu setengah jam sebelum terbitnya matahari, alias ketika terbitnya fajar shadiq alias fajar kedua.
Fajar shadiq adalah fajar yang diikuti Cahaya yang semakin terang hingga terbitnya matahari. Ibnu Jarir Ath-Thabari menjelaskan bahwa sifat sinar subuh ialah terang menyebar dan meluas di langit. Sinarnya memenuhi dunia hingga memperlihatkan jalan-jalan lebih jelas.
Rujukan pendapat ini adalah nash—lafaz yang punya petunjuk tegas sebagai makna—yang menyatakan, waktu salat itu memanjang dari berakhirnya waktu salat sebelumnya hingga waktu salat berikutnya. Namun, ketentuan ini dikecualikan untuk Salat Subuh.
Pendapat tentang batas waktu Salat Isya yang ketiga ini termuat dalam hadis riwayat Imam Bukhari sebagai berikut:
“Dari Abu Qatadah r.a. sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda: ‘Ingatlah bahwa sesungguhnya tidak ada kelalaian pada orang yang tidur. Sesungguhnya lalai itu terdapat pada orang yang tidak mengerjakan sholat sampai datang waktu salat berikutnya,’” (HR. Muslim).
Batas waktu Salat Isya dalam satuan jam yang lebih tepat dapat dilihat di jadwal salat keluaran Kementerian Agama Republik Indonesia. Sebab, untuk menentukan jam salat diperlukan adalah perhitungan falakiah.
Apakah Boleh Menunda Salat Isya?
Salat fardu dianjurkan dikerjakan sesegera mungkin. Lantas, apakah boleh menunda Salat Isya?
Keadaan yang membuat seorang muslim meninggalkan atau menunda Salat Isya, dapat dibagi menjadi dua: tidak disengaja dan disengaja.
Jika tidak disengaja, biasanya disebabkan uzur seperti lupa atau tertidur, ia tidak berdosa. Namun, orang tersebut wajib mengqadanya ketika sudah sadar dan ingat.
Sebaliknya, apabila dengan sengaja meninggalkan atau menunda Salat Isya, tanpa uzur, seseorang akan mendapatkan dosa besar.
Terlepas dari itu, menunda Salat Isya dan salat fardu lainnya diperbolehkan jika ada uzur. Sebab, pada dasarnya, Allah Swt. memberikan kemudahan kepada umatnya, termasuk terkait batas Salat Isya dan salat fardu lainnya. Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah hadis sebagai berikut:
“Salat di awal waktu akan mendapat keridaan dari Allah. Salat di tengah waktu mendapat rahmat dari Allah. Dan salat di akhir waktu akan mendapatkan maaf dari Allah,” (HR. Ad Daruquthni).
Rasulullah saw. diceritakan dalam sebuah hadis pernah menunda pengerjaan Salat Isya karena sebab tertentu. Berikut redaksi hadisnya:
“Dari Abi Bazrah Al-Aslami berkata, ‘dan Rasulullah suka menunda shalat Isya’, tidak suka tidur sebelumnya dan tidak suka mengobrol sesudahnya,” (HR. Bukhari Muslim).
Menunda Salat Isya dan salat fardu lainnya juga diperbolehkan dalam Islam apabila terdapat uzur syar’i yang dibenarkan hukum. Misalnya, menunda Salat Isya karena tidak ada air, menunggu jemaah, tabrid, buka puasa, makanan terhidang, dan menahan buang hajat.
Editor: Fadli Nasrudin