Menuju konten utama

Tim Hukum PDIP Persoalkan PTUN Undur Jadwal Putusan Gugatannya

Tim Hukum PDIP mempersoalkan langkah PTUN yang memutus gugatan mereka 4 hari setelah pengucapan sumpah Presiden dan Wakil Presiden RI Terpilih.

Tim Hukum PDIP Persoalkan PTUN Undur Jadwal Putusan Gugatannya
Kuasa Hukum PDIP, Gayus Lumbuun saat jumpa pers di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta, Jumat (25/10/2024). (Tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama)

tirto.id - Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) telah menolak gugatan yang diajukan PDIP terkait penetapan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI Terpilih di Pilpres 2024. Putusan itu dapat diakses melalui e-court PTUN DKI Jakarta di laman SIPP.

"Menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima," demikian bunyi putusan dalam SIPP yang diunggah Kamis (24/10/2024).

Merespons putusan PTUN tersebut, Kuasa Hukum PDIP, Gayus Lumbuun, menuding ada kejanggalan dalam proses putusan gugatan mereka. Gayus juga mempersoalkan langkah PTUN yang memutus gugatan tersebut empat hari setelah pengucapan sumpah Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih.

Padahal, kata Gayus, gugatan itu seharusnya diputus pada 10 Oktober 2024.

"Saya ingin membaca itu, kejanggalan-kejanggalan itu. Sakit, [tapi] sudah dipastikan siang hari sembuh. Tanggal 24, pasti sembuh. Maka dikatakan sidang akan dilanjutkan pada tanggal 24, yang semula tanggal 10," kata Gayus di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2024).

Dalam petitum, jelas dia, PDIP memohon agar KPU tidak melakukan tindakan administrasi apa pun terhadap pelantikan yang didalilkan. Sebab, pencalonan Gibran Rakabuming Raka dinilai cacat hukum.

"Cacat hukumnya ada pada gugatan kami yang menceritakan apa saja yang menjadikan cacat, antara lain adalah KPU meminta bahwa Putusan MK Nomor 90 Tahun 2024 itu dipedomani oleh para partai politik yang melakukan pemilu dan calon-calon dari partai ini," ucap Gayus.

Gayus berkata bahwa Hakim PTUN tidak memeriksa perkara ini. Sebab, hakim berdalih bahwa perkara ini tidak layak disidangkan di PTUN Jakarta. Padahal, perkara tersebut telah memenangkan proses dismissal oleh pimpinan PTUN.

"Dia nyatakan boleh melanjutkan perkara ini," tutur Gayus.

Kendati demikian, Gayus mengatakan bahwa pihaknya tetap menerima putusan tersebut.

"Ya kami harus menghormati peradilan yang memang milik negara, negara hukum," kata Gayus.

Gayus juga mengatakan bahwa pihaknya belum menentukan sikap lanjutan atau langkah hukum yang bakal ditempuh atas penolakan gugatan tersebut. Sebab, hal itu tergantung restu Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

PTUN juga menghukum PDIP selaku Penggugat dengan kewajiban membayar biaya perkara senilai Rp342.000. Hal itu itu tertuang dalam putusan dengan nomor 133/G/TF/2024/PTUN.JKT.

Jubir PTUN Jakarta, Irvan Mawardi, mengatakan putusan PTUN atas perkara PDIP dihasilkan melalui musyawarah. Kemudian, berdasarkan fakta hukum, pengadilan menilai bahwa karakteristik permasalahan atau sengketa hukum ini berada dalam sengketa proses pemilu.

Penyelesaian sengketa pemilu semestinya dilakukan secara khusus seperti diatur dalam Pasal 470 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu junctoPasal 2 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum di PTUN.

Sehingga, sengketa ini tak dapat dimaknai sebagai tindakan atau perbuatan melawan hukum sebagaimana Pasal 1 Angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 dan juga tak termasuk sengketa hasil, bukan sengketa hasil pemilu sebagaimana ketentuan UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1986,” ujar Irvan.

Baca juga artikel terkait SENGKETA PILPRES atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Fadrik Aziz Firdausi