tirto.id - Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manali masih tak terima ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap terkait pembangunan proyek di daerahnya. Dia menyebut kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini sebagai "pembunuhan karakter."
"Saya merasa ini sebagai pembunuhan karakter untuk saya karena saya tidak pernah memegang barang bukti," kata Sri Wahyumi di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Jumat (17/5/2019).
Sri Wahyumi mengklaim tidak mengetahui rencana pemberian hadiah kepada dirinya oleh pengusaha bernama Bernard Hanafi. Selain itu, Menurut dia, Bernard membelikan sejumlah barang untuknya hanya karena motif pribadi.
Dia membantah rencana pemberian hadiah itu ada kaitan dengan jabatannya. Sri berdalih masa jabatannya sebagai bupati akan segera habis sehingga kewenangannya terbatas.
"Apa yang bisa saya lakukan, kewenangan saya tinggal dua bulan," kata dia.
Dalam kasus dugaan suap terkait pembagian proyek di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka.
Selain Sri Wahyumi, dua tersangka lainnya adalah pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo dan anggota timses bupati bernama Benhur Lalenoh.
KPK menduga Sri Wahyumi mematok fee 10 persen untuk pengerjaan proyek revitalisasi pasar Lirung dan Pasar Beo. Dia juga memerintahkan Benhur untuk mencari pengusaha yang bersedia membayar fee tersebut. Benhur pun bertemu dengan Bernard Hanafi yang bersedia memberi fee.
Namun, berbeda dari suap lainnya, Sri Wahyumi ingin suap tersebut diberikan dalam bentuk barang-barang mewah.
Barang-barang tersebut antara lain tas Chanel senilai Rp97,3 juta; tas Balenciaga senilai Rp32,9 juta; jam Rolex senilai Rp224,5 juta; anting berlian Adelle Rp32,07 juta; cincin berlian Adelle Rp76,9 juta; serta uang tunai sebesar Rp50 juta.
Namun, barang-barang mewah tersebut keburu disita KPK setelah Bernard ditangkap dalam operasi tangkap tangan di Jakarta pada Senin (29/4/2019). Bupati Sri Wahyumi dan Benhur Lalenoh pun turut dicokok di Kepulauan Talaud beberapa jam kemudian.
Atas perbuatannya, Sri Wahyumi dan Benhur Lalenoh dijerat dengan pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom