tirto.id - Reshuffle merupakan pergantian atau perombakan dari kabinet kerja pemerintahan. Di Indonesia, reshuffle kabinet (cabinet reshuffle) kabinet merupakan hak prerogatif presiden selaku kepala negara. Lantas, apa itu sebenarnya arti reshuffle kabinet dan hak prerogatif presiden?
Adanya reshuffle kabinet akan merombak posisi menteri dalam sistem pemerintahan yang dilakukan oleh kepala negara. Sebagai contoh, presiden bisa mengganti menteri atau memindahkan menteri dari satu posisi ke posisi yang lain.
Dikutip dari laman Institute for Government, reshuffle atau perombakan kabinet paling sering dilakukan dalam sistem pemerintahan parlementer yang mengambil menteri dari legislatif. Di sisi lain, perombakan kabinet jarang terjadi dalam sistem politik yang cabang eksekutif dan legislatifnya dipisahkan.
Di negara yang memisahkan eksekutif dan legislatif, menteri diangkat berdasarkan kualifikasi mereka untuk mengawasi departemen atau bidang kebijakan tertentu, bukan karena alasan patronase dan manajemen partai.
Tujuan Reshuffle Kabinet
Pergantian menteri diperlukan ketika ada menteri yang mengundurkan diri, pensiun, meninggal dunia, terjerat kasus hukum, kinerjanya dianggap kurang maksimal, serta beberapa hal lainnya, termasuk alasan terkait relasi partai politik atau hal-hal yang terjadi di luar kendali pemerintah.
Selain itu, tulis Cody MacKay melalui artikelnya berjudul "Why Prime Ministers and Premiers Shuffle Their Cabinet?" dalam CBC News (22 Juli 2018), reshuffle juga merupakan cara bagi pemimpin negara atau kepala pemerintahan untuk "menyegarkan" pemerintahan.
Berikut ini beberapa tujuan dilakukannya reshuffle atau perombakan kabinet:
- Penyegaran dalam kabinet.
- Pergantian kebijakan.
- Manajemen partai dan kabinet.
- Mengevaluasi kinerja menteri.
- Kejadian di luar kendali pemerintah.
Apa Saja Hak Prerogatif Presiden?
Reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif presiden, yakni hak istimewa yang melekat pada pemimpin negara untuk menetapkan sesuatu tanpa adanya campur tangan dari lembaga atau pihak lain.
Hak prerogatif tidak bisa digunakan secara mudah, akan tetapi ada kondisi tertentu yang harus mendukung hak ini bisa digunakan. Artinya, hak prerogatif bisa digunakan apabila betul-betul sangat dibutuhkan dan presiden memiliki berbagai pertimbangan khusus untuk menggunakan hak ini.
Dikutip dari Kapita Selekta KF Doktor: Kebhinekaan Ilmu dalam Satu Cita (2020) karya Wan Lelly Heffen, sekalipun ini sebagai hak prerogatif, presiden masih harus tetap berkonsultasi dengan Mahkamah Agung (MA) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal ini perlu dilakukan sehingga hubungan check and balances antarlembaga negara tetap terjaga, sebagaimana teori trias politica yang dianut dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen), seperti dituliskan kembali oleh Johansyah melalui tulisan berjudul "Hak Prerogatif Presiden Menurut UUD 1945" dalam Jurnal SOLUSI (Vol. 16, No. 2, 2018), beberapa hak prerogatif presiden adalah sebagai berikut:
- Menerapkan Peraturan Pemerintahan.
- Pemegang Kekuasaan Tertinggi TNI (Tentara Nasional Indonesia).
- Menyatakan Perang, Perdamaian, dan Perjanjian dengan Negara Lain.
- Menyatakan Keadaan Bahaya.
- Mengangkat Duta dan Konsul serta Menerima Duta dari Negara Lain.
- Memberi Hak Grasi, Rehabilitasi, Abolisi, dan Amnesti.
- Memberi Gelar dan Tanda Jasa terhadap Seseorang.
- Mengangkat dan Memberhentikan Menteri.
- Menetapkan Peraturan Pemerintah dalam Keadaan Darurat.
Penulis: Ririn Margiyanti
Editor: Iswara N Raditya