tirto.id - Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1945 tahun ini bertepatan dengan hari pertama pelaksanaan ibadah salat tarawih bagi umat Islam tanggal 22 Maret 2023.
Hari Nyepi merupakan momen sakral bagi seluruh umat Hindu di Bali sehingga semua aktivitas di Bali harus berhenti selama 24 jam, seperti tidak menyalakan lampu atau api, tidak bekerja sehingga semua umat Hindu menjalani hari tenang.
Adanya pelaksanaan hari pertama salat tarawih sudah dipastikan suasana akan ramai dan jamaah membludak di area tempat ibadah seperti masjid atau musala.
Dengan demikian, untuk menyikapi kedua ibadah yang bersamaan tersebut, Pemerintah Provinsi Bali bekerja sama dengan majelis agama dan organisasi sosial keagamaan di Bali mengimbau agar pelaksanaan keduanya bisa berjalan kondusif dan harmoni.
Kesepakatan tersebut akhirnya mendapat apresiasi dari masyarakat Muslim di Bali sebagai bentuk penghormatan kepada agama lain.
Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Buleleng, Abdul Karim Abraham sangat menghargai keputusan bahwa salat tarawih boleh diadakan dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati.
"Bagi umat Hindu, Nyepi ini kegiatan keagamaan yang sangat sakral dengan tidak beraktivitas apapun di luar rumah, namun karena rasa toleransi yang tinggi, kami diberikan izin untuk tarawih, ini contoh mayoritas yang tak semena-mena kepada minoritas" Ujar Abdul pada Senin (20/3/2023).
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Provinsi Bali, Muhammad Saffaruddin juga menyampaikan saran terkait pelaksanaan tarawih pertama bulan Ramadhan untuk tetap menoleransi kepada umat Hindu.
"Nanti kan tarawih perdana mau tidak mau malam hari. Kita tetap harus bisa menghormati, kan gelap, mungkin menggunakan pencahayaan yang tidak menyorot ke luar" Tegasnya.
Aturan Pelaksanaan Salat Tarawih di Bali
Melansir laman NU, berikut beberapa aturan pelaksanaan salat tarawih untuk wilayah Bali yang telah disepakati dan ditandatangani oleh Gubernur Bali:
1. Pelaksanaan salat tarawih disepakati bahwa umat Islam dapat dilaksanakan di rumah masing-masing;
2. Bagi umat Muslim yang rumahnya berdekatan dengan tempat ibadah seperti masjid atau musala dapat melaksanakan di luar rumah;
3. Masyarakat yang akan ke rumah ibadah (masjid/musala) harus berjalan kaki dengan tenang tanpa membuat suara gaduh;
4. Dilarang untuk bergerombol dan menyebabkan kebisingan;
5. Bagi masjid/musala ditekankan untuk tidak menggunakan pengeras suara;
6. Sedangkan untuk penerangan diimbau untuk menggunakan penerangan yang tidak terlalu mencolok atau secukupnya saja.
Penulis: Wulandari
Editor: Dipna Videlia Putsanra