tirto.id - Tim hukum paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menambahkan dalil dan materi permohonan sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Revisi ini dilakukan 10 Juni 2019, atau sehari sebelum masa tenggat akhir perbaikan 11 Juni 2019.
Salah satu dalil baru yang mereka masukkan adalah soal jabatan cawapres Ma'ruf Amin di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah. Ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, mengatakan posisi tersebut melanggar Pasal 227 huruf P Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pada pasal ini capres-cawapres tidak boleh menjabat jabatan tertentu di perusahaan berstatus BUMN.
Posisi ini, kata Bambang, membuat Ma'ruf Amin semestinya didiskualifikasi.
Perbaikan ini lantas dipermasalahkan Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf. Mereka meminta MK menolak perbaikan gugatan tersebut, dengan dasar Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan MK Nomor 5/2018 Tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilu.
Wakil Ketua TKN Arsul Sani di kawasan Menteng, Jakarta, Senin (10/6/2019), mengatakan dalam beleid itu tak ada aturan mengenai perbaikan gugatan. "PMK tidak secara secara eksplisit mengatakan pemohon boleh mengubah materi permohonan," kata Arsul. Dia lantas menafsirkan itu dengan mengatakan bahwa revisi tak boleh dilakukan pada gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHPU) pilpres.
Arsul, yang juga menjabat Wakil Ketua Tim Hukum TKN, berujar mereka bakal menyampaikan secara formal agar para hakim MK menolak revisi gugatan.
"Yang harus dianggap sebagai permohonan dalam PHPU adalah yang mereka sudah daftarkan, yang isinya sudah beredar di media sosial. Itulah yang harus dianggap sebagai materi," imbuhnya.
Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Bengkulu, Juanda, menilai kekosongan hukum dalam PMK 4/2008 dan PMK 1/2019 membuat keputusan menerima atau menolak gugatan tersebut memang menjadi belum jelas.
"Kalau secara akademik, untuk peradilan seharusnya ada aturannya," kata Juanda kepada reporter Tirto, Rabu (12/6/2019).
Keputusan Hakim
Juru Bicara MK Fajar Laksono menyatakan panitera MK tidak bisa tidak menerima revisi gugatan hasil pilpres karena memang belum melewati tenggat. "Kepaniteraan tidak punya kewenangan menolak," katanya kepada reporter Tirto.
Meski begitu, Fajar bilang revisi ini hanya akan jadi lampiran dari gugatan pertama yang diserahkan pada Jumat 24 Mei malam. "Berkas permohonan [perbaikan] menjadi lampiran," tegasnya.
Pada revisi ini tim hukum melampirkan 154 bukti. Ini lebih banyak dari gugatan pertama mereka yang melampirkan 51 bukti, di antaranya tautan situs berita.
Pada gugatan pertama, tim hukum Prabowo melampirkan tautan berita sebagai bukti atas adanya kecurangan yang meliputi (1) penyalahgunaan anggaran, (2) ketidaknetralan aparat negara (Polri, TNI dan Intelijen), (3) penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, (4) pembatasan kebebasan media dan pers, dan (5) diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum.
Dalam revisi gugatan, selain mempermasalahkan status Ma'ruf Amin, mereka juga menyinggung dana kampanye Jokowi hingga petitum. Mereka menambahkan petitum kalau Prabowo menang dengan total sekitar 68,65 juta suara atau 52 persen, sementara Jokowi-Maruf hanya mengantongi sekitar 63,57 juta suara atau 48 persen.
Maka tak heran kalau halaman dokumen gugatan jadi menggelembung. Dari yang sebelumnya hanya 37 halaman kini jadi 146 halaman.
Perkara apakah revisi ini akan dipakai atau tidak, karena memang tak ada aturan soal itu, akan dipertimbangkan hakim dalam sidang nanti. "Dipertimbangkan atau tidak itu sepenuhnya otoritas hakim," tegas Fajar.
Sementara Fajar belum bisa memastikan apakah revisi gugatan akan dipakai dalam sidang atau tidak, pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengatakan hakim MK semestinya menerima dan mempertimbangkan itu.
Dasarnya sama seperti apa yang dikatakan tim Jokowi, bahwa memang tak ada aturan tentang itu, tapi dengan tafsir lain. Tanpa ada aturan yang melarang, semestinya revisi gugatan tidak diabaikan apalagi dianggap tidak sah.
"Secara hukum tidak beralasan mempersoalkan dapat atau tidaknya permohonan diubah. Karena secara konvensional permohonan di MK selalu bisa diubah sejauh belum diregister, baik pemilukada, pilpres, maupun pileg," kata lelaki yang pernah menjadi anggota Tim Seleksi Hakim MK ini.
Sidang pendahuluan sengketa hasil Pilpres 2019 akan diselenggarakan 14 Juni 2019 besok pukul 09.00 pagi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino