tirto.id - Mengembangkan wisata halal adalah salah satu rencana kerja pasangan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Salah satu yang cukup menggemparkan adalah usul mengganti nama Alexis menjadi Al-Ikhlas, 2017 lalu.
Waktu pun berlalu. Kabar pengembangan wisata halal lama kelamaan meredup tak ada rimba, terutama setelah Sandiaga maju mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2019.
Tapi ternyata Pemprov DKI belum menyerah mengupayakan ini. Plt Kadisparbud DKI Jakarta, Alberto Ali, di Jakarta, Rabu (27/11/2019), mengatakan saat ini mereka tengah mengupayakan terciptanya berbagai destinasi wisata halal di Jakarta.
UKM, restoran, dan hotel adalah target utama rencana ini. "Kami targetkan wisatawan muslim 1 juta di 2020, dengan catatan restoran dan hotel sudah bersertifikasi halal," katanya di Jakarta.
"Kalau industri hotel dan restoran mengembangkan wisatawan halal, enggak bakal rugi," tambahnya.
Yang dibicarakan Alberto bisa jadi bukan omong kosong. Jumlah turis muslim yang pelesiran ke luar negeri terus meningkat.
Berdasarkan laporan Global Muslim Travel Index 2018, jumlah turis muslim secara global mencapai 121 juta orang pada 2016. Tahun berikutnya naik menjadi 131 juta turis, dan diperkirakan menjadi 156 juta turis pada 2020.
Seiring dengan meningkatnya jumlah turis muslim, nilai belanja yang dikeluarkan mereka juga ikut melonjak. Pada 2020, nilai belanja turis muslim ditaksir mencapai 220 miliar dolar AS pada 2020, dan meningkat menjadi 300 miliar dolar AS pada 2026.
Sementara laporan State of The Global Islamic Economy Report 2016/17 menyebut pengeluaran perjalanan wisata muslim pada 2021 diprediksi 243 miliar dolar AS, mengalahkan pengeluaran untuk sektor farmasi dan kosmetik (213 miliar dolar AS).
Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan potensi ekonomi wisata halal sangat bisa dimaksimalisasi asal pemerintah mampu mengelola dan mempromosikannya dengan baik.
Ia lantas memberi contoh Thailand, sebuah negara yang sebenarnya tidak dihuni masyarakat muslim tapi cukup difavoritkan jadi tujuan wisata halal. Menurutnya hal itu dapat terjadi salah satunya karena ada banyak masjid dan sertifikat halal di minimarket.
"Pertanyannya kenapa enggak ke Indonesia? Negara populasi muslim terbesar?" katanya saat dihubungi, Jumat (29/11/2019).
Bhima mengatakan yang perlu dilakukan adalah menata apa-apa saja yang dibutuhkan seorang turis muslim saat berpergian. Sebab wisata halal pada dasarnya adalah muslim-friendly tourism. Jadi bukan 'pariwisatanya' yang halal, melainkan wisatawan muslim punya—apa yang disebut—"kebutuhan berbasis iman" yang harus dipenuhi saat bepergian.
"Ketika mereka masuk ke Jakarta, mereka betul-betul difasilitasi oleh tempat ibadah yang bagus. Musala di mal jangan taruh di basement. Dibuatkan masjid yang nyaman," katanya.
"Kemudian juga ini berkaitan dengan jaminan produk halal di daerah penunjang wisata. Jadi kalau mau ke daerah tempat wisata, fasilitas dan makanan atau minuman terjamin halalnya."
Belum Dibahas Legislatif
Rencana Pemprov DKI ini ternyata belum dibahas dengan Komisi B DPRD DKI, yang mengurusi bidang perekonomian, termasuk UMKM, pariwisata dan kebudayaan, serta promosi. Hal ini diungkapkan Sekretaris Komisi B Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Pandapotan Sinaga.
"Wisata halal? Saya baru dengar malah. Belum pernah ada pembahasan dengan Komisi B. Mungkin masih wacana saja kali," katanya saat dihubungi Jumat sore.
Ia bahkan mempertanyakan apa pentingnya membikin wisata halal. "Kalau saya dari fraksi PDIP bertanya, buat apa tag-tag "wisata halal"? Memangnya selama ini Jakarta enggak halal?"
Meski belum dibahas, Anggota Komisi B Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Ahmad Yani mengaku setuju dengan usul ini. Bertambahnya turis berarti menambah pula pendapatan daerah.
"Dan sekarang trennya juga seperti itu. Banyak negara lain sudah seperti itu," kata Yani kepada reporter Tirto.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Irwan Syambudi