Menuju konten utama

Arti One Map Policy dan Kaitannya dengan Reformasi Agraria

Arti One Map Policy dan kaitannya dengan reforma agraria yang disebut Gibran dalam debat keempat Pilpres 2024 Minggu (21/1/2024).

Arti One Map Policy dan Kaitannya dengan Reformasi Agraria
Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka (kanan) menyampaikan pandangannya saat Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). ANTARA FOTO//M Risyal Hidayat/tom.

tirto.id - One Map Policy disinggung oleh cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka dalam debat keempat Pilpres 2024 pada Minggu malam, 21 Januari 2024.

Gibran mengatakan, melanjutkan One Map Policy adalah bagian dari agenda reformasi agraria yang akan mereka lakukan bila nanti terpilih memimpin Indonesia selama lima tahun ke depan.

Menurut Gibran, program One Map Policy sangat berguna untuk mengurangi konflik sengketa tanah hingga mafia tanah. Permasalahan itu kata dia, bisa diminimalisir karena databesnya sudah digital, sehingga batas tanah sudah terekam semua di dalam database.

Kemudian, dia juga menyebut bahwa dia sebagai Wali Kota Solo dan capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tenagh pernah mendapatkan predikat kota lengkap, yang mana garis-garis batas tanah di wilayah mereka sudah terekam semua di database Badan Pertanahan Nasional (BPN).

One Map Policy ini sangat penting sekali untuk kita bagaimana nanti menyelesaikan konflik-konflik agraria ke depan,” ujar Gibran.

Arti One Map Policy dalam Reformasi Agraria

Berdasarkan studi Ana Silviana berjudul Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) Mencegah Konflik di Bidang Administrasi Pertanahan (2019), kebijakan Satu Peta atau One Map Policy adalah kebijakan Pemerintah dalam rangka untuk mewujudkan tata kelola hutan dan pertanahan yang baik sebagai sarana untuk mencegah konflik penguasaan lahan di Indonesia.

Cikal bakal program One Map Policy bermula pada saat Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang meminta data luas lahan mengenai Peta Vegetasi. Kemudian oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP atau UKP4) dicari data tersebut melalui Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, namun ternyata setelah digabungkan antara data dari UKP4 dengan data dari Kementrian Kehutanan dan Kementrian Lingkungan Hidup ternyata tidak sama.

Presiden SBY lalu pada tahun 2010 mengamanatkan kepada Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk membuat One Map Policy untuk menyatukan seluruh informasi peta yang diproduksi dari berbagai sektor ke dalam satu peta secara integratif, sehingga tidak terdapat perbedaan atau tumpang tindih formasi dalam peta yang ditetapkan oleh BIG. Dalam hal ini Peta BIG dijadikan sebagai acuan standar.

Dalam rangka untuk mendorong penggunaan Informasi Geospasial guna pelaksanaan pembangunan, maka pada Tahun 2016 tepatnya tanggal 1 Februari 2016 Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP) pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000.

Regulasi itu mengacu pada referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal guna percepatan pelaksanaan pembangunan nasional.

Pada bidang Pertanahan Presiden Jokowi juga meminta kepada Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk segera mewujudkan One Map Policy. Kebijakan One Map Policy tersebut sejalan dengan semangat reforma agraria yang menjadi program prioritas pemerintah.

Lebih lanjut, Aprillia Wahyuningsih dalam studinya berjudul Arah Kebijakan One Map Policy dalam Percepatan Reforma Agraria: Upaya Penyelesaian Konflik Agraria (2023) menjelaskan, pelaksanaan Kebijakan Satu Peta ini bermanfaat dalam perencanaan ruang skala luas yang mana dapat digunakan secara efektif dalam mengidentifikasi suatu bidang tanah berdasarkan peruntukannya.

Pelaksanaan One Map Policy ini juga dapat menjadi salah satu solusi tumpang tindih pemanfaatan lahan, bahkan dapat menjadi dasar dalam percepatan pelaksanaan program-program pembangunan infrastruktur dan Kawasan.

Hal ini menjadi salah satu gambaran reforma agraria yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam penyelesaian konflik agraria melalui kebijakan yang tersistematis. Meskipun, tujuan awal dari dibentuknya One Map Policy yakni pada penataan ruang yang lebih terintegratif pada satu peta. Namun ternyata memberikan manfaat untuk menangani berbagai permasalahan agraria. Bahkan hal ini selaras dengan tujuan reforma agraria.

Aprillia juga memaparkan bahwa reforma agraria dapat dilakukan dalam tiga hal. Pertama, konsep landreform, yakni penataan kembali struktur penguasaan kepemilikan tanah yang lebih adil. Kedua, konsep acces reform, yakni berkaitan dengan penataan penggunaan atau pemanfaatan tanah yang lebih produktif disertai penataan dukungan sarana dan prasarana yang memungkinkan petani memperoleh akses ke sumber ekonomi di wilayah pedesaan. Ketiga, konsep policy reform atau regulation reform, yakni berkenaan dengan peraturan kebijakan dan hukum yang berpihak pada rakyat banyak.

Baca juga artikel terkait DEBAT CAPRES 2024 atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Politik
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Iswara N Raditya