Menuju konten utama

Bagaimana Perempuan Afghanistan Gigih Memprotes Aturan Taliban

Perempuan-perempuan Afghanistan melawan Taliban dengan menaikkan kampanye di media sosial dan menggelar aksi demonstrasi damai.

Bagaimana Perempuan Afghanistan Gigih Memprotes Aturan Taliban
Seorang pengunjuk rasa menyeka air matanya selama demonstrasi solidaritas dengan orang-orang Afghanistan, di London, Inggris, Sabtu (21/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Henry Nicholls/RWA/sa.

tirto.id - Perempuan-perempuan Afghanistan memprotes aturan Taliban dengan menggelar kampanye damai melalui media sosial.

Pada pertengahan Agustus 2021, Taliban menduduki ibukota Afghanistan, Kabul, dan secara de facto menjadi penguasa di Afghanistan.

Kepada dunia internasional, pemimpin Taliban menjanjikan pemerintahan yang lebih inklusif dan ramah terhadap perempuan sesuai dengan syariat Islam.

Tak berselang lama, media-media internasional -- bukan hanya media Barat -- memberitakan kenyataan pahit yang dialami perempuan di Afghanistan. Perempuan Afghanistan diminta menghindari ruang publik dan tetap di rumah.

Seperti yang dilansir Aljazeera, “Hak-hak perempuan mulai menghilang dari (tanah Afghanistan).”

Kursi-kursi kabinet pemerintahan yang dipimpin Taliban saat ini sama sekali tidak diisi perempuan. Pemerintahan Taliban menghilangkan Kementerian Perempuan dan membentuk Kementerian Kebajikan dan Pencegahan Kemungkaran.

Seorang jurnalis Reuters menyebutnya sebagai sebagai Kementerian “Polisi Moral.”

Perempuan Melawan Taliban

Perlawanan sipil nirkekerasan mulai muncul di Afghanistan dengan kelompok perempuan menjadi garda depan perlawanan terhadap rezim Taliban. Mereka menentang kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan dan anti-kebebasan berpendapat.

Di Herat, perlawanan kelompok perempuan muncul untuk menentang kebijakan yang melarang perempuan menjabat posisi senior dalam pemerintahan.

“Yang kami minta hanyalah hak-hak kami,” ucap Mariam Ebram salah seorang demonstran.

Perlawanan dari Herat ini juga memantik berbagai aksi yang diinisiasi oleh perempuan di jalanan Kabul dan Mazar-e-Sharif.

“Kami ingin hak setara, kami ingin perempuan dalam pemerintahan,” seru demonstran perempuan yang melaksanakan aksi di jalanan Kabul. Mereka mengorganisasikan protes meskipun tidak memperoleh izin dari pemerintah.

Di jagat media sosial, sebuah kampanye muncul sebagai respon terhadap aturan-aturan berpakaian perempuan yang diterapkan oleh rezim Taliban. Para aktivis perempuan mengunggah foto mereka mengenakan pakaian tradisional Afghanistan dengan tagar #DoNotTouchMyclothes dan #AfghanistanCulture.

“Ini adalah budaya kami. Inilah pakaian tradisional kami,” tulis seorang jurnalis Afghanistan, Sodaba Haidare, di samping unggahan fotonya yang mengenakan pakaian tradisional warna-warni Afghanistan.

Pemerintah Taliban Merepresi Gerakan Perempuan

Represi merupakan respon alami tiap pemerintah dalam menanggapi aksi protes. Di Afghanistan, represi ini berupa pemutusan jaringan internet hingga kekerasan terhadap para aktivis saat demonstrasi.

Pemutusan media komunikasi internet di Kabul merupakan langkah menghambat arus informasi mengenai aksi-aksi perlawanan sipil terhadap pemerintah.

Untuk membatasi akses dan mengendalikan arus informasi di Afghanistan, pemerintah juga menangkap jurnalis yang meliput aksi.

Protes di Herat berujung pada kematian tiga orang akibat tembakan yang dilancarkan oleh Taliban untuk membubarkan massa. Di Kabul, pemerintah Taliban menggunakan cambuk untuk membubarkan demonstrasi yang diikuti oleh perempuan.

Nasib Perempuan di Afghanistan

Taliban tidak lagi berhadapan dengan tentara bersenjata, melainkan dengan warga sipil yang menuntut hak-hak mereka.

Krisis internal ini semakin rumit karena dibarengi dengan krisis kesehatan serta ekonomi yang kian terpuruk. Represi yang dilakukan oleh pemerintah bisa jadi gagal meredam aksi-aksi yang menentang rezim Taliban.

Represi dapat balik menyerang rezim dan justru memperkuat konsolidasi aksi perlawanan. Menimbang hal tersebut, maka pemerintah Afghanistan idealnya mengakomodasi tuntutan masyarakat.

Pada saat ini perlawanan yang dilakukan oleh perempuan Afghanistan masih berlanjut. Pasang-surut perlawanan tentu bergantung padarespon Pemerintah Taliban.

Baca juga artikel terkait AFGHANISTAN atau tulisan lainnya dari Stanislaus Axel Paskalis

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Stanislaus Axel Paskalis
Penulis: Stanislaus Axel Paskalis
Editor: Aditya Widya Putri