tirto.id - Banyak penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan anak-anak lebih tergantung pada peran ayah, dan bukan ibu. Namun, penelitian terbaru mendapatkan hasil terbaru, bahwa ada pergeseran peran ayah, dan makin pentingnya peran ibu dalam pendidikan anak.
Status pendidikan ibu, dikatakan memiliki pengaruh pada kualitas pendidikan anak-anak, khususnya anak perempuan. Hal ini terjadi khususnya pada anak-anak di Afrika, Asia, Pasifik dan Eropa termasuk Inggris.
Hasil penelitian berjudul"Gender, perluasan pendidikan dan mobilitas pendidikan antar generasi di seluruh dunia" oleh Profesor Yang Hu, dari Universitas Lancaster, dan Profesor Yue Qian, dari Universitas British Columbia, di Kanada ini diterbitkan di jurnal Nature Human Behaviour.
Untuk penelitian ini, para peneliti mengumpulkan kumpulan data global berskala besar, yang berisi 1,79 juta orang yang lahir antara tahun 1956 dan 1990 dari 106 masyarakat di seluruh dunia.
Penelitian ini menguatkan pepatah lama yang berbunyi, "Anak yang cerdas berasal dari ibu yang cerdas".
Sebenarnya ungkapan ini adalah sesuatu yang lumrah terjadi. Karena ibu, akan selalu menjadi guru pertama bagi anaknya. Pada perkembangannya, peran ibu, terutama ibu yang memiliki pengetahuan yang baik, sangat-sangat diperlukan. Baik untuk memastikan anak tumbuh dan berkembang dengan baik, sekaligus memberikan edukasi sehingga anak tumbuh menjadi manusia dengan kualitas terbaik.
Hal inilah yang menjadi salah satu pertimbangan Tasya Kamila, mantan artis cilik yang saat ini mendedikasikan dirinya sebagai ibu rumah tangga, meski ia merupakan lulusan S2 dari Columbia University dengan predikat cum laude.
Ketika menikah dengan Randi Bachtiar tahun 2018, Tasya memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Pro dan kontra sempat muncul karena keputusannya.
'Susah-susah lulus S2 kok jadi ibu rumah tangga?', begitu tudingan dari banyak orang kepada dirinya. Namun, Tasya tak mau ambil pusing soal hal itu.
Dalam sebuah wawancara, Tasya pernah mengungkap alasan dirinya memang memilih menjadi ibu rumah tangga meski sudah lulus S2. Menurutnya, seorang perempuan punya tanggung jawab dan kodrat untuk mengurus rumah tangga, termasuk anak-anaknya. Dan ia yakin, bahwa ilmu yang dimilikinya pasti berguna untuk mengurus keluarganya.
Hingga kini telah memiliki dua anak, Tasya tetap kukuh pada pendiriannya untuk menjadi ibu rumah tangga. Bahkan, ia punya rencana untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang S3, yang suatu hari pasti akan ia realisasikan di tengah tugasnya sebagai seorang ibu.
Apa yang dikemukakan Tasya sangatlah relevan dan masuk akal. Karena membesarkan seorang anak tidak cukup hanya dengan naluri keibuan, tapi juga membutuhkan ilmu, wawasan luas, serta pemikiran yang matang.
Dan itu semua hanya didapat jika seorang ibu memiliki pendidikan yang baik.
Tanpa wawasan dan pemikiran yang matang, seseorang akan sangat mudah dipengaruhi oleh informasi salah ataupun hal-hal buruk yang mungkin ia temui di internet.
Misalnya, saat seorang ibu dengan mudahnya memercayai informasi yang salah seputar pengasuhan anak karena terpengaruh hoaks ataupun mitos.
Hasil penelitian Center for Life-Span Development Universitas Gadjah Mada, Fakultas Psikologi, menunjukkan bahwa 55,4% orang tua milenial di Indonesia, khususnya ibu, mencari informasi parenting melalui internet.
Itu artinya, para ibu ini sangatlah rentan terpapar oleh hoaks dan informasi salah lainnya, yang kebanyakan beredar di internet. Tentu saja, hal ini bisa sangat membahayakan tumbuh kembang anak jika si ibu terpengaruh oleh hoaks dan mitos dalam menjalankan pengasuhannya.
Salah satu hoaks terbesar dalam dunia parenting adalah mengenai vaksin MMR yang disebut bisa picu autisme pada anak. Dan Kementerian Kesehatan RI menyebut ini sebagai medical hoax terbesar dalam era 100 tahun terakhir, tak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia.
Kaitan Pendidikan Ibu dan Tingkat Kematian Bayi
Kini, tidak sedikit perempuan yang memiliki tekad dan berhasil untuk melanjutkan pendidikan dan menempuh karir dan berada pada puncak tertinggi suatu organisasi.
Namun, jika dalam perjalanannya ada yang kemudian berubah haluan dan memutuskan menjadi ibu rumah tangga, itu pun bukan sebuah kerugian.
Jurnal "Doing it All? Mothers’ College Enrollment, Time Use, and Affective Well-being", menyebutkan bahwa ada banyak literatur yang menemukan bahwa anak-anak dari orang tua yang berpendidikan tinggi, lebih mungkin mencapai tingkat pendidikan dan ekonomi yang lebih tinggi daripada anak-anak dengan orang tua yang berpendidikan rendah.
Dan tak hanya itu, lebih jauh lagi, tingkat pendidikan seorang ibu ternyata juga berkorelasi pada kesejahteraan anak. Salah satunya adalah menurunkan angka kematian pada bayi baru lahir.
Dalam Jurnal Science Direct disebutkan bahwa beberapa penelitian di negara berkembang mengungkap bahwa tingkat pendidikan ibu berkorelasi dengan angka kematian bayi. Bahwa semakin tinggi pendidikan ibu, angka kematian bayi cenderung rendah atau menurun.
Kenapa? Karena seorang ibu yang berpendidikan cenderung tidak akan melewatkan perawatan penting pada bayi baru lahir, seperti memberi ASI dan melakukan pengecekan menyeluruh saat bayi baru lahir.
Tak hanya itu, pada perjalanannya, seorang ibu yang berpendidikan juga akan sangat kecil kemungkinannya melakukan pola asuh yang keliru selama masa tumbuh kembang anak.
Terlepas dari apa pun pilihan yang diambil seorang perempuan, baik memutuskan menjadi ibu rumah tangga atau menjadi ibu yang memiliki karir, Pemerhati Anak dan Keluarga, Melly Kiong, mengatakan bahwa keduanya memiliki tanggung jawab akan kesejahteraan dan pendidikan anak.
Sekali pun bekerja di luar rumah, ibu harus tetap ingat bahwa mencari uang bukan prioritas.
“Jangan dibalik," kata Melly Kiong yang juga telah menulis beberapa buku parenting, seperti Horeee Anakku Sudah Remaja dan Tur Karakter. Menurut Melly, masih banyak ibu pekerja yang sekarang terbalik prioritasnya.
"Cari uang nomor satu dan hal kedua itu mendidik anak. Dia cari pengasuh yang semahal-mahalnya, tapi itu tidak akan bisa menggantikan (peran orang tua),” katanya.
Dan bagi seorang ibu rumah tangga, bukan berarti tak ada tantangan kala mengasuh anak seharian di rumah. Ibu perlu memastikan untuk memberikan waktu yang berkualitas kepada anak.
Karena seperti diterbitkan dalam penelitian di awal, bahwa kini peran ibu dalam pendidikan anak telah terbukti menggeser profil ayah. Bahwa ibu yang cerdas sangat berpengaruh dalam menentukan pendidikan anak. Dan sudah selayaknya, ibu dengan gelar sarjana, tidak perlu lagi takut dengan tudingan ‘Sarjana tapi jadi ibu rumah tangga’.
Justru, berbanggalah menjadi seorang ibu rumah tangga yang bergelar sarjana.
Penulis: Petty Mahdi
Editor: Lilin Rosa Santi