tirto.id - "Warga Bandung, per tanggal 1 November 2016, penggunaan styrofoam DILARANG untuk kemasan makanan dan minuman. Nuhun."
Kicauan itu diterbitkan Ridwan Kamil, sang walikota, 12 Oktober lalu.
“[Kami] sudah melakukan kajian sejak lama, sampah-sampah dari gaya hidup yang tidak ramah lingkungan. Styrofoam ini kan bahannya dari fossil fuel, dan selalu menghasilkan sampah yang banyak. Dari kajian kita itu kebanyakan sampah di sungai [yang menyebabkan] macet dan mogok [aliran air] itu gara-gara Styrofoam,” kata Ridwan Kamil dalam rekaman berita video Antara.
Pelarangan yang akan berlaku mulai 1 November ini akan menjadikan Bandung sebagai kota pertama di Indonesia yang terang-terang memusuhi Styrofoam, mengikuti sejumlah negara di Eropa dan Amerika.
Tapi mengapa Styrofoam dimusuhi?
Styrofoam Hanyalah Merek
Macam air mineral kemasan yang sudah identik dengan Aqua, polystyrene pun lebih akrab di telinga orang-orang sebagai Styrofoam. Padahal, baik Aqua dan Styrofoam hanyalah merek yang kebetulan memang paling laku di mata pangsa pasar.
Pelarangan Styrofoam yang dimaksud Kang Emil misalnya, tentu bukan semata memusuhi Styrofoam sebagai polystyrene yang diproduksi The Dow Chemical Company. Larangan itu merujuk pada segala jenis polystyrene berbentuk busa sekali pakai yang biasa digunakan penjual seblak atau nasi goreng sebagai bungkus. Atau yang paling terkenal: bungkus Pop Mie.
Lagipula, Dow sendiri tak memproduksi Styrofoam yang berfungsi sebagai wadah makanan, piring, gelas, penampung telur, ataupun alat pendingin. Dalam situs resminya, Styrofoam mengingatkan konsumen: “Lain kali jika kamu mau pergi minum secangkir kopi, kamu tak boleh minum dari cangkir berbahan Styrofoam. Tahu kenapa? Karena cangkir kopi Styrofoam itu tak ada!”
Dow memang tak membikin wadah makanan berbahan polystyrene lagi, tapi perusahaan lain iya. Ambillah contoh McDonald's, Jamba Juice, dan Dunkin Donuts. Seperti diwartakan The Guardian, tiga perusahaan besar ini memproduksi sendiri busa wadah makanan berbahan polystyrene untuk kemasan dagangan mereka.
Namun sejak protes anti-polystyrene sebagai kemasan makanan digaungkan pada 1980-an, perusahaan-perusahaan makanan cepat saji raksasa ini goyah. Pada 1990, McDonald's mengganti kemasan roti lapis mereka yang berbahan polystyrene menjadi kertas pembungkus.
Jamba Juice meniru hal serupa pada 2012. Perusahaan ini berjanji berhenti menggunakan cangkir polystyrene setelah 130 ribu orang menandatangani petisi yang dibuat seorang anak kecil yang prihatin terhadap penggunaan bahan ini.
Dunkin Donuts pun setuju dengan gagasan ini, meski sampai sekarang masih memakai gelas polystyrene. Tapi perusahaan ini secara bertahap mulai meninggalkan penggunaan polystyrene.
Di Indonesia sendiri, polystyrene sering disalahkaprahi sebagai gabus. Karena pelafalannya yang susah dan bentuknya yang rapuh, polystyrene busa yang juga terkenal sebagai Styrofoam sering disebut gabus. Padahal, dalam KBBI, gabus berarti kayu atau hati kayu yang lunak untuk sumbat botol dan sebagainya. Fungsinya juga sering digunakan untuk menggantikan gabus. Misalnya untuk menyumbat lubang bak mandi.
Bahaya Polystyrene
Polystyrene awalnya adalah senyawa plastik yang jadi bahan dasar pembuatan banyak macam produk dan memiliki bentuk solid. Fungsi utamanya sebagai isolator bagi sejumlah barang elektronik yang mengantarkan panas atau listrik. Tapi, pada tahun 1941, Dow berhasil mengolah bahan solid ini menjadi busa yang lebih ringan. Lantas mereka menamainya Styrofoam.
Berdasarkan data Kementerian Ekologi Prancis, seperti dipetik BBC, lebih dari 14 juta ton polystyrene diproduksi setiap tahunnya di seluruh dunia. Penduduk Amerika bahkan diperkirakan membuang 25 juta cangkir berbahan polystyrene setiap tahun—rata-rata 82 cangkir per orang.
Agensi Pelindung Lingkungan Amerika Serikat melaporkan tiga juta ton polystyrene diproduksi negara Paman Sam tiap tahunnya. Sebanyak 2,3 juta-nya, menurut situs www.canada.com, berakhir di tempat pembuangan akhir, yang berarti sisanya mengalir ke laut lewat sungai.
Akrab disapa Polusi Putih, polystyrene juga dikenal sebagai sampah laut paling sering ditemukan dan paling menguras kocek pemerintah dalam membersihkannya. Amerika mengeluarkan jutaan dolar untuk masalah ini.
Bahan polystyrene yang 95 persennya udara, membuat ia mudah larut dan berubah jadi sup sampah ketika sampai di lautan. Bayangkan rumitnya mengurai air yang terpapar racun polystyrene. Contohnya di satu area utara Laut Pasifik yang dijuluki Tambalan Sampah Pasifik, diperkirakan ada tiga kilogram plastik dalam tiap setengah kilo plankton.
Tapi, Profesor Biota Laut dari Universitas California, Santa Barbara, Amerika Serikat, Douglas MccCauley punya pendapat lain. Menurutnya, yang lebih parah adalah bagaimana sup sampah yang larut di laut tadi menjadi makanan biota laut.
“Seringkali, kita mendapati serpihan polystyrene tertelan bersama air panas yang disedu ke dalamnya dan itu bisa jadi sangat berbahaya. Kalau termakan sedikit saja sudah bahaya, bayangkan makan sebongkah Styrofoam. Itulah yang dilakukan binatang-binatang laut sana,” kata McCauley pada BBC.
“Yang membuatku lebih khawatir adalah ikan pemakan plastik itu berakhir di atas meja kita,” tambahnya.
Pada 2011 lalu, National Toxicology Program dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat melaporkan styrene, senyawa dalam polystyrene harus dijauhi karena merupakan zat karsinogen, alias termasuk penyebab kanker.
Ketika mengonsumsi kopi, sup atau makanan pecinan dari wadah busa berbahan polystrene, Anda bisa terpapar langsung zat kimia ini. Dan, konsumsi yang dilakukan terus-menerus akan mengancam nyawa Anda.
Tapi yang lebih mengerikan lagi adalah fakta bahwa polystyrene sangat sukar diurai oleh alam. Situsweb sciencelearn.org.nz menyebutkan benda berbahan polystyrene macam cangkir kopi Dunkin Donuts atau mangkuk bungkus seblak di Bandung baru bisa terurai dalam estimasi waktu 500 tahun sampai selamanya.
Jadi, kota mana yang selanjutnya mengikuti jejak Bandung?
Penulis: Aulia Adam
Editor: Maulida Sri Handayani