Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Aturan Pejabat Maju Pilpres seperti Mahfud, Prabowo & Cak Imin

Putusan MK Nomor 68/PUU-XX/2022 sebut menteri dan pejabat setingkat menteri tidak perlu mundur maju pilpres selama mendapat izin presiden.

Aturan Pejabat Maju Pilpres seperti Mahfud, Prabowo & Cak Imin
Prabowo Subianto bersama Mahfud MD di Kemenpolhukam usai pertemuan, Jumat (13/12/2019). tirto.id/Adrian Pratama Taher

tirto.id - “Itu kan ada aturannya, pada saat kampanye, cuti, pada saat tidak kampanye, ya masuk kantor.” Demikian pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD usai ditunjuk sebagai cawapres dari Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024.

Di depan awak media, Mahfud memastikan ia akan mengambil cuti ketika hendak kampanye. Ia juga menilai pengajuan cuti sudah ada mekanismenya sehingga tinggal diikuti.

Mahfud pun mengirimkan tiga surat kepada Presiden Jokowi. Ketiga surat itu adalah surat permohonan audiensi karena menjadi cawapres; surat pengajuan cuti untuk mengikuti tahapan pemilu pada 19 Oktober 2023 dan surat pemberitahuan terpilih sebagai cawapres.

Pihak Istana mengaku surat Mahfud sudah diterima dan sudah diproses Kementerian Sekretariat Negara lewat Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Jokowi juga menyetujui Mahfud maju pilpres dan permohonan cuti eks Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

“Persetujuan presiden tersebut merujuk pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden," kata Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana dalam keterangan resmi, Rabu (18/10/2023).

PKPU Nomor 19 tahun 2023 memang mengamanatkan agar pejabat di lembaga peradilan, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, BPK, Komisi Yudisial, KPK, kepala perwakilan setara duta besar berkekuatan penuh dan pejabat setara lain untuk mundur dari jabatan ketika maju sebagai capres-cawapres.

Akan tetapi, Pasal 15 PKPU 19/2023 memberikan pengecualian kepada presiden, wapres, pimpinan MPR dan DPR maupun anggota, pimpinan DPRD maupun anggota, para petinggi daerah tingkat provinsi hingga kabupaten kota baik gubernur, bupati/wali kota dan wakil untuk maju. Para menteri atau pejabat setingkat menteri dibolehkan selama mendapat izin dari presiden.

Surat persetujuan Presiden Jokowi telah diproses secara administratif oleh Mensesneg Pratikno. Persetujuan juga telah disampaikan oleh Pratikno kepada Mahfud MD dengan tembusan ke KPU dan Bawaslu.

“Sedangkan permohonan menghadap Bapak Presiden akan dijadwalkan, setelah Bapak Presiden kembali ke tanah air dari kunjungan kerja ke Beijing dan Riyadh,” kata Ari.

Mahfud bukan satu-satunya pejabat publik yang akan ikut kontestasi pilpres. Rekan dia di DPR yang juga Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar sudah jauh-jauh hari memastikan maju Pilpres 2024. Ia maju sebagai cawapres Anies Baswedan. Sama dengan Mahfud, pria yang akrab disapa Cak Imin itu juga mendaftarkan diri sebagai kandidat ke KPU. Bedanya, Cak Imin bisa langsung maju (tak perlu izin) karena dikecualikan dalam aturan.

Selain itu, ada nama potensial lain di Kabinet Indonesia Maju yang juga akan maju Pilpres 2024, yaitu Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto dan Menteri BUMN, Erick Thohir. Dari dua nama ini, Prabowo yang sudah pasti harus izin Presiden Jokowi karena sudah pasti maju pilpres dari koalisi Partai Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PBB, Partai Garuda, dan Partai Gelora. Sedangkan Erick potensial karena sudah mengurus SKCK untuk maju pilpres untuk mendampingi Prabowo.

Ganjar dan Mahfud serahkan berkas ke KPU

Bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden Ganjar Pranowo (kiri) dan Mahfud MD (kanan) berjabat tangan usai menyerahkan syarat pencalonan menjadi presiden dan wakil presiden di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (19/10/2023). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Spt.

Pemilu Pertama yang Bolehkan Menteri Tidak Perlu Mundur

Pemilu 2024 berpotensi spesial karena sejumlah kondisi. Pertama, peserta pemilu tidak ada petahana karena Presiden Jokowi sudah dua kali menjabat dan tidak bisa diusulkan kembali sebagai capres-cawapres, sementara Wapres Maruf Amin tidak maju Pilpres 2024.

Kedua, baru pilpres kali ini yang diikuti menteri dengan status pejabat aktif. Dalam catatan sejak pemilihan langsung dimulai pada Pilpres 2004, mayoritas kandidat sedang tidak menjabat sebagai menteri atau bawahan presiden.

Di Pemilu 2004, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah memutuskan mundur dari kursi Menkopolhukam dan Jusuf Kalla (JK) sudah tidak menjadi bagian kabinet. Hanya Megawati selaku petahana yang ikut Pemilu 2004. Amien Rais yang waktu itu Ketua MPR pun mundur dari jabatannya untuk maju Pilpres 2004.

Pada Pemilu 2009, SBY dan JK maju tanpa mundur sebagai presiden dan wakil presiden. Di luar itu, Gubernur Bank Indonesia kala itu, Boediono memilih mundur saat maju bersama SBY sebagai cawapres.

Sementara pada Pemilu 2014, Jokowi tetap menjadi Gubernur DKI Jakarta selama menjadi peserta Pilpres 2014. Ia cuti selama kampanye dan kembali beraktivitas sebagai gubernur. Sedangkan, Hatta Radjasa yang kala itu Menko Perekonomian mundur dari pemerintah dan fokus pemenangan.

Di Pemilu 2019, peserta yang pejabat negara adalah Jokowi dan Sandiaga Uno. Jokowi cuti selama berkampanye, sementara Sandiaga yang waktu itu wakil gubernur DKI Jakarta memilih mundur dari kursi tersebut.

Pada saat pemilu presiden 2019, para pejabat seperti presiden, wakil presiden maupun pimpinan maupun anggota DPR/MPR/DPD, gubernur/wakil, bupati/wakil, dan wali kota/wakil memang boleh maju pilpres tanpa mundur dari jabatan sesuai Pasal 170 ayat 1 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Namun pengaturan menteri masih belum jelas hingga putusan MK Nomor 68/PUU-XX/2022. Dalam putusan tersebut menteri dan pejabat setingkat menteri ikut dikecualikan untuk mundur selama mendapat izin dari presiden.

Anies dan Cak Imin di KPU

Pasangan capres-cawapres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) saat memberi keterangan pers kepada awak media usai pendaftaran di KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2023). (Tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama)

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil mengakui, pemilu kali ini spesial. Sebab, dua paslon yang mendaftar yakni Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud berpengalaman di pemerintahan. Anies adalah mantan menteri dan pernah menjadi Gubernur DKI, sementara Muhaimin adalah legislator yang kerap lolos parlemen dan pernah menjadi menteri.

Di sisi lain, Ganjar sudah dua kali terpilih sebagai legislator tingkat nasional dan menjadi gubernur Jawa Tengah dua periode. Sedangkan Mahfud adalah pejabat yang sudah menduduki tiga jabatan berbeda, yakni anggota DPR (legislatif), hakim konstitusi di bidang yudikatif, dan menteri di ranah eksekutif.

Jika ditambah dengan nama Menhan Prabowo Subianto yang disebut sebagai kandidat lain, maka pemilu kali ini diikuti sejumlah tokoh yang telah teruji di pemerintahan.

“Fenomena ini menurut saya menunjukkan ada iklim yang positif dalam proses kontestasi di pemilu kita, di mana orang yang dicalonkan oleh partai politik atau orang yang diusulkan partai politik, ya orang yang memang punya pengalaman di pemerintahan,” kata Fadli, Kamis (19/10/2023).

Fadli menilai, publik kini bisa menilai gagasan apa yang dibawa oleh para kandidat. Publik bisa menilai lewat visi-misi dalam membawa bangsa. “Itu yang perlu kita tagih dan kita tuntut segera,” kata Fadli.

Di sisi lain, Fadli tidak memungkiri bahwa pemilu kali ini ada potensi penyalahgunaan kekuasaan lantaran pejabat negara seperti menteri masih aktif di masa kampanye. Ia tidak memungkiri ada potensi pelanggaran ketika pejabat seperti menteri ikut pilpres.

“Makanya yang harus dilakukan dan diketatkan adalah pengawasannya dan tentu batasan-batasan dari masing-masing peserta pemilu, ya nanti mereka akan kalau mereka mau kampanye harus cuti dan mereka harus pastikan tidak pakai fasilitas negara yang memang dilarang oleh undang-undang ketika akan melakukan kampanye,” kata Fadli.

Fadli menilai, Bawaslu akan diuji dalam pemilu kali ini. Ia mengingatkan bahwa kampanye dengan menggunakan fasilitas negara adalah pelanggaran pemilu dan harus ditindak Bawaslu.

Saat ini, Bawaslu sudah punya instrumen hukum, sumber daya dan kemampuan untuk mengawasi pelaksanaan pemilu. Ia mencontohkan Bawaslu punya peta kerawanan pemilu. Oleh karena itu, Bawaslu harus berani menindak paslon berlatar belakang pejabat yang menyalahgunakan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye.

“Kalau soal kewenangan, soal anggaran, saya kira sudah sangat lebih dari cukup. Enggak ada yang kurang. Tinggal action-nya saja. Berani atau komit enggak melaksanakan tugas itu?” kata Fadli menegaskan.

Akan tetapi, Fadli menganggap kondisi ideal seorang pejabat maju pilpres adalah mundur dari jabatannya. Ia mengingatkan waktu kampanye yang rendah dan posisi mereka yang ikut berkontestasi pemilu.

“Dalam batasan etik paling tinggi idealnya memang harus mundur saja karena ini kontestasi soal pilpres dan mereka pasti akan berkampanye, apalagi durasi kampanyenya singkat cuma 75 hari," kata Fadli.

Deklarasi relawan Matahari 08

Bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto menyampaikan pidato saat deklarasi dukuungan relawan Mata Hati Rakyat Indonesia (Matahari) 08 di Jakarta, Minggu (15/10/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nz

Sementara itu, analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo mengingatkan, esensi alasan pejabat mundur di saat pilpres. Hal itu dinilai sebagai etika politik karena pejabat tidak boleh menggunakan fasilitas negara demi kepentingan politik pribadi.

“Kalau enggak, agak susah memeriksa apakah dia berkampanye pakai uang sendiri atau uang partai atau justru pakai uang pajak rakyat. Itu sebenarnya prinsip yang paling penting," kata Kunto kepada reporter Tirto, Kamis (19/10/2023).

Secara etika, Kunto menilai, Mahfud, Prabowo hingga Muhaimin semestinya mundur. Ia beralasan, pengawas pemilu akan kesulitan saat mengaudit apakah mereka menggunakan fasilitas negara untuk kampanye demi kepentingan sendiri atau tidak. Status cuti, kata Kunto, belum tentu menjamin mereka tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik saat pilpres nanti.

“Yang namanya menteri itu masih punya tangan birokrasi dan kita tahu birokrasi di Indonesia kan sangat patuh dan asal bapak senang sehingga enggak ada yang kontrol akhirnya. Pengawasan juga enggak akan bisa menolak karena kultur di birokrasi kita seperti itu, jadi ya itu memang bagian lain dari kenapa mereka harus mundur,” kata Kunto.

Kunto menyebut, permasalahan etika saat ini sudah mulai tidak dipersoalkan. Hal ini tidak lepas dari rangkaian dugaan pelanggaran etik yang terkesan permisif setelah ditabrak pemerintah.

Lantas apakah hal itu berpengaruh kepada elektabilitas? Kunto mengakui, isu etika masih bisa dimainkan untuk pemilih berpendidikan atau kelas menengah atas di Indonesia. Ia juga mengakui pejabat yang memilih mundur demi maju pilpres mungkin akan dilirik, tetapi tidak memiliki pengaruh besar sebagai strategi kampanye.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz