tirto.id - Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menilai jenis Transfer Ke Daerah (TKD) berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) mengalami ketidaksinkronan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan tujuan dari DAK, sasaran penggunaan yang dilakukan harus ditentukan terlebih dulu (earmarked). Namun, pada kenyataannya penyaluran TKD sering kali menemui ketidaksamaan pemahaman.
"Misal, Pak Menpora minta KL (kementerian lembaga) untuk bangun stadion, lalu kita tahu stadion di mana, lalu kita sebutkan itu bukan daerah prioritas, dan seterusnya," kata Suharso dalam pertemuan di Kementerian PPN/Bappenas, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (14/9/2023).
"Apa sebab utama? sebab utama adalah perencanaan yang tidak sinkron antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah," tambahnya.
Berdasarkan kajian kualitas belanja TKD yang disampaikan dalam acara Serial Analisis Kebijakan Makro Fiskal: Kualitas Belanja Transfer ke Daerah, transfer yang tidak ditentukan penggunaannya (non earmarked) seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) cenderung digunakan untuk jenis belanja yang bersifat operasional.
Sementara itu, jenis transfer DAK sebagai jenis transfer yang ditentukan (earmarked) cenderung digunakan untuk belanja modal.
Lalu, pendapatan yang diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) cenderung digunakan untuk jenis belanja barang dan jasa.
Suharso menuturkan, perencanaan anggaran dari pusat dan daerah harus diatur. Hal itu termasuk perencanaan awal yang harus dikoordinasikan antarpemerintah.
"Kita bikin destinasi wisata, kita bikin food estate, tapi kemudian ditaruh di daerah, daerahnya ngeliyep, ngeplong gitu saja, apa yang bisa dilakukan?" kata Suharso.
Untuk pembenahan, Suharho mengimbau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk meningkatkan kualitas anggaran, sasaran yang ditentukan, dan koordinasi ke setiap satuan pemerintah.
"Ini PR, saya kasih PR ini khususnya untuk Bappenas," katanya.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang