tirto.id - Pemerintahan Donald Trump mengumumkan pada Kamis (12/10/2017) waktu setempat bahwa AS akan menarik diri dari UNESCO. Setelah bertahun-tahun menjauhkan diri, langkah ini diputuskan AS karena organisasi kebudayaan PBB dianggap "bias anti-Israel."
Pemerintah juga menyebutkan tunggakan yang meningkat di organisasi tersebut sebagai alasan penarikan diri AS.
"Kami mendapat tunggakan sebesar 550 juta dolar AS bahkan lebih. Jadi pertanyaannya adalah, apakah kami ingin membayar uang itu?" Heather Nauert, juru bicara Departemen Luar Negeri, mengatakan pada sebuah konferensi pers. Dia menambahkan, "Dengan bias anti-Israel yang telah lama terdokumentasikan di UNESCO, ini perlu diakhiri."
Sementara AS mengundurkan diri dari organisasi tersebut, administrasi Trump mengatakan bahwa mereka ingin terus memberikan perspektif dan keahlian Amerika kepada UNESCO, namun sebagai pengamat nonmember. Penarikan tersebut mulai berlaku pada akhir tahun 2018, namun keputusan tersebut dapat ditinjau ulang, kata beberapa pejabat.
Jika UNESCO kembali "ke tempat di mana mereka benar-benar mempromosikan budaya dan pendidikan terhadap itu semua, mungkin kita bisa melihat dari sisi lain," kata Nauert, seperti dikutip New York Times.
UNESCO: Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB, yang dikenal dengan Warisan Dunia-nya, adalah agen pembangunan global dengan misi yang mencakup mempromosikan pendidikan seks, melek huruf, air bersih dan kesetaraan bagi perempuan.
Dalam sebuah pernyataan tertulis, Irina Bokova selaku Direktur Umum UNESCO, menyatakan penyesalannya atas keputusan tersebut dan mengatakan bahwa orang-orang Amerika bersama-sama dengan tujuan organisasi tersebut.
"Universalitas sangat penting bagi misi UNESCO untuk memperkuat perdamaian dan keamanan internasional dalam menghadapi kebencian dan kekerasan, untuk membela hak asasi manusia dan martabat," tulis Bokova.
Selama Perang Dingin, AS sempat mengundurkan diri dari UNESCO pada tahun 1984 karena pemerintahan Reagan menganggap organisasi tersebut terlalu rentan terhadap pengaruh Moskow dan terlalu mengkritik Israel. Presiden George W. Bush berjanji pada tahun 2002 bergabung kembali dengan organisasi tersebut untuk menunjukkan kesediaannya terhadap kerja sama internasional menjelang perang Irak.
Bokova berpendapat bahwa Unesco "sangat relevan dengan agenda politik pemerintah Amerika, hal itu luar biasa," mengutip karyanya mengenai upaya mencegah ekstremisme kekerasan melalui program pendidikan dan budaya di negara berkembang.
Program keaksaraan terbesar UNESCO ada di Afghanistan, katanya, juga bekerja di Libya dan Irak untuk melatih para guru dan melestarikan warisan budaya di wilayah yang bebas. Ini selalu berhasil melawan anti-Semitisme dan untuk melestarikan kenangan akan Holocaust, kata Bokova.
UNESCO pernah mengumumkan kota Hebron, sebagai situs Warisan Dunia Palestina dalam bahaya. Keputusan ini dikritik tajam oleh Israel dan sekutu-sekutunya. Dan pada 2015, UNESCO mengadopsi sebuah resolusi yang mengkritik Israel karena menyalahgunakan tempat-tempat warisan di Yerusalem dan mengecam "agresi Israel dan tindakan ilegal terhadap kebebasan beribadah."
Pemerintahan Trump dikenal kerap membuat pertahanan untuk Israel sebagai prinsip utama kebijakan luar negerinya. Setelah terpilih namun sebelum menjadi presiden, Trump melakukan intervensi luar biasa di pentas dunia dengan mengkritik keputusan pemerintah Obama untuk tidak menghalangi resolusi PBB yang mengkritik pemukiman Israel. Trump bahkan berjanji untuk memindahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat ke Yerusalem dari Tel Aviv dan memilih seorang duta pro-pemukiman.
Nikki R. Haley, duta besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, pun telah berulang kali mengkritik PBB atas apa yang dia sebut dengan bias anti-Israel.
Sementara itu, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Kamis, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji langkah tersebut AS dan berjanji untuk menarik Israel dari organisasi tersebut juga.
"Ini adalah keputusan yang berani dan etis karena UNESCO telah menjadi teater yang absurd dan bukannya melestarikan sejarah, [tapi] mendistorsinya," kata Netanyahu.
Bagi Trump dan Netanyahu, pengakuan terhadap situs Warisan Dunia di wilayah Palestina, seperti Hebron dan Gereja Kelahiran di Betlehem, dan resolusi 2015 dan yang lainnya pada tahun 2016, menunjukkan bias anti-Israel.
Baca juga:Israel Berencana Ikuti Langkah AS Keluar dari UNESCO
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari