tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana gugatan hasil pemilu presiden dan wakil presiden, Jumat (14/6/2019). Dalam sidang ini, MK akan memutuskan lanjut atau tidaknya sengketa Pilpres 2019 yang diajukan pasangan calon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Jika diputuskan berlanjut, maka pada 17 hingga 24 Juni, MK akan melakukan sidang dengan agenda pemeriksaan pembuktian.
Sebagai penggugat, kuasa hukum Prabowo-Sandiaga telah menyerahkan bukti-bukti kecurangan pemilu yang dinilai Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) ke MK, pada 24 Mei 2019. BPN kembali mengirimkan revisi gugatan ke MK pada Senin, 10 Juni 2019.
Salah satu dalil baru yang mereka masukkan adalah soal jabatan cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah.
Bambang Widjojanto, ketua tim hukum Prabowo-Sandiaga mengatakan, posisi tersebut melanggar Pasal 227 huruf P Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Berdasarkan pasal itu, capres-cawapres tidak boleh menjabat jabatan tertentu di perusahaan berstatus BUMN.
Tak hanya dari BPN, kuasa hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin juga telah melalukan persiapan untuk menanggapi sengketa pemilu saat persidangan nanti di MK.
Lalu, apa saja “peluru” yang akan diluncurkan oleh kuasa hukum dari BPN dan TKN saat persidangan di MK nanti?
BPN vs TKN Siap Adu Argumen
Teuku Nasrullah, salah satu kuasa hukum pasangan calon nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga mengatakan, “peluru” yang akan kubunya luncurkan saat sidang perdana ini adalah menyampaikan seluruh gugatan yang dilayangkan ke MK.
“Poin-poin yang akan kami bacakan seluruhnya, baik kecurangan yang TSM, dari pra, pelaksana, hingga pasca-pemilu. Terkait dengan perhitungan-perhitungan, kami akan masukan semua itu,” kata dia saat dikonfirmasi reporter Tirto, Kamis (13/6/2019).
Namun, kata Nasrullah, hal tersebut akan disampaikan oleh pihaknya secara langsung jika diizinkan oleh MK saat sidang perdana. Tujuannya, kata dia, agar masyarakat mengetahui dalil-dalil yang diajukan BPN Prabowo-Sandi dalam sengketa ini.
“Agar publik tahu permohonan kami, meskipun sudah bisa dilihat di website MK,” kata Nasrullah.
Selain itu, kata dia, kuasa hukum paslon 02 juga telah memperkirakan apa saja tanggapan dari para termohon dan terkait terhadap gugatan yang pihaknya buat. Ketika mereka memberikan tanggapan, kata Nasrullah, tentu saja kuasa hukum BPN akan merespons balik.
“Kami sudah antisipasi seperti apa tanggapan yang dibuat oleh pihak termohon dan pihak terkait,” kata Nasrullah menambahkan.
Ia pun optimistis kubunya dapat memenangkan pertarungan sengketa pemilu di MK. “Optimisme kami akan dinilai oleh hakim MK. Kami berharap hakim MK ini, hakim yang menggali kebenaran dan keadilan, tidak terjebak dalam prosedural, tetapi lebih pada substantif,” kata dia berharap.
Sementara itu, Direktur Hukum dan Advokasi TKN Jokowi-Ma'ruf, Ade Irfan Pulungan mengatakan pihaknya telah mempersiapkan jawaban beserta bukti untuk menghadapi sidang perdana di MK. Jawaban dan bukti tersebut, kata Irfan, untuk membantah seluruh dalil-dalil yang disampaikan BPN.
“Untuk membantah semua dalil-dalil yang disampaikan pemohon dalam permohonannya yang disampaikan pada 24 Mei,” kata Irfan.
Namun, Irfan belum bisa menyampaikan apa saja isi bantahan dalil BPN tersebut. Sebab, kata Irfan, bantahan tersebut akan disampaikan nanti saat persidangan.
Irfan menegaskan, kuasa hukum TKN Jokowi-Ma'ruf hanya akan membantah permohonan BPN yang diajukan pada 24 Mei lalu. Sementara pengajuan revisi permohonan yang diserahkan pada 10 Juni kemarin, kata Irfan, kuasa hukum TKN tidak akan menanggapinya.
Permohonan BPN yang direvisi tersebut antara lain, seperti mempersoalkan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) pada 25 April 2019. Tercatat, sumbangan pribadi dari capres 01, Joko Widodo sebesar Rp19.508.272.030.
Padahal, berdasar Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dilaporkan Jokowi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 12 April 2019 hanya berjumlah Rp6.109.234.705.
Kemudian, soal status cawapres nomor urut 01, Ma'ruf Amin yang masih menjabat sebagai dewan pengawas syariah di Bank BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri, dua perusahaan anak BUMN.
Sebab, kata Irfan, berdasarkan peraturan Undang-Undang Pemilu No. 7 tahun 2017, untuk sengketa pilpres, tidak ada perbaikan dari pemohon. Oleh karena itu, kata dia, pihaknya pun akan mengabaikan permohonan dari BPN tersebut.
“Tanggal 10 kami tidak menyampaikan bantahan, karena kami anggap itu bukan bagian dari sebuah permohonan pemohon. Jadi artinya kami hanya berpatokan pada permohonan yang diajukan pada 24 Mei itu,” kata Irfan.
Meskipun begitu, kata Irfan, dirinya dan kuasa hukum TKN optimistis dapat memenangkan pertarungan di MK. Apalagi, dia mengatakan, capres-cawapres nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf telah unggul 17 juta suara dari paslon 02 Prabowo-Sandi.
“Sangat optimistis, orang saya beserta teman-teman kuasa hukum sudah mempersiapkan diri, sangat optimis. Saya sudah punya keyakinan,” kata dia.
Bagaimana Peluangnya?
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan belum bisa menilai apakah alat bukti yang diberikan oleh kuasa hukum BPN cukup dan valid atau tidak. Sebab, kata dia, semua dalil yang diberikan harus dibuktikan dengan alat bukti yang sah menurut MK.
Kemudian, kata dia, belum tentu juga dalil yang terbukti itu berpengaruh terhadap hasil Pilpres 2019. Selain itu, kata Bivitri, terdapat 154 bukti video yang telah ia data. Namun, kata dia, opini dan video tersebut perlu diverifikasi oleh hakim karena dikhawatirkan bisa dimanipulasi.
“Terserah hakim mau terima atau tidak, kemudian ada juga alat bukti dokumen lainnya. Jadi kalau dilihat permohonannya saja sih, menurut saya berat sekali. Karena dalilnya begitu banyak yang harus dibuktikan,” kata dia saat ditemui reporter Tirto, di Kantor Formappi, Kamis (13/6/2019).
Bivitri menilai, gugatan BPN Prabowo-Sandiaga yang mempertanyakan status Ma'ruf Amin di Bank BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri, serta sumbangan dana kampanye Jokowi juga cukup unik.
Namun, kata Bivitri, permohonan BPN yang meminta MK mendiskualifikasi paslon 01 Jokowi-Ma'ruf sangat berat untuk dikabulkan.
“Jadi saya kira diskualifikasi itu petittum yang sangat berat, bahkan sebenarnya kalau kita lihat di UU, enggak ada. Tapi enggak apa-apa, silakan dicoba, nanti hakim yang akan putuskan, saya kira itu lemah kasusnya,” kata Bivitri.
Bivitri juga menilai TKN dapat membantah seluruh dalil yang ditujukan oleh BPN di MK. Sebab, permohonan yang dilayangkan oleh kuasa hukum BPN membutuhkan tantangan yang berat untuk membuktikannya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz