Menuju konten utama

Apindo Menolak Sistem Lelang Gula Rafinasi

Apindo mengklaim akses UMKM dalam memperoleh harga yang sama untuk memperoleh gula rafinasi bakal sulit tercapai dengan sistem lelang.

Apindo Menolak Sistem Lelang Gula Rafinasi
Satuan Tugas Ketahanan Pangan Sulawesi Selatan menunjukkan kemasan gula rafinasi ilegal milik UD Benteng Baru, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (22/5). ANTARA FOTO/Dewi Fajriani

tirto.id - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak sistem lelang gula rafinasi untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Menurut Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas tidak sesuai dengan tujuan pemerintah yang ingin menegakkan keadilan bagi UMKM serta menghilangkan rembesan.

“Ada tiga isu besar di balik tujuan itu, yaitu membuat UMKM punya akses terhadap harga yang sama, memonitor dan transparansi peredaran gula, serta mencegah rembesan gula rafinasi ke konsumen. Sistem lelang tidak menjawab ketiga isu,” kata Hariyadi dalam diskusi publik mengenai lelang gula rafinasi di kawasan Kuningan, Jakarta pada Rabu (27/9/2017).

Haryadi mengklaim akses UMKM dalam memperoleh harga yang sama untuk memperoleh gula rafinasi bakal sulit tercapai. Pasalnya pembelian dalam jumlah besar cenderung memperoleh harga yang relatif lebih murah.

“Persyaratan ikut lelang juga minimal 1 ton. Padahal kebutuhan biasanya kurang dari 500 kilogram,” ucap Hariyadi.

Selain itu, Hariyadi menilai transparansi dalam pembelian gula rafinasi juga sudah jelas. Ia menyebutkan bahwa pelaku industri makanan dan minuman biasanya melakukan kontrak berbentuk business-to-business (B2B) dengan produsen gula rafinasi.

Adapun terkait tudingan rembesan gula rafinasi yang biasa dilakukan pelaku industri besar kepada UMKM, Hariyadi memberikan pandangannya. Tanpa mengandalkan pendapatan dari menjual rembesan gula, menurutnya, pelaku industri makanan dan minuman telah memperoleh nilai tambah yang relatif besar.

“Jadi jawabannya bukan lelang gula. Tapi bagaimana membuat harga gula menjadi kompetitif dengan harga gula di negara sekitar. Industri juga mau kalau harganya lebih murah,” ujar Hariyadi lagi.

Masih dalam kesempatan yang sama, Koordinator Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi Dwiatmoko Setiono berpendapat sistem lelang gula malah berpotensi menjadi distorsi.

Menurut Dwiatmoko, jumlah pabrik gula rafinasi di Indonesia yang hanya ada 11 akan kewalahan dalam memenuhi kebutuhan UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagaimana diketahui, pabrik gula rafinasi masing-masingnya terletak di Medan, Lampung, Cilacap, Makasar, dan Cilegon.

“Misal UMKM ada di Samarinda atau Balikpapan, dari lelang berapa ongkos kirimnya? Apa jadi lebih murah? Permendag ini hanya untuk daerah di sekitar pabrik. Ini jelas tidak ada keadilan,” ucap Dwiatmoko.

Sementara itu, sejumlah pelaku UMKM juga malah mengaku keberatan apabila Permendag tersebut dijalankan. Salah satunya seperti disampaikan Shobur Mubarok yang merupakan pengrajin gula merah di Ciamis.

Shobur menilai sistem lelang tidak sesuai dengan modal produksi UMKM yang cenderung terbatas. “Dengan banyaknya biaya produksi yang dikeluarkan, sangat berat untuk biaya lelang. Itu bakal memakan biaya produksi kami,” kata Shobur dalam acara diskusi.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI GULA atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari