tirto.id - Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) non-aktif Rita Widyasari menangis saat membacakan Pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (2/7/2018). Rita pun bercerita bagaimana dirinya terjun ke dunia politik dalam pledoi terkait kasus korupsi yang menjeratnya.
Rita sempat meminta maaf kepada semua pihak sebelum membacakan seluruh isi pleidoi. Dia mulai bercerita tentang dirinya yang terjun politik sebagai bendahara tim kampanye almarhum Syaukani, mantan Bupati Kutai Kertanegara sekaligus ayah Rita.
Saat Syaukani terbelit kasus pidana, Rita mengaku mulai berkenalan dengan Khairudin, pengusaha yang didakwa terlibat kasus korupsi bersama dia. Menurut Rita, dirinya pertama kali bertemu dengan Khairudin saat menjenguk ayahnya di penjara. Kala itu, Rita mendapat amanah dari Syaukani untuk terjun ke dunia politik.
"Beliau berpesan kepada saya, [dan] Khairudin, untuk melanjutkan perjuangan beliau membangun kukar lebih baik. Masih terngiang ucapan ayah saya [sambil menangis] 'rita, kamu harus menjadi anggota DPR', dan Khairudin sangat mendukung," kata Rita saat membacakan pleidoi.
Sebagai informasi, Syaukani menjadi pesakitan juga karena terlibat korupsi. Dia semula jadi tersangka kasus pelepasan lahan Bandara Loa Kulu. Setelah penyidikan, KPK menemukan 4 tindak pidana lain yakni menyalahgunakan dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan Bandara Kutai, dana pembangunan Bandara Kutai dan dana pos anggaran kesejahteraan masyarakat.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 2,5 tahun penjara kepada Syaukani karena terbukti melakukan 4 tindak pidana korupsi selama 2001-2005 dan merugikan negara Rp113 miliar. Vonis kasasi Mahkamah Agung (MA) pada 2008, memperberat hukuman Syaukani menjadi 6 tahun penjara sekaligus mengenakan pidana membayar uang pengganti senilai Rp49,36 miliar.
Untuk melaksanakan pesan ayahnya, Rita mengaku terjun ke dunia politik. Ia lalu maju sebagai calon anggota legislatif bersama Khairudin di Kutai Kertanegara. Menurut Rita, Khairudin membantunya berkampanye. Sejak itu, Rita mengaku banyak belajar tentang politik dari Khairudin.
"Saya sering bertanya kepada Khairudin tentang politik, karena saya menganggap Khairudin sebagai senior di DPRD dan saya terpilih dengan suara terbanyak," kata mantan politikus Golkar tersebut.
Karier Rita menanjak setelah Partai Golkar menunjuknya menjadi calon Bupati Kutai Kartanegara pada 2010. Ia mengklaim sempat menolak penunjukan itu karena merasa masih muda dan minim pengalaman.
"Saya hanya mengenal Khairudin yang memang punya banyak tim di sana dan hampir semua orang Golkar adalah sahabat karibnya. Singkat cerita yang mulia, saya dipaksa kiri-kanan untuk maju, terutama oleh pak Khairudin. Akhirnya, saya maju dan menang meski berhadapan dengan 6 pasangan calon lainnya," kata Rita.
Dalam pledoinya, Rita juga bercerita tentang upayanya untuk meringankan hukuman Syaukani melalui pengajuan grasi. Dia mengaku sempat menjual sejumlah asetnya di tahun 2015 demi membayar pidana pengganti hingga Rp15 milliar dalam perkara Syaukani.
Rita juga menyatakan tuntutan jaksa kepada dirinya tidak tepat. Mantan Ketua DPD Golkar Kutai Kartanegara itu pun kecewa dengan sejumlah kolega dekatnya yang justru menjatuhkannya.
"Siapa pun di dunia ini tidak ada yang mau masuk penjara. Perih dengan tuduhan yang tidak benar dan dari hati yang terdalam ini saya menyampaikan kekecewaan terhadap orang-orang kepercayaan saya dan orang-orang terdekat saya yang sudah saya anggap sebagai saudara, sahabat kakak adik atau sahabat seperjuangan yang punya andil besar sebagai kepala daerah," kata Rita.
Jaksa KPK menuntut Rita Widyasari dengan hukuman 15 tahun penjara, pada 25 Juni 2018 lalu. Rita juga dituntut dengan pidana denda Rp750 juta subider 6 bulan kurungan. Rita pun dituntut menerima pidana pencabutan hak politik 5 tahun setelah pidana selesai.
Sementara itu, terdakwa lain di kasus yang sama, Khairudin dituntut dengan hukuman 13 tahun penjara serta pidana denda Rp750 juta subsider selama 6 bulan kurungan. Khairudin pun dikenakan pidana tambahan pencabutan hak politik 5 tahun setelah pidana selesai.
Jaksa KPK menilai Rita dan Khairudin terbukti menerima gratifikasi senilai Rp469 miliar. Gratifikasi itu berasal dari para pemohon perizinan dan rekanan pelaksana proyek pada dinas-dinas Pemkab Kutai Kartanegara serta pengusaha Lauw Juanda Lesmana.
Jaksa menyatakan Rita dan Khairudin terbukti melanggar pasal 12B UU RI 31 tahun 99 sebagaimana diubah uu ri 20 tahun 2001 ttg uu pemberantasan tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Selain itu, jaksa KPK juga menganggp Rita terbukti melanggar dakwaan kedua primer. Dakwaan itu menyatakan Rita menerima uang dari Hery Susanto Gun alias Abun selaku Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, senilai Rp6 miliar.
Uang tersebut diberikan sebagai imbalan terkait Pemberian Izin Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara. Izin itu untuk PT Sawit Golden Prima.
Dalam perkara ini, Rita dinilai melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom