tirto.id - Virus Ebola (EVD) bisa menyebabkan penyakit akut dan serius yang seringkali berakibat fatal jika tidak diobati dengan cepat.
EVD pertama kali muncul pada 1976 dalam 2 wabah serentak, satu di tempat yang berada di Nzara, Sudan Selatan, dan yang lainnya di Yambuku, Republik Demokratik Kongo.
Laman WHO menulis kasus Ebola terakhir terjadi di sebuah desa di dekat Sungai Ebola, yang kemudian menjadi asal mula nama penyakit ini.
Wabah 2014-2016 di Afrika Barat adalah wabah Ebola terbesar sejak virus pertama kali ditemukan pada 1976.
Wabah dimulai di Guinea dan kemudian pindah melintasi perbatasan darat ke Sierra Leone dan Liberia.
Saat Ini Ebola Mewabah di Kongo
Pemerintah Republik Demokratik Kongo pada Senin (1/6/2020) mengumumkan wabah baru virus Ebola terjadi di zona kesehatan Wangata, Mbandaka, di provinsi Équateur. Republik Demokratik Kongo juga sedang memerangi COVID-19 dan wabah campak terbesar di dunia.
Informasi awal dari Kementerian Kesehatan setempat, enam kasus Ebola telah terdeteksi di Wangata. Dari jumlah itu, empat telah meninggal dan dua masih hidup dan dalam perawatan.
Tiga dari enam kasus ini telah dikonfirmasi dengan uji laboratorium. Kemungkinan lebih banyak orang akan diidentifikasi dengan penyakit ini karena kegiatan pengawasan meningkat.
"Ini adalah pengingat bahwa COVID-19 bukan satu-satunya ancaman kesehatan yang dihadapi orang," kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO.
“Meskipun banyak perhatian kita tertuju pada pandemi, WHO terus memantau dan menanggapi banyak keadaan darurat kesehatan lainnya.”
Bagaimana Penularan Virus Ebola Bisa Terjadi Antara Manusia?
Diperkirakan bahwa kelelawar buah dari keluarga Pteropodidae adalah inang virus Ebola alami.
Ebola masuk ke dalam populasi manusia melalui kontak dekat dengan darah, sekresi, organ atau cairan tubuh lainnya dari hewan yang terinfeksi seperti kelelawar buah, simpanse, gorila, monyet, kijang hutan atau landak yang ditemukan sakit atau mati.
Ebola kemudian menyebar melalui penularan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung (melalui kulit yang rusak atau selaput lendir) dan beberapa cara lain, yaitu:
- Darah atau cairan tubuh seseorang yang sakit atau telah meninggal karena Ebola
- Benda-benda (seperti pakaian, tempat tidur, jarum, dan peralatan medis) yang telah terkontaminasi dengan cairan tubuh (seperti darah, tinja, muntah) dari orang yang sakit dengan Ebola atau tubuh orang yang meninggal karena Ebola.
- Kelelawar buah yang terinfeksi atau primata bukan manusia (seperti kera dan monyet).
- Semen dari pria yang pulih dari Ebola (melalui seks oral, vagina, atau anal). Virus dapat tetap berada dalam cairan tubuh tertentu (termasuk air mani) pasien yang telah pulih dari Ebola, bahkan jika mereka tidak lagi memiliki gejala penyakit parah.
Namun, tidak ada bukti bahwa Ebola dapat menyebar melalui hubungan seks atau kontak lain dengan cairan vagina dari seorang perempuan yang pernah mengalami Ebola.
Ketika orang terinfeksi Ebola, mereka tidak selalu langsung menunjukkan gejala atau tanda.
Periode antara paparan penyakit dan memiliki gejala ini dikenal sebagai periode inkubasi.
Seseorang hanya dapat menyebarkan Ebola ke orang lain setelah mereka menunjukkan tanda dan gejala Ebola.
Selain itu, virus Ebola tidak diketahui menular melalui makanan. Namun, di beberapa bagian dunia, virus Ebola dapat menyebar melalui penanganan dan konsumsi daging hewan liar atau hewan liar yang diburu ternyata terinfeksi Ebola.
Selain itu hingga saat ini juga tidak ada bukti bahwa nyamuk atau serangga lain dapat menularkan virus Ebola.
Yang Memiliki Risiko Tinggi Terinfeksi Ebola
Petugas kesehatan sangat rentan terinfeksi Ebola, yaitu ketika merawat pasien dengan dugaan EVD.
Ini terjadi melalui kontak dekat dengan pasien ketika tindakan pencegahan pengendalian infeksi tidak dilakukan secara ketat.
Selain itu keluarga dan teman-teman dalam kontak dekat dengan pasien Ebola, juga berada pada risiko tertinggi terinfeksi penyakit tersebut.
Pemakaman yang melibatkan kontak langsung dengan tubuh jenazah juga dapat berkontribusi dalam transmisi Ebola.
Selain itu bagi perempuan hamil yang sebelumnya terinfeksi Ebola akut dan sembuh dari penyakit tersebut mungkin masih membawa virus Ebola dalam ASI, atau dalam cairan dan jaringan terkait kehamilan.
Namun, jika seorang perempuan menyusui yang sedang pulih dari Ebola dan ingin terus menyusui, dia harus didukung untuk melakukannya, dengan catatan ASInya perlu diuji terlebih dahulu apakah masih mengandung virus Ebola atau tidak.
Namun, Ebola memiliki risiko kecil bagi pelancong atau masyarakat umum yang belum merawat atau melakukan kontak dekat (dalam jarak 3 kaki atau 1 meter) dengan seseorang yang terinfeksi Ebola.
Editor: Agung DH